Perbedaan Antara Hadas dan Najis

 
Perbedaan Antara Hadas dan Najis
Sumber Gambar: Foto Freepik (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Untuk menjalankan ibadah seperti shalat salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah suci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil serta suci dari najis baik badan, pakaian, dan tempatnya. Hadas dan najis merupakan dua hal yang mungkin sebagian besar orang mengartikan sama antara keduanya.

Dalam kaidah ilmu fiqih terdapat perbedaan antara dua hal tersebut baik ditinjau dari segi hakikatnya maupun dari segi dampak dan hukum fiqihnya. Jika ditinjau dari hakikatnya hadas merupakan perkara maknawi yang ada di dalam jasad dan tidak bisa dilihat oleh panca indra seperti ketika kita kentut maka kita memiliki hadas. Sedangkan najis adalah perkara dzahir yang dapat dilihat seperti air kencing, madzi, wadi, darah, nanah, kotoran, dan sebagainya.

Dalam kitab Kasyifatus Saja pengertian najis adalah sesuatu yang dianggap menjijikan meskipun itu suci. Sedangkan secara istilah adalah sesuatu yang dianggap menjijikkan yang dapat mencegah keabsahan shalat sekiranya tidak ada murokhis atau perkara yang memperbolehkan.

Baca Juga: Tiga Jenis Najis dan Cara Bersucinya

ثم اعلم أن النجاسة لغة ما يستقذر ولو طاهرا كبصاق ومنى ومخاط ويحرم أكل ذلك بعد أن يخرج من معدته إلا لنحو صلاح وشرعا بالحد مستقذر يمنع صحة الصلاة حيث لا مرخص أي لا مجوز فإن كان هناك مرخص كما في فاقد الطهورين وعليه نجاسة فإنه يصلي لحرمة الوقت وعليه الإعادة

"Ketahuilah. Sesungguhnya kata najasah menurut bahasa berarti sesuatu yang dianggap menjijikkan meskipun itu suci semisal air ludah, sperma, ingus. Haram memakan benda suci yang menjijikkan yang keluar dari lambung kecuali untuk tujuan kesehatan. Adapun pengertian najasah menurut istilah adalah sesuatu yang dianggap menjijikkan yang dapat mencegah keabsahan shalat sekiranya tidak ada murokhis atau perkara yang memperbolehkan. Apabila ada murokhis, seperti yang dialami oleh faqid tuhuroini (orang yang tidak mendapati dua alat bersuci, yaitu air dan debu) dan ia menanggung najis, maka ia boleh shalat secara li hurmatil wakti dan ia berkewajiban i’adah (mengulangi shalatnya setelah ia mendapati salah satu dari air atau debu)".

Sedangkan jika ditinjau dari aspek dampak dan hukum fiqihnya bisa dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, dari segi niatnya. Niat menjadi syarat untuk menghilangkan hadas. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak dibutuhkan niat.

Kedua, air. Dalam menghilangkan hadas, air juga menjadi syarat. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak harus dengan air. Istinja’ misalkan, bisa dilakukan dengan menggunakan batu.

Baca Juga: Hukum Air Liur yang Keluar dari Mulut Apakah Najis?

Ketiga, penghilangan najis diharuskan untuk membersihkan mahal (tempat) najis sampai hilang ain (zat) najisnya. Sedangkan untuk hadas, cukup membasuh seluruh anggota badan jika hadas besar, dan cukup membasuh anggota wudhu (berwudhu) jika hadas kecil.

Keempat, menghilangkan hadas tidak perlu membeda-bedakan dan tartib. Misalnya, ketika dalam satu waktu kita kentut, kemudian buang air kecil dan buang air besar, maka tidak harus menghilangkan hadas tersebut satu per satu, melainkan langsung sekaligus. Ini berbeda dengan najis. Jika dalam satu waktu di tangan kita terkena kotoran binatang, setelah itu kaki dan muka, maka kita harus membersihkannya satu per satu.

Kelima, berkaitan dengan pengganti dari menghilangkan hadas dan najis. Jika hadas, maka menghilangkannya bisa digantikan dengan tayamum. Sedangkan najis, tidak bisa digantikan dengan tayamum. Namun pendapat ulama Hanabilah mengatakan bahwa membersihkan najis bisa diganti dengan tayamum

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 17 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Kitab Kasyifatus Saja
2. Dilansir dari Artikel NU Online