Bulan Safar #7: Meluruskan Anggapan   Bulan  Pernyakit dan Musibah

 
Bulan Safar #7: Meluruskan Anggapan   Bulan  Pernyakit dan Musibah

LADUNI. ID, HIKMAH- Dalam tarikh Islam bulan kedua setelah Muharram dinamakan dengan bulan Safar. Menelusuri sejarah bulan Safar merupakan sebuah petualangan yang tidak pernah sunyi dari bermacam kontroversi. Mulai dari nama, amaliah dan berbagai fenomena lainnya.

Secara etimologi Safar artinya kosong. Wajah tasmiah dinamakan Safar, para ahli sejarah menyebutkan bahwa dikisahkan masyarakat Arab dulunya saat tibanya bulan itu mereka suku Arab sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh.

Namun, ada pula sebagian ahli yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu. Yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut, akibatnya dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya.

Itulah sebabnya mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh dengan kejelekan. Pendapat lain menyatakan bahwa Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.

Anggapan sebagian masyarakat bahwa bulan Safar bulan sial adalah sebuah hal yang sangat berlebihan dan jauh dari nilai dan patron syariat. Dalam hal ini baginda Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa segala tanggapan terkait bulan Safar adalah bulan yang penuh dengan musibah dan bencana buruk adalah tidak benar.

Baginda SAW sering berpesan supaya umatnya berwaspada ketika berhadapan dengan sesuatu musibah dan memberikan peringatan supaya jangan sekali-kali umat Islam beriktikad sial atau nahas Safar berupaya memudaratkan kehidupan manusia.

Menepis anggapan yang keliru dan kufarat tersebut, baginda Rasulullah SAW menjawab dengan sabda-Nya; “Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (sempena baik atau buruk), tidak ada kesialan (malang) kerana burung hantu, dan tidak ada kesialan (bala bencana) pada bulan Safar.” (Hadis Riwayat Bukhari r.a., Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad r.a.).

Dalam hadist lain juga Rasulullah SAW bersabda; “Beranggapan sial termasuk kesyirikan (beliau menyebutnya tiga kali).” Lalu beliau bersabda, “Tidak ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Menghilangkan anggapan sial tersebut adalah dengan bertawakal.” (HR. Abu Dawud)