Islam Pembaharuan: Sejarah Masuknya Wahabi dalam Menghancurkan Aqidah Masyarakat Aceh

 
Islam Pembaharuan: Sejarah Masuknya Wahabi dalam Menghancurkan Aqidah Masyarakat Aceh
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sejarah mencatat bahwa, Aceh tempo dulu mengalami trauma yang cukup besar, ketika merebaknya kerusakan akidah para tokoh dan generasi Aceh sesudah pembantaian para Teuku (Ule balang) dan Ulama sufi yang di sebut Revolusi Sosial 1946.

Semenjak tahun 1953, kehidupan umat Islam di Aceh yang menganut Aswaja Syafi’iyah berusaha diinfiltrasi dan diacak-acak. Ada pihak-pihak yang ingin merubah pemahaman yang dianut masyarakat Aceh. Yaitu, mereka yang datang dan menyusup ke dalam tubuh pemerintahan militer saat itu.

Karena tak berhasil mengubah langsung ke tengah-tengah masyarakat, maka datanglah ia kepada pemerintah dengan jargon paham Islam Pembaharuan yang dikembangkan oleh Muhammad Abduh, seorang penganut bebas mazhab berasal dari Mesir. Sedangkan ajaran yang dibawa Muhammad Abduh adalah hasil dari pengembangan pahaman liberal (Muktazilah yang dipadukan dengan pahaman Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab).

Disebut bahwa, pihak-pihak yang mengusik itu muncul dengan berbekal sebuah surat "Maklumat Bersama". Kalangan ini tidak suka melihat masyarakat Aceh dengan cara aktifitas ibadah kesehari-hariannya, seperti maulidan, tawassulan, tabarrukan, tahlilan, dan sebagainya hingga mereka mempengaruhi pemerintahan militer saat itu yang ingin menarapkan Syariat Islam. Untuk itu, keinginan mereka berupaya memberlakukan sistem mazhab yang dipadukan dengan mazhab lainnya (pencampuran mazhab).

Padahal sebelumnya di Masjid Raya Baiturrahman (MRB) justru telah dipimpin oleh ulama-ulama Sunni dari kalangan dayah Salafiyah tradisinonal (Aswaja)

Para ulama Aceh saat itu telah menerapkan pula masjid dengan pengamalan cara Syafi’iyah, bahkan di seluruh Aceh pun dahulu amalan ini berlaku dari masa kesultanan Aceh hingga masa sebelum tiba masa kepemimpinan Abu Daud Beureu'eh. Sebabnya di masa Abu Daud Beureu'eh ini pihak-pihak yang ingin merubah pemahaman masyarakat Aceh sesuai dengan apa yang ditinggalkan oleh ulama-ulama sebelumnya.

Tapi setelah Indonesia merdeka dari tahun 1953 hingga seterusnya, Aceh telah dipimpin oleh kalangan yang berpahaman Islam Pembaharuan (modern). Banyak masyarakat tertipu dengan gerakan Islam Pembaharuan tersebut karena ajaran yang dibawanya justru ingin menghapus segala hal amaliah yang sering dilakukan oleh rakyat Aceh. Di antara amalan-amalan yang hendak diberantas yaitu, melarang kenduri (makan-makan), melarang maulid nabi, kenduri orang mati, kenduri di kuburan, kenduri sawah, kenduri laut, dan lain-lain.

Pihak-pihak yang berkedok Islam Pembaharuan ini ingin mengubah setiap amaliah yang telah lama masyarakat Aceh yakini selama itu benar. Di masa DI/TII sendiri yang brutal dan kejamnya, adalah masa di mana ada beberapa ulama dayah diburu oleh kalangan bersenjata DI/TII hingga ada yang dibunuh dan ada yang menyelamatkan diri keluar Aceh.

Menurut beberapa sumber dari ulama-ulama dayah, bahwa di antara ulama yang ingin dibunuh mereka tapi dengan berkat karamah yang Allah berikan hingga selamat dari peristiwa pembantaian di antaranya adalah, Abu Wahab Seulimuem (Ayah Abon Seulimuem), Abuya Muda Waly (Ayah Abuya Dajamaluddin Waly), dan lain-lain.

Aceh yang dikenal sebagai penganut kental Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah (Aswaja) Syafi’iyah, di masa itulah dicoba untuk disamar-samarkan oleh mereka sebagai pihak penjilat pada penguasa. Dan mereka itulah intelektual muda (berakidah Islam Pembaruan ala Wahabi) serta beberapa cendekiawan yang berafiliasi dengan penguasa Aceh, bahkan keberadaan PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang telah dibentuk pada tahun 1939 telah dijadikan sebagai wadah tempat berkumpulnya para ulama-ulama yang telah terkontaminasi paham Wahabi, yang anti kepada ulama-ulama dayah (Aswaja).

Dengan teknik yang mereka pakai untuk masuk dan menyusup ke pemerintah Aceh saat itu (Abu Daud Beureu'eh), ingin menghilangkan akidah bangsa yang telah dijalaninya sejak ratusan tahun lalu. Maka oleh penguasa pun (Abu Daud Beureu'eh) beserta staf dan jajarannya menyetujui dan menandatangani permintaan mereka agar pemerintah membuat semacam seruan bersama atau "Maklumat Bersama", di antaranya:

  1.  Pengurus dan Kepala Bagian Agama Atjeh, Tgk Abdorrahman;
  2.  Ketua Persatuan Ulama Seluruh Atjeh (PUSA), Tgk M. Daud Beureueh;
  3.  Pimpinan Sekolah lslam, kabupaten Atjeh Besar, Ibrahim Amin;
  4.  Hakim Seluruh Aceh atau Kepala Makhamah Syari'ah Atjeh, H. Ahmad Hasballah Indrapuri;
  5.  Wakil Kepala Agama Keresidenan Atjeh, Tgk. M. Noer el Ibrahim;
  6.  Kepala Kantoer Oeroesan Agama, ketjamatan Bukit/ Nosar Takengon, Tgk Abd. Djalil.

Mereka yang menandatangani surat tersebut adalah bagian dari kalangan pecinta Islam Pembaharuan (modern) yang tergabung dalam PUSA dan juga pengikut setia DI/TII. Setelah ditanda-tangani surat maklumat tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh rakyat Aceh. Namun upaya pemrintah Aceh saat itu tidak diterima oleh rakyat Aceh karena dirasa sangat bertentangan dengan yang selama ini didapatkan dari ulama-ulama dayah Salafiah tradisional Aceh.

Inilah hal bahaya bagi bangsa dan rakyat Aceh, karena justru yang hendak menghancurkan Aceh dilakukan oleh rakyat Aceh sendiri yang telah dicuci otaknya oleh pihak-pihak yang ingin menjauhkan rakya Aceh dengan ulama-ulamanya.

Maka akibat bagi orang-orang yang menghilangkan dan melupakan sejarah (dengan akidah bangsa yang dilakukan oleh orang-orang sebelumnya), maka bangsa tersebut akan menanggung malu dan hinaan dari bangsa-bangsa lain. Seperti kata pepatah, “bangsa yang terhormat adalah bangsa tidak melupakan sejarah bangsanya.”

Dengan kedatangan Wahabi (Salafi) yang menyusup ke dalam pemerintah Aceh saat itu pula, Aceh secara perlahan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang besar penganut Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah setelah kesultanan Turki. Begitulah sejarah kelam yang oleh beberapa kalangan di Aceh dianggap brutal dan jauh dari norma Islam. Islam yang seharusnya membawa kedamaian dan keharmonisan bagi setiap penganutnya justru menjadi lubang yang mengerikan dan mengancam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 7 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
___________________

Editor: Kholaf Al Muntadar