Mengeluarkan Zakat untuk Orang yang Berjihad di Jalan Allah

 
Mengeluarkan Zakat untuk Orang yang Berjihad di Jalan Allah

Mengeluarkan Zakat Bagian Sabilillah

Pertanyaan :

Mohon dipertimbangkan bagaimana hukumnya membagi barang zakat kita dalam masa sekarang ini, wajibkah mengeluarkan bagian sabilillah?. Hubungan dengan keadaan di tanah air kita ini?. Penjelasan:

  1. Di mana-mana tempat telah diadakan tentara Hizbullah yang bersedia untuk berjihad fi sabilillah dengan tidak mendapat kecukupan dari Pemerintah.
  2. Di beberapa tempat telah terjadi pertempuran antara Hizbullah dan pihak musuh yang kita sekalian sama mengetahuinya. Umpamanya betul wajib, maka bagaimanakah aturan pembagian atau pemberian kepada tentara tersebut?.

Jawab :

  1. Bahwa pada waktu sekarang wajib memberikan zakat bagian sabil pada Sabilillah yang telah ada di tanah air kita ini, sekalipun mereka itu kaya raya.
  2. Hizbullah yang telah ada pada sekarang adalah termasuk dalam sabilillah tersebut.
  3. Adapun aturan pemberian barang zakat tersebut adalah sebagai berikut:
  4. Sabilllah atau Hizbullah tadi harus diberi bilamana mereka itu akan berangkat perang atau tinggal di markas pertahanan.
  5. Para warga Sabilillah tersebut yang memang wajib diberi nafkah oleh mereka harus diberi bagian dari barang zakat tersebut sampai kadar kecukupannya.
  6. Apabila warga Sabilillah tersebut sudah pulang dari peperangan atau markas pertahanan, kemudian barang zakat yang telah diterima tadi ada kelebihan, sedang pemakaiannya cukup sederhana, maka kelebihan itu wajib dikembalikan.
  7. Orang yang wajib zakat boleh menyerahkan barang zakat tersebut kepada para nazhir Sabilillah tadi, untuk menerimakan pada mereka.

Keterangan, dari kitab:

  1. Hasyiyah al-Bajuri [1]

(قَوْلُهُ وَأَمَّا سَبـِيْلُ اللهِ فَهُمْ الْغُزَّاةُ) إِلَى أَنْ قَالَ وَقَوْلُهُ بِلْ هُمْ مَتَطَوِّعُوْنَ بِالْجِهَادِ أَيْ فَيُعْطَوْنَ وَلَوْ أَغْنِيآءَ إِعَانَةً لَهُمْ عَلَى الْغَزْوِ وَيَجِبُ عَلَى كُلٍّ مِنْهُمْ رَدُّ مَا أَخَذَهُ إِنْ لَمْ يَغْزُ أَوْ مَا فَضُلَ بَعْدَ غَزْوِهِ إِنْ فَضُلَ بَعْدَ غَزْوِهِ شَيْءٌ لَهُ .

(Ungkapan Syaikh Ibn Qasim al-Ghazi: “Adapun Sabililah adalah pasukan perang.”) … Dan ungkapan beliau: “Namun mereka adalah sukarelawan perang.” maksudnya mereka diberi zakat meskipun kaya, karena untuk menolong mereka berperang. Dan mereka semua wajib mengembalikan zakat yang telah diambil bila tidak berperang, atau sisanya setelah perang usai, bila memang setelah usai perang terdapat sisa zakat tersebut.

  1. I’anah al-Thalibin [2]

(قَوْلُهُ وَلَوْ غَنِيًّا) غَايَةً لِمُقَدَّرٍ أَيْ فَيُعْطَى وَلَوْ كَانَ غَنِيًّا وَلَوْ أَخَّرَهُ عَنِ الْفِعْلِ بَعْدَهُ لَكَانَ أَوْلَى (وَيُعْطَى الْمُجَاهِدُ إلخ) اْلأُوْلَى وَيُعْطَى النَّفَقَةَ إلخ بِحَذْفِ لَفْظِ الْمُجَاهِدِ اِذِ الْمَقَامُ لِلْإِضْمَارِ وَالْمَعْنَى أَنَّ هَذَا الْقَائِمَ لِلْجِهَادِ يُعْطَى كُلَّ مَا يَحْتَاجُهُ لِنَفْسِهِ أَوْ لِمَمُوْنِهِ مِنْ نَفَقَةٍ وَكِسْوَةٍ وَغَيْرِهِمَا إِذَا حَانَ وَقْتُ خُرُوْجِهِ لَهُ وَعِبَارَةُ الْمِنْهَاجِ مَعَ شَرْحِ الرَّمْلِي وَيُعْطَى الْغَازِيُّ إِذَا حَانَ وَقْتُ خُرُوْجِهِ  قَدْرَ حَاجَتِهِ اللاَّئِقَةِ بِهِ وَبِمَمُوْنِهِ لِنَفَقَةٍ وَكِسْوَةٍ ذَاهِبًا وَرَاجِعًا وَمُقِيْمًا هُنَاكَ أَيْ فِي الثَّغْرِ وَنَحْوِهِ اِلَى الْفَتْحِ وَإِنْ طَاَلتِ اْلإِقَامَةُ لِأَنَّ اسْمَهُ لاَيَزُوْلُ بِذَلِكَ .

(Walaupun kaya) tetap berhak menerima zakat. Yakni pejuang tersebut berhak diberi semua yang diperlukan bagi dirinya atau orang yang menjadi tanggungannya baik nafkah maupun pakaian dan lainnya, ketika waktu berperang tiba. Dan redaksi kitab al-Minhaj sekaligus Syarh al-Ramli adalah “Jika waktu berperang sudah tiba, maka pejuang itu dan orang yang menjadi tanggungannya berhak diberi biaya kebutuhan hidup yang pantas baginya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya untuk kebutuhan nafkah dan pakaian selama pulang pergi, berada di perbatasan dan semisalnya sampai berhasil menaklukkan musuh. Meskipun waktunya lama, karena namanya sebagai pejuang tetap melekat dan tidak hilang karenanya.

  1. Minhajul Qawim [3]

(الْغُزَاةُ الذُّكُوْرُ الْمُتَطَوِّعُوْنَ) بِالْجِهَادِ بِأَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ رِزْقٌ فِي الْفَيْءِ وَهُمْ الْمُرَادُ بِسَبِيْلِ اللهِ فِي اْلآيَةِ فَيُعْطَى كُلٌّ مِنْهُمْ وَإِنْ كَانَ غَنِيًّا كِفَايَتَهُ وَكِفَايَةَ مَمُوْنِهِ إِلَى أَنْ يَرْجِعَ مِنْ نَفَقَةٍ وَكِسْوَةٍ ذَهَابًا وَإِيَابًا وَإِقَامَةً فِي الثَّغْرِ وَنَحْوِهِ اِلَى الْفَتْحِ وَإِنْ طَاَلتْ إِقَامَتُهُ .

(-Golongan penerima zakat ketujuh adalah- tentara laki-laki yang suka rela) berperang yang tidak mendapatkan gaji dari harta fai’ (harta yang diperoleh dari orang kafir tanpa peperangan, seperti jizyah, kompensasi perdamaian, dan semisalnya). Merekalah yang dimaksud sabilillah dalam ayat (QS. al-Taubah: 60). Masing-masing walaupun kaya diberi zakat sebesar biaya hidupnya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya berupa nafkah dan pakaian selama pulang pergi, dan berada di perbatasan dan semisalnya sampai berhasil menaklukkan musuh, meskipun waktunya lama.

  1. Al-Syarh al-Kabir [4]

(مَسْأَلَةٌ) السَّابِعُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَهُمْ الْغُزَاةُ الَّذِيْنَ لاَدِيْوَانَ لَهُمْ إِلَى أَنْ قَالَ (فَصْلٌ) وَإِنَّمَا يَسْتَحِقُّ هَذَا السَّهْمَ الْغُزَّاةُ الَّذِيْنَ لاَدِيْوَانَ لَهُمْ وَإِنَّمَا يَتَطَوَّعُوْنَ بِالْغَزْوِ إِذَا نَشَطُوْا قَالَ أَحْمَدُ يُعْطَى ثَمَنَ الْفَرَسِ وَلَا يَتَوَلَّى مُخْرِجُ الزَّكَاةِ شِرَاءَ الْفَرَسِ بِنَفْسِهِ لِأَنَّ الْوَاجِبَ إيتَاءُ الزَّكَاةِ فَإِذَا اشْتَرَاهَا بِنَفْسِهِ فَمَا أَعْطَى إلَّا فَرَسًا وَكَذَلِكَ الْحُكْمُ فِي شِرَاءِ السِّلاَحِ وَالْمُؤْنَةِ

(Masalah) Golongan penerima zakat ketujuh adalah sabilillah, yaitu  para pejuang yang tidak mempunyai gaji resmi ... (Pasal) Sabilillah yang  berhak mendapat bagian zakat ini adala mereka yang tidak mempunyai gaji resmi. Mereka hanya berperang secara sukarela ketika mau. Imam Ahmad berpendapat: “Mereka berhak diberi biaya pembelian kuda, dan pembayar zakat tidak wajib membelikan kuda sendiri, karena kewajibannya adalah memberikan zakat. Bila ia membelikan kuda sendiri, maka hanya kuda itu yang harus diberikannya. Begitu pula hukum pembelian senjata dan kebutuhan hidup seharia-hari.

  1. Minah al-Jalil [5]

(وَمُجَاهِدٌ) أَيْ مُتَلَبِّسٌ بِهِ أَوْ غَارِمٌ عَلَيْهِ قَالَ اِبْنُ عِرْفَةَ يُعْطَى مَنْ عَزَمَ عَلَى الْخُرُوجِ لِلْجِهَادِ أَوِ السَّفَرِ لَهُ إِنْ كَانَ مِمَّنْ يَجِبُ عَلَيْهِ وَهُوَ الْحُرُّ الْمُسْلِمُ الْبَالِغُ الذَّكَرُ الْقَادِرُ عَلَيْهِ وَيُشْتَرَطُ أَلاَّ يَكُوْنَ هَاشِمِيًّا وَيَدْخُلُ فِيْهِ الْمُرَابِطُ (وَآلَتُهُ) أَيْ الْجِهَادِ كَسَيْفٍ تَشْتَرِيْ مِنْهَا إِنْ كَانَ فَقِيْرًا بَلْ (وَلَوْ كَانَ الْمُجَاهِدُ كَانَ غَنِيًّا) أَيْ مَعَهُ مَا يَكْفِيْهِ لِجِهَادِهِ. وَأَشَارَ لِقَوْلِ عِيْسَى بْنِ دِيْنَارٍ لاَ يُعْطَى مِنْهَا مَنْ مَعَهُ مَا يَكْفِيْهِ .

(-Pos alokasi zakat adalah- … dan orang yang berperang), maksudnya orang yang sedang perang atau bertekad ikut perang. Ibn ‘Irfah berkata: “Orang yang bertekad ikut perang atau perjalanan perang itu berhak diberi zakat. Yaitu orang merdeka, muslim, baligh, laki-laki dan mampu perang. Disyaratkan bukan keturunan Bani Hasyim. Dan penjaga daerah perbatasan termasuk kategori orang perang. (dan alatnya), maksudnya alat perang yang boleh dibeli dengan harta zakat, bila orangnya fakir. Bahkan (meski dia kaya) maksudnya ia mempunyai bekal perang yang cukup. Syaikh Khalil berkata demikian karena menyinggung pendapat Isa bin Dinar: “Orang yang cukup perbekalan perangnya tidak berhak diberi zakat.”

[1] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, (Mesir: Isa al-Halabi, 1922), Jilid I, h. 295.

[2] Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1422 H/2002 M), Jilid II, h. 219.

[3] Ibn Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1391 H/1942 M), h. 110.

[4] Abdurrahman bin Muhammad, al-Syarh al-Kabir pada al-Mughni, (Beirut: Dar al-Kutub  al-Arabiyah, 1983), Jilid II, h. 700-701.

[5] Muhammad Ulais, Minah al-Jalil li Mukhtashar al-Khalil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Jilid II, h. 91.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 272 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-16 Di Purwokerto Pada Tanggal 26-29 Maret 1946 M.