Innalillahi. Sang Tuan Guru, Ketua DPW NU NTB Berpulang ke Rahmatullah

 
Innalillahi. Sang Tuan Guru, Ketua DPW NU NTB Berpulang ke Rahmatullah

LADUNI.ID, Jakarta - Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Haji (TGH) Ahmad Taqiuddin Mansyur dikabarkan meninggal dunia, Rabu (10/10) pagi ini.

“Innalillahi wainnailahi raji’un, telah berpulang ke rahmatullah Ketua PWNU NTB TGH Ahmad Taqiuddin Mansyur pagi ini dalam perjalanan ke rumah sakit Praya. Waktu pemakaman menyusul,” demikian kabar yang disampaikan Ketua PW IPNU NTB Samsul Hadi, Rabu (10/10). Menurut Hadi, kepulangan Tuan Guru Taqiuddin terjadi secara tiba-tiba karena tadinya tidak mengalami sakit apa pun.

Tuan Guru Taqiuddin lahir di Kampung Sangkong, Desa Bonder, Kecataman Praya Barat, Lombok Tengah, NTB 65 tahun yang lalu. Ia lahir pada 17 Agustus 1953. Di Kecamatan Praya Barat, ia mendirikan Pondok Pesantren Al-Manshuriyah Ta’limusshibyan.

Bukan hanya sebagai Ketua DPW NU NTB, Tuan Guru Taqiuddin juga aktif di politik, ia memilih PKB menjadi kendaraannya dalam berpolitik. saat ini pun, ia masuk menjadi calon legislatif DPR RI.

Pondok Pesantren Ta’limusshibyan, Oase Ilmu di Tanah Kering

Pondok Pesantren NU Al-Manshuriyah Ta’limusshibyan berdiri megah di Jl TGH Moh Shaleh Hambali Sangkong, Desa Bonder, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Sebagai institusi pendidikan, pesantren ini juga bergerak di bidang dakwah, dan lembaga sosial kemasyarakatan di selatan Lombok Tengah. Keberadaannya sebagai pusat pengembangan Islam telah dirasakan sejak akhir abad ke-19. Berdirinya pesantren berawal dari kepedulian sang perintis, TGH Abbas, kakek dari Ketua DPW NU NTB, untuk mendakwahkan Islam yang ramah, serta atas desakan untuk memperbaiki akhlak masyarakat.

Pimpinan Ponpes dan sekaligus Ketua DPW NU NTB  TGH Ahmad Taqiuddin Mansur pernah mengatakan, ada dua sisi masyarakat yang melatarbelakangi pendirian pesantren. Pertama, sudut keagamaan. Hampir 80 persen masyarakat menganut paham “wektu telu”, yakni sebuah kepercayaan bersumber dari ajaran Hindu, Budha, dan Animisme.

“Kedua, dari sisi sosial kemasyarakatan, penduduk merupakan komunitas perburuan yang hidup berkabilah atau berkelompok. Orang sini nyebutnya ‘repok-repok’ yang nomaden dari satu tempat ke tempat lain. Mata pencaharian mereka petani tadah hujan dan peternak,” ungkapnya, seperti dilansir dari NU Online.

Ketika masa TGH Abbas, lokasi pesantren sangat terpencil dengan bangunan pertama sebuah masjid sebagai pusat pendidikan dan dakwah. Sementara pada era TGH Mansur Abbas, pesantren kian berkembang sebagai satu-satunya pusat kegiatan Islam di kawasan selatan meliputi hampir 27 desa di empat kecamatan.

“Dalam menjalankan misinya, beliau menaiki kuda untuk blusukan. Sebelum itu, beliau dalam kurun kurang lebih 17 tahun jalan kaki naik turun gunung menyusuri pesisir pantai membangun puluhan masjid dan musholla,” terangnya.

TGH Taqiuddin melanjutkan, tak heran jika dalam rentang waktu tiga dasawarsa hampir 90 persen penganut kepercayaan “wektu telu” berangsur surut. Sementara sistem masyarakat yang semula berkabilah-kabilah relatif berubah menjadi penduduk yang bersatu, berbaur satu sama lain, berbudaya, dan berperadaban.

Kini, Pesantren NU Al-Manshuriyah Ta’limusshibyan memiliki sejumlah fasilitas gedung berlantai 1, 2, dan 3 yang berdiri di atas tanah seluas 50 ribu hektar. Gedung tersebut antara lain MI, MTs, SMP, MA, SMK, Perpustakaan ATQIA, dan Institut Agama Islam Qamarul Huda, dua buah masjid, gedung koperasi, dan tentunya asrama santri putra dan putri.

Bukan hanya mengaji aneka kitab kuning, para santri juga dibekali berbagai kegiatan positif mulai pencak silat, marching band, seni qasidah, organisasi kesiswaan, hingga Tahfidzul Quran dan Seni Baca Tulis Al-Quran.

Kendati demikian jadwal kegiatan pondok yang padat, tak membuat 1500 santri merasa terbebani. Mereka justru menikmati segala aktivitas dengan ikhlas dan gembira. Hal tersebut setidaknya tergambar saat pesantren ini menjadi tuan rumah kegiatan pra-muktamar NU bulan April lalu.