Biografi Abu Usman Al-Fauzi Lueng Le

 
Biografi Abu Usman Al-Fauzi Lueng Le

 Daftar Isi Profil Abu Usman Al-Fauzi Lueng Le

  1. Kelahiran
  2. Murid Kesayangan Abuya Muda Waly
  3. Mendirikan Dayah
  4. Mursyid Thariqat
  5. Menyebarkan Thariqat
  6. Membuka Majelis Taklim
  7. Pendakwah Paham Aswaja
  8. Peranan di Politik
  9. Teladan

Kelahiran

Teuku H. Usman Al-Fauzy atau yang kerap disapa dengan panggilan Abu Lueng Le lahir pada tahun 1921 M, tepatnya di Gampong Cot Cut, sebuah gampong yang berada dalam wilayah Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar.

Salah seorang putra beliau, Abon Tajuddin, menceritakan ayahanda beliau berasal dari kalangan Teuku sehingga pada masa kanak dan remaja mampu masuk sekolah favorit masa dulunya, sehingga wajarlah Al-Mukarram Abu Lueng Le mampu banyak menguasai bahasa Asing baik Inggris dan lainnya.

Teungku Amiruddin, salah seorang guru senior di dayah Abu Lueng Ie, menyebutkan sapaan nama akhir beliau Al-Fauzy secara etimologi bermakna "kemenangan". Namun gelar " Al-Fauzy" itu merupakan laqab yang diberikan oleh gurunya Abuya Muda Waly, yang bermakna tembus dari cobaan dan ujian.

Murid Kesayangan Abuya Muda Waly

Konon cerita Al-Mukarram Abu Lueng Ie salah seorang murid kesayangan Al-Mujaddin Abuya Muda Waly, tentu saja pasca bermacam ujian yang dilakukan oleh Abuya Muda Waly, Abu Lueng Ie mampu dan berhasil menjalaninya. Sang Ulama kharismatik itupun di semat gelar " Al-Fauzy"

Abu Lueng Ie juga memiliki hubungan erat dengan Abuya Muhammad Muda Waly Al-Khalidi, hubungan keduanya sebagai guru dan murid. Abu Lueng Ie adalah murid keasayangan Abuya, bahkan sebagian sumber menyebutkan beliau adalah pemegang kas dayah semasa menentut ilmu di Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan. (Amiruddin, 2015).

Abu Lueng Ie pada mulanya sebelum mengenal dengan dayah dan Abuya Muda Waly, sehari-hari sebagai pedagang di seputaran kota di wilayah tersebut. Abu Lueng Ie saat itu belum mengenal sosok Abuya Muda Waly sebagai seorang yang Alim, Al-Mujaddin dan mursyid.

Salah seorang putra al-marhum Al-Mukarram Abu Lueng Ie kepada penulis, menceritakan pada awalnya Abu tidak mengenal ulama besar Abuya Muda Waly, konon pada suatu hari Abuya berpidato di seputaran kota Kutaraja di Masjid Raya Baiturrahman.

Abu Lueng Ie muda melihat ada keanehan dengan sang orator, sesuatu yang belum pernah Abu Lueng Ie lihat, di mana awan melindungi Abuya saat berpidato, raut wajah yang sangat bercahaya dengan aura yang mengesankan dan beberapa hal keajaiban dan ketakjuban dalam pandangan Abu Lueng Ie saat itu.

Sosok Abu Lueng Ie juga merupakan dikenal sebagai veteran pada masa penjajahan, tentunya beliau ketika masih muda bertugas dan mengawal para ulama di saat acara penting dan sakral.

Saat Abuya menyampaikan tusyiah atau khutbahnya, Abu lueng melihat sosok yang sangat menakjubkan dan wajah beraura menakjubkan.

Keinginan untuk menuntut ilmu ke dayah terinspirasi dengan sosok Abuya Muda Waly dengan penampilan aura muka bercaya dan sangat bersahaja.

selain itu, Abu Lueng Ie berkeinginan untuk belajar ke dayah Labuhan Haji sepertinya ikut terganjal. Setelah bermusyawarah dengan ibu, Abu tidak diizinkan untuk pergi jak beut sebagai putra semata wajang.

Biarpun beberapa kali diminta sang Ibupun tidak juga megiyakan permintaan Abu Lueng Ie, sampai akhirnya, Abuya pun telah mengambil sebuah sikap bahwa Abu Lieng Ie harus ikut Abuya Muda Waly untuk menuntut ilmu di dayah Labuhan Haji walaupun ibu tidak merestuinya.

Mendirikan Dayah

Salah seorang guru senior dayah Darul Ulum, Amiruddin, juga menjelaskan bahwa Abu lueng Ie setelah menuntut ilmu di Labuhan Haji selama delapan tahun, kemudian beliau menjadi guru di dayah Kalee Pidie selama tiga tahun, selanjutnya menjadi guru di dayah Lam Ateuk. Namun itu tidak berlangsung lama karena keinginannya untuk mendirikan dayah yang diberi nama Darul ‘Ulum (Kampung Ilmu) sekitar tahun 1960, belakangan dikenal Darul ‘Ulum Abu Lueng.

Mursyid Thariqat

Sejak berdiri dayah tersebut telah banyak mencetak ulama-ulama di sekitar dayah. Selain sebagai pimpinan dayah, Al-mukarram Abu Leung Ie juga sebagai Mursyid dalam thariqat naqsyabandiyyah yang perkembangan sangat mengembirakan dan sangat banyak pengikut tarekat tersebut di Aceh saat ini bahkan dunia. Efek dari itu sehingga membuat beliau memiliki banyak murid dan pengikut hampir di setiap wilayah dalam kabupaten di propinsi paling ujung itu.

Abu Lueng Ie saat belajar bersama Abuya Muda Waly di Dayah Labuhan Haji, Aceh Selatan di samping sebagai admistrator dan orang kepercayaan Abuya dalam mengurusi urusan keuangan dan lainnya, namun jadwal belajar dengan Abuya tidak beliau tinggalkan.

Terkadang Abuya mengajak Abu Lueng Ie untuk "menjelajah" dunia metafisika di luar logika manusia dengan media tertentu. Bahkan seperti diceritakan oleh salah seorang putra Abu Lueng Ie, Abuya mengajak Abu Lueng Ie (Abuya sering menyapa Abu Lueng Ie dengan sebutan "Ampon", sebab Abu Lueng Ie keturunan Teuku), malah untuk kitab tasawuf kelas tinggi seperti Al-Hikam. Abuya hanya mengajarkan murid beliau yang khusus termasuk Abu Lueng Ie.

Menyebarkan Thariqat

Abu Lueng Ie semasa hidupnya sebagaimana diungkapkan putra beliau, Abon Tajuddin, sangat giat dan gencar dalam mensosialisasikan thariqat Naqsyabandiah ke seantero Aceh, baik Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie dan lainnya. Konsep Abu Lueng Ie di samping mengajarkan kepada masyarakat ilmu syariat baik fiqh, tauhid dan tasawuf juga mengimplementasikan nilai amaliah dengan bertawajuh.

Bahkan, menurut Abon Tajuddin, Abu kalau hanya sebatas pengajian saja tanpa tawajuhan, kurang lengkap dalam dakwahnya. Kegigihan dan tanpa pamrihnya Abu Lueng Ie dalam memperjuangkan syariat dan tarekat patut kita teladani. Beliau walaupun satu atau dua orang jamaah yang hadir dalam pengajian di luar dayah ke beberapa daerah, tetap hadir dan menyampaikan misi dakwahnya.

Membuka Majelis Taklim

Di dayah Lueng Ie, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar setiap Selasa, Abu membuka pengajian umum. Jamaah yang datang pada masa Abu dulu sungguh sangat banyak. Di seputaran jalan Ulee Kareng, para jamaah yang kebanyakan berusia lansia dan dewasa berjejeran di jalan dengan jalan setapak dan lainnya. Pemandangan putih sangat kontras terlihat di kawasan seputaran Ulee Kareng dengan mereka jamaah berjalan dan bekendaraan saat itu.

Jamaah yang hadir bukan hanya dari wilayah kecamatan dan Kabupaten Aceh Besar, bahkan ada yang dari luar daerah. Sebuah tradisi yang sudah dijadikan budaya dalam kalangan keluarga Abu Lueng Ie dan mungkin juga dayah lain di wilayah Aceh Besar, mereka dijamu makanan dengan nasi dan lauk pauk apa adanya dan dimasak oleh mereka sendiri. Biasanya ini mereka yang bermalam di dayah tersebut.

Keberkahan tanah Lueng Ie dan dayah tersebut diceritakan salah seorang tokoh masyarakat di sana. Mereka yang pernah menanjakkan tanah di dayah tersebut, seakan "wajib" untuk berkunjung kali selanjutnya. Aura tanah tersebut sangat terasa lain ketika kita menapakkan kaki di tempat itu. Mereka yang sudah masuk ke dayah tersebut terlebih di masa konflik dulu, sangat merasa aman.

"Meunyoe ka digilhee tanoh dayah Lueng Ie, nyan hai teungku, tingat sabe-sabe. Dan meunyoe ka ta tamong lam dayah nyan awai masa konflik, hana sapue pih, dan aparat hana dijak seutot le," kata salah seorang warga menceritakan.

Pendakwah Paham Aswaja

Almursyid Abu Usman Al-Fauzi Lueng Ie merupakan sebagai sosok ulama kharismatik dan juga tokoh ulama kunci di era orde baru, Abu Lueng Ie telah mempertaruhkan jiwa dan raganya demi tegaknya dinul Islam yang bermazhabkan ahlisunnah wal jamaah. Serta memperjuangkan tongkat estafet tarekat di bumi Aceh ini, dengan ijtihadnya mau tidak mau harus ditegakkan syiar agama dengan masuk salah satu parpol penguasa saat itu. Beliau bernama Teungku Teuku Haji Usman Al-Fauzi dan akrab di sapa Abu Usman Al-Fauzi atau Abu Lueng Ie.

Di tengah berkuasa orde baru di bawah "Pohon Beringin" gerak gerik ulama selalu menjadi pantauan pemerintah saat itu. Mereka tidak segan menangkap siapa saja tidak terkecuali ulama. Para ulama yang dianggap "berbahaya" tidak segan-segan ditangkap, ditindas dan diasingkan. Walaupun terkadang itu korban dari fitnah yang dialamatkan kepada ulama dan tokoh kharismatik sekalipun

Kits mengetahui jenjang mursyid itu merupakan Alanah dan Karina yang dimandatkan kepada telah lulus berbagai ujian termasuk Abu Lueng Le sendiri. Diantara catatan sejarah yang sempat dihimpun dari berbagai dumber, Sarah satu hal yang sungguh luar biasa, Abu Lueng Ie mampu merabiyahkan diri sampai ke tingkatan tersebut.

Dalam riwayat lain, sering Abon Tajuddin menceritakan kepada jamaah termasuk penulis, pada suatu ketika ummi Abon (isterinya Abu Abu Lueng Ie) mengintip aktivitas Abu di tempat biasa beliau melakukan zikir. Sang ummi Abon melihat Abu Lueng Ie duduk di atas cahaya yang tidak rata dengan lantai, hal itu disebabkan zikir beliau yang sanggat tinggi.

Peristiwa tersebut menyadarkan sikap ummi Abon Tajuddin dan alangkah terkejutnya ummi belia yang selama itu belum mengetahui sosok kaliman, kelebihan dan karamah Abu. Berlandaskan fenomena ini, isteri Abu Lueng berpesan kepada anaknya yakni Tgk. T. Tajuddin.

“Tajuddin, beu kateupeu, Abukah nyan auliya, bek sagai-sagai kalawan kheun Abu (Tajuddin, kamu harus tau, ayahmu itu auliya, jangan sekali-kali kamu bantah nasehat Abu).

Dalam lembaran sejarah disebutkan sosok Abu Lueng Ie merupakan keturunan terhormat dari kalangan ampon atau Teuku. Abu dilahirkan pada tahun 1921 M tepatnya di Gampông Cot Cut Kecamatan Kuta Baro Aceh Besar.

Sebagian masyarakat awam melihat Abu Lueng Ie ketika itu masuk ke partai penguasa orde baru hanya untuk tujuan duniawiyah dan keluarga serta kerabatnya. Mereka tidak melihat sosok Abu Lueng Ie dengan ketinggian ilmu dan makrifah yang pasti punya tujuan yang mulia dengan hasil ijtihad politiknya.

Sungguh ijtihad Abu Lueng Ie untuk masuk kedalam salah satu parpol penguasa saat itu Golkar tanpa ada alasan kuat. Tentu saja sosok beliau seorang mursyid tidaklah mungkin berbuat dan mengambil sebuah keputusan tanpa istikharah dan "kontak" batin dengan sang guru yang juga Al-Mursyid beliau Mukammil Al-Mukammil Abuya Muda Waly Al-Khalidy. Dan tentu saja ada metode "ijtihad" beliau sendiri dalam persoalan ini.

Peranan di Politik

Abu masuk ke partai penguasa saat itu sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan agama dan tarekat serta lampu umat "ulama" saat itu. Tidak ada jalan lain dalam "ijtihad" Abu ketika itu melainkan harus masuk partai Golkar setelah sebelumnya meminta kepada partai selain Golkar seperti partai berlambang Ka' bah PPP, kebetulan Abu sebelumnya juga bagian dari Perti di bawah partai PPP dengan harapan Abu Lueng ie meminta agar mereka mampu menjamim terselamatkan tarekat dan agama dari rongrongan para "musuh" saat itu.

Walhasil usaha Abu Lueng Ie dari Ijtihadnya mampu membawa dampak yang diharapkan dan positif terhadap tarekat dan agama serta terselamatkan para kharismatik ulama dan ulama lainnya ketika itu.

Abu Lueng Ie berhasil menghadap Suharto sebagai Presiden saat itu dan Abu pun menjelaskan beberapa keinginan beliau untuk menyelamatkan agama dan tarekat bahkan ulama harus di selamatkan. Singkat cerita Abu Lueng Ie menjadi "tokoh kunci" Aceh kala itu dengan pemerintah orde baru.

Walaupun ekses beliau masuk partai penguasa Golkar tidak sedikit masyarakat yang mencaci dan mencela Abu, namun beliau tidak peduli. Salah satu ekses negatif yang sangat terasa, keadaan dayah di Lueng Ie semakin merosot para santrinya pasca Abu dekat dengan penguasa dan masuk Golkar, namun apa hikmah di balik Abu masuk Golkar?

Abon Tajuddin menceritakan bahwa Abu masuk Golkar dengan satu harapan tarekat dan agama tidak boleh diganggu oleh "musuh". Walaupun para santri saat itu merosot tajam, namun Abu telah memberikan andil sangat besar di samping menyelamatkan tarekat Naqsyabandiah, juga telah mampu menyelamatkan para ulama kharismatik l dari penguasa saat itu yang sempat diintimidasi dan tangkap mulai dari Abon Aziz Samalanga, Abu Tanoh Merah, Teungku Muhammad Dewi dan beberapa ulama  besar lainnya.

Allahuyarham dengan rekomendasi Abu Lueng Ie mereka dilepaskan dari penyiksaan dan penangkapan pihak keamanan saat itu.

"Alah na Abu droe Tajuddin, meuhan Abon han seulamat," ungkap Abu Mudi kepada Abon Tajuddin saat menceritakan peran Abu Lueng Ie pada masa orde baru mampu membebaskan para pimpinan dayah dan tokoh ulama besar saat itu dari berbagai tuduhan.

Kita mengetahui bahwa Sebagai sosok ulama kharismatik dan juga tokoh ulama kunci di era orde baru, Abu Lueng Ie telah mempertaruhkan jiwa dan raganya demi tegaknya dinul Islam yang bermazhabkan ahlisunnah wal jamaah serta memperjuangkan tongkat estafet tarekat di bumi Aceh ini, dengan ijtihadnya mau tidak mau harus ditegakkan syiar agama dengan masuk salah satu parpol penguasa saat itu. Beliau bernama Teungku Teuku Haji Usman Al-Fauzi dan akrab di sapa Abu Usman Al-Fauzi atau Abu Lueng Ie.

Banyak cerita yang tidak diketahui masyarakat secara umum dibalik Abu Lueng Ie berpolitik. Suatu waktu dalam halaqah ilmu, Abon Tajuddin menambahkan, walaupun dayah Abu saat itu makin berkurang santri yang belajar, namun para ulama dan tokoh kharismatik lain di Aceh telah mampu mengantikan peran Abu beliau ( Abu Lueng Ie) untuk seumeubeut dan mendidik para santri dengan jumlah yang banyak.

Sungguh secara kasat mata andai Abu Lueng Ie tidak masuk dalam lingkaran partai penguasa Golkar, sungguh para Abu dan tokoh ulama kharismatik di Aceh akan "terganggu" bahkan hilang tanpa jejak. Dan tidak mungkin Abon Aziz Samalanga mampu melahirkan ulama kharismatik seperti Abu Mudi, Abu Lueng Angen, Abu Panton, Abon Seulimum, Abu Langkawe dan ulama kharismatik lainnya. Namun Allah SWT telah merancang demikian dan Dia lebih Mengetahui!

Sebuah poin penting yang dapat dipetik para ulama seperti halnya Al-Mursyid Abu Lueng Ie terjun ke politik dan dekat dengan penguasa. Tentu saja mereka telah berijtihad dan memikirkan positif dan negatifnya plus istikharah, di samping meminta nasehat baik secara langsung atau berkolaborasi dengan rohaniah masyaikhul kiram dan bimbingan dari mereka.

Sebuah contoh konkret, penghinaan terhadap ulama lainnya saat DOM dulu Al-mursyid Abu Usman Kuta Krueng dekat dengan penguasa dan partai Golkar. Sungguh masyarakat menyapa Abu Kuta Krueng dengan ungkapan yang tidak layak disebut, na'uzubillah min zalik. Mereka melihat secara lahirnya namun kita yakin Abu ketika itu punya pandangan dan ijtihad baik tanpa kita mengetahuinya.

Kita sebagai masyarakat awam pastilah tidak serta merta mencaci dan menghina hasil ijtihad ulama tersebut seperti yang telah dilakukan oleh Abu Lueng Ie dan ulama lainnya yang terjun ke dunia politik. Pastilah mereka ziadah ilmu (berilmu tinggi) dan makrifah dengan kita awam.

Teladan

Amiruddin mengutip dari buku " Ensiklopedi Ulama Besar Aceh" menyebutkan sifat tawadhu’ Abu Lueng Ie telah menjadikan sosok ulama yang berkarakter dengan arifbillah. Dalam suatu kisah disebutkan pernah seorang yang tidak menyenangi beliau melemparkan kotoran manusia ke dalam kulah (tempat berwudhu’) santri di dayah tersebut. Tidak serta merta beliau marah kepada orang yang telah melakukan kesalahan seperti itu, akan tetapi beliau meresponsnya dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Berkat ke’aliman dan sifat sabarnya serta dengan izin Allah yang Maha Kuasa air kulah yang delempari kotoran manusia pada suatu hari menjadi obat, sehingga pernah tersebar kepada masyarakat “Ie kulah Abu Lueng Ie jeut keu ubat penawa”, artinya air kulah Abu Lueng Ie dapat menjadi penawar (Amiruddin, 2013).

Dalam keseharian Abu sering mutala'ah dan berzikir di kamar khusus, padahal beliau mempunyai rumah sendiri terlebih beliau mempunyai bayyinah warisan orang tuanya. Lantas kenapa Abu masih berkutat hari-harinya lebih banyak di kamar tersebut? Rupanya beliau mencoba untuk mengimplementasikan nilai rabitah sebuah nilai ikatan batiniah dengan sang gurunya Al-Mukammil Al-mursyid Abuya Muda Waly.

Abuya Muda Waly dalam keseharian beliau mempunyai tempat khusus untuk berzikir dan muta'alah juga istirahat di dayah Labuhan Haji.

Ternyata rabitah Abu Lueng Ie bukan hanya rabitah bil ilmi, namun lebih dari itu, mencoba merabitah seluruh aspek kehidupan Abuya untuk bisa diteladani oleh Abu Lueng Ie walaupun tidak seratus persen. Termasuk dalam hal ini mutala'ah, berzikir dan beristirahat mampu menempatkan hari-hari beliau seperti Abuya Muda Waly.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya