Memperingati Kewafatan Seorang Ulama Besar

 
Memperingati Kewafatan Seorang Ulama Besar

Haul (Peringatan Wafat Ulama Besar)

Pertanyaan :

Apakah keputusan Konggres ke-2 Jam’iyyah Thariqah Mu’tabarah tentang peringatan wafat (haul) itu termasuk mengikuti Sunnah Rasul Allah dan Khulafaur Rasyidin?. Apakah keputusan tersebut benar atau tidak?.

Jawab :

Sambil membenarkan keputusan tersebut, maka kebiasaan peringatan wafat (haul) yang berlaku itu mengandung tiga persoalan:

  1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil.
  2. Mengadakan hidangan makanan dengan niat sedekah dari almarhum. Kedua persoalan ini sudah jelas tidak terlarang.
  3. Mengadakan bacaan al-Qur’an dan nasehat agama. Kadang-kadang diadakan penerangan tentang sejarah orang yang diperingati, untuk dijadikan suri tauladan.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah [1]

وَيَحْرُمُ النَّدْبُ عَلَى الْبُكَاءِ كَمَا حَكَاهُ فِي اْلأَذْكَارِ وَجَزَمَ بِهِ فِي الْمَجْمُوْعِ وَصَوَّبَهُ اْلأَسْنَوِيُّ إِلَى أَنْ قَالَ وَيُؤَيِّدُهُ قَوْلُ ابْنِ عَبْدِ السَّلاَّمِ أَنَّ بَعْضَ الْمَرَاثِي حَرَامٌ كَالنَّوْحِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّبَرُّمِ بِالْقَضَاءِ اِلاَّ إِذَا ذُكِرَ مَنَاقِبُ عَالِمٍ وَرَعٍ اَوْ صَالِحٍ لِلْحَثِّ عَلَى سُلُوْكِ طَرِيْقَتِهِ وَحُسْنُ الظَّنِّ بِهِ بَلْ هِيَ حِيْنَئِذٍ بِالطَّاعَةِ أَشْبَهَ لِمَا يَنْشَأُ عَنْهَا مِنَ الْبِرِّ وَالْخَيْرِ وَمِنْ ثَمَّ مَا زَالَ كَثِيْرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَغَيْرِهِمْ مِنَ الْعُلَمآءِ يَفْعَلُوْنَهَا عَلَى مَمَرِّ اْلإِعْصَارِ مِنْ غَيْرِ إِنْكَارٍ  .

Dan haram meratapi orang mati dengan tangisan seperti penuturan al-Nawawi dalam kitab al-Adzkar, beliau mantap pula dengan hukum tersebut dalam kitab al-Majmu’, dan dibenarkan al-Asnawi ... Hukum haram tersebut diperkuat pendapat Ibn Abdissalam: “Sungguh sebagian ratapan itu haram, seperti meratapi (dengan tangisan), karena berarti tidak rela dengan takdir Allah Swt., kecuali bila disebutkan manaqib (sejarah hidup) orang alim yang wirai atau yang saleh untuk mendorong agar mengikuti pola hidupnya, dan berbaik sangka kepadanya. Bahkan dalam konteks tersebut, meratapi mayit lebih menyerupai amal ketaatan karena kebaikan yang muncul darinya. Oleh sebab itu, banyak sahabat Nabi Saw. dan ulama selainya selalu melakukannya sepanjang masa tanpa ada yang mengingkari.

[1] Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, (Mesir: al-Maktabah al-Islamiyah, t. th.), Jilid II, h. 18.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 303 KEPUTUSAN KONFERENSI BESAR PENGURUS BESAR SYURIAH NAHDLATUL ULAMA KE-2 Di Jakarta Pada Tanggal 1-3 Jumaadil Ulaa 1381 H./11-13 Oktober 1961 M.