Menjual Sebagian dari Zakat yang Sudah Disahkan

 
Menjual Sebagian dari Zakat yang Sudah Disahkan

Menjual Sebagian dari Zakat yang Sudah Disahkan

Pertanyaan :

Bagaimana pendapat Muktamar tentang seseorang yang memberikan sebagian dari zakatnya berupa padi kepada yang berhak menerimanya dengan berkata, Terimalah pembagian dari zakatku ini, dan sisanya masih ada pada saya, si penerima zakat (mustahiq) menjawab, Kami menerima hak kami dari zakatmu dan kami serahkan (wakilkan) kepada saudara untuk menjualkannya. Kemudian ia sebagai wakil menjual seluruh zakatnya. Hal tersebut dapatkah dianggap sebagai zakat? Dan bagaimana hukumnya penjualan tersebut?.

Jawab :

Penjualan sebagian dari zakat yang sudah diserahkan itu hukumnya sah dan dapat dianggap sebagai zakat, sedang sisanya yang belum diserahkan, tidak boleh dijual dan belum sah sebagai zakat karena belum diserahkan.

Keterangan, dalam kitab:

  1. Fath al-Mu’in dan Ianah al-Thalibin[1]

وَلَوْ قَالَ ِلآخَرَ اِقْبِضْ دَيْنِيْ مِنْ فُلاَنٍ وَهُوَ لَكَ زَكَاةٌ لَمْ يَكْفِ حَتَّى يَنْوِيَ هُوَ بَعْدَ قَبْضِهِ ثُمَّ يَأْذَنَ لَهُ فِيْ أَخْذِهَا (قَوْلُهُ لَمْ يَكْفِ) أَي لَمْ يُجْزِ عَنِ الزَّكَاةِ وَذَلِكَ ِلامْتِنَاعِ اتِّحَادِ الْقَابِضِ وَالْمُقْبِضِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ. (وَقَوْلُهُ حَتَّى يَنْوِيَ إلخ) أي فَإِنَّهَا تَكْفِي لِعَدَمِ اتِّحَادِ ذَلِكَ.

Seandainya ada yang berkata pada orang lain: “Ambillah utangku yang berada di fulan sebagai zakatku untukmu”. Demikian itu tidak cukup sebagai pembayaran zakat sampai ia berniat setelah barang diserahkan kemudian mengizinkan kepada orang yang disuruh tersebut untuk mengambilnya. Hal ini karena tidak adanya kesatuan antara yang menyerahkan dengan yang diserahi berdasarkan pendapat yang bisa dijadikan pedoman. Yang dimaksud sampai ia berniat , ... cara demikian cukup (boleh) karena yang menyerahkan dengan yang diserahi tidak satu orang.

[1]   Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in dalam al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i , t .th). Jilid II, h. 182-183. Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 52 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-3 Di Surabaya Pada Tanggal 12 Rabiuts Tsani 1347 H./28 September 1928 M.