Mandiri dan Etos Kerja

 
Mandiri dan Etos Kerja

LADUNI.ID - Sebagaimana biasa Pengajian Ahad Malam di Masjid Raya Mujahidin Pontianak, kali ini temanya tentang Mandiri dan Etos Kerja dalam Bahasa Kitab disebutkan Anjuran Makan dari Hasil Usaha Sendiri.

Mandiri, maksudnya adalah sikap berdiri sendiri dan tidak menggantungkan usaha dan keperluan kepada orang lain, tapi tidak menolak bantuan orang lain. Kemandirian seseorang akan membangun dan membentuk etos kerja dalam kepribadiannya, atau etos kerja yang tinggi akan membangun sikap mandiri. 
Etos artinya sikap dan persepsi terhadap nilai bekerja. Etos kerja sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja merupakan nilai ibadah yang luhur serta manifestasi dari amal saleh sehingga pekerjaannya serius dan ikhlas, tidak asal-asalan.

Perintah bekerja beriringan dengan perintah ibadah shalat. Allah berfirman dalam al-Qur’an: 
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah dilaksanakan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah, 62: 9). 
Setelah menunaikan ibadah shalat, dzikir, dan doa, maka perintah selanjutnya adalah bergerak proaktif melakukan aktivitas dan bertebaran di berbagai belahan bumi berusaha dan bekerja وابتغوا (carilah) مِنْ فَضْلِ الله (sebagian dari kelebihan Allah), Maksudnya berusahalah mencari sebagian rezeki Allah. Rezeki itu disebut sebagai kelebihan dari Allah. Artinya berusaha dan bekerja secara mandiri merupakan kelebihan dan kemuliaan untuk menjaga harga diri baik dalam pandangan manusia maupun di sisi Allah, daripada meminta-minta dan mengemis kepada orang lain. Oleh karena itu, setelah berusaha dan memperoleh rezeki, harus ingat kepada Allah banyak-banyak. Boleh juga maknanya usaha dan pekerjaan yang dilakukan itu haruslah benar-benar bertolak dari Allah dan bertujuan meraih ridha Allah sehingga tidak melakukan penyimpangan dalam pekerjaannya itu. Demikian juga, wujud dari dzikir atau ingat Allah adalah mengeluarkan zakat atau infak sebagian dari hasil usahanya itu. 
Dalam ayat lainnya, Allah berfirman: 
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya.

Suatu hari, seorang sahabat Nabi SAW. bernama Abu Umamah duduk-duduk di masjid, sementara banyak orang lain pada sibuk bekerja. Mukanya tampak murung, seperti mengalami masalah berat. Sikap Abu Umamah dilihat Rasulullah SAW. Kemudian, Beliau bertanya, " Wahai Abu Umamah, kenapa kamu duduk-duduk di masjid padahal bukan waktu shalat? Saya sedang susah, galau dan terlilit utang, ya Rasulullah," jawab Abu Umamah. Rasulullah SAW. kembali bertanya, "Maukah engkau aku ajarkan sebuah doa yang apabila kamu membacanya, maka Allah akan menghilangkan kesusahanmu dan membayarkan utang-utangmu? Mendengar perkataan Rasulullah, Abu Umamah tampak senang dan gembira. Tentu, ya Rasulullah," kata dia. Rasulullah kemudian mengajarkan doa kepada Abu Umamah. 
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَال
"Ya Allah, saya mohon perlindungan kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, saya juga mohon perlindungan dari sifat lemah dan malas, pengecut dan bakhil; saya minta perlindungan kepada-Mu dari utang yang bertumpuk-tumpuk dan dari orang yang suka menghardik."
Abu Umamah kemudian mempraktekkan doa itu sambil berusaha dan bekerja di saat pagi dan sore. Sedikit demi sedikit, Abu Umamah mampu membayar utang-utangnya hingga lunas. (HR. Abu Daud dari Abu Said al-Khudriy).

Dalam kisah lainnya berkaitan etos kerja dan usaha mandiri. 
Suatu riwayat dari Anas bin Malik, diceritakan bahwa ada seorang sahabat yang meminta bantuan kepada Nabi. Nabi memberi bantuan kepadanya, tapi kemudian ia meminta lagi. Nabi memperingatkan sahabat itu dan mengajarkannya supaya ia tidak selalu meminta, mencari belas kasihan orang lain. Karena sesungguhnya tangan di atas atau memberi adalah lebih baik dari tangan di bawah yang meminta. Selanjutnya Nabi bertanya kepada sahabatnya itu, apakah ia masih memiliki sesuatu di rumahnya. Sahabat itu menjawab, ia tidak memiliki suatu apapun, kecuali sebuah mangkok tua. Nabi bersabda padanya, “Besok kamu bawa mangkok itu, akan aku lelangkan kepada sahabat yang lain.” Esok harinya sahabat itu membawa mangkok tersebut dan diserahkan kepada Nabi. Nabi mengumumkan pada para sahabat, siapa yang akan menolong temannya dengan jalan membeli mangkok miliknya. Beberapa sahabat berkenan membelinya, akhirnya dijual seharga senilai dua dirham. Nabi menyerahkan kepada pemilik mangkok itu satu dirham untuk membeli makanan bagi keluarganya. Kata Nabi, yang satu dirham lagi kamu belikan kapak besar, lalu bawa kemari. Setelah diberikan kepada Nabi, Nabi memasangkan gagangnya lalu berkata, “Sekarang kamu pergi cari kayu dan jual ke pasar. ”Sahabat itu kemudian bekerja sesuai dengan yang disarankan Nabi. Setelah limabelas hari bekerja ia kembali kepada Nabi, melapor dan membawa keuntungan sepuluh dirham. Nabi bersabda padanya, “Hal ini lebih baik bagimu daripada meminta belas kasihan orang lain yang akan menjadi noda pada wajahmu di hari kiamat.”

Dalam hadis lainnya, Beliau bersabda: 
لأَنْ يَأخُذَ أحَدُكُمْ أحبُلَهُ ثُمَّ يَأتِيَ الجَبَلَ فَيَأْتِيَ بحُزمَةٍ مِنْ حَطَب عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيكُفّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَسْألَ النَّاسَ أعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ
Sungguh salah seorang di antara kalian mengambil talinya kemudian pergi ke gunung, lalu kembali dengan seikat kayu bakar di punggungnya. Setelah itu, dia menjualnya, maka Allah menjaga kehormatan dirinya, hal itu jauh lebih baik daripada meminta kepada orang lain, mereka mungkin memberinya atau menolaknya. (HR. Bukhari dari Zubair bin ‘Awwam).

Semoga kita termasuk yang mempertahankan kemandirian dalam usaha, menjaga kepercayaan dalam bekerja sama serta memupuk terus semangat etos kerja yang ikhlas dan cerdas.

Pontianak, 3 Februari 2019

Oleh: Dr. Wajidi Sayadi

Dosen IAIN Pontianak