Riset Keilmuan, Empat Karakter Dasar Aswaja Perlu Dirumuskan

 
Riset Keilmuan, Empat Karakter Dasar Aswaja Perlu Dirumuskan

LADUNI.id, Jakarta - Menyambut 100 Tahun Nahdlatul Ulama, empat karakter dasar Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang dianut kaum Nahdliyin (sebutan warga NU), yakni Tawassuth, Tasamuh, Tawazun, dan I'tidal, perlu dirumuskan lebih detil oleh PBNU. Rumusan itu diharapkan menjadi pedoman pengembangan riset dan keilmuan di semua kementerian.

Sekretaris Badan (Sesban) Litbang dan Diklat Kemenag M Ishom Yusqi mengatakan hal tersebut kepada NU Online saat bincang santai di kantornya di bilangan MH Thamrin Jakarta Pusat, Jumat (1/2) pagi.

“Ilmu Sosial misalnya, tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada keterpengaruhan dengan epistemologi sosial. Maka keempat nilai dasar meliputi Tawassuth, Tasamuh, Tawazun, dan I'tidal itu bisa masuk sebagai kerangka paradigmanya,” ujar Sesban.

Doktor jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengibaratkan kita sedang mengendarai mobil. Keempat nilai dasar tersebut merupakan bannya. Ke mana mobil tersebut berjalan, ban-ban itulah yang mengiringi. “Jadi, dalam paham keagamaan atau konsep keilmuan itu menjadi dasar. Konsep apapun. Kan bagus itu sebagai landasan episteme,” jelas Sesban.

Menurut pria kelahiran Surabaya 15 April 1968 ini, detil rumusan tersebut bisa menjadi landasan penelitian di Balitbang kementerian dan lembaga negara. Empat nilai tersebut jika ditarik dalam dunia ini riset ini gampang sekali.

“Secara landasan konseptual itu kan dari berbagai teori. Misalnya, nilai toleran itu bisa ditelaah dari sejumlah teori baik yang ektrim kanan maupun yang ekstrim kiri. Di sini kita toleransinya ada terhadap berbagai pemikiran,” terang Ishom.

Tawassuth-nya, kata dia, juga ada. Dari sekian teori tersebut kita mengambil jalan moderasi. “Misalnya, tidak sosialis tidak kapitalis. Tidak radikal tidak liberal. Itu dari sisi toleransi dan moderasi,” tandas pria yang sempat mengemban amanah sebagai Direktur Pascasarjana Islam Nusantara Unusia Jakarta ini.

Sedangkan dari sisi tawazun-nya, tambah Ishom, dalam penelitian kita harus seimbang. Artinya, goal dari riset itu harus bisa menyeimbangkan antara data dan asumsi. Kemudian terkait rekomendasinya harus mempertimbangkan aspek kebutuhan manusia baik secara lahir maupun batin.

“Hasil penelitian kan digunakan oleh manusia. Jangan hanya dirasakan secara jasmani saja, tapi rohaninya juga. Tentu, dalam penelitian harus mencari garis-garis kebenaran dan asas keadilan agar bisa digunakan untuk semua. Itu untuk ranah penelitian. Di ranah lain juga bisa,” pungkas Ishom. (Musthofa/NU Online)