Hukum Menikahi Seorang Perempuan yang Pernah Melakukan Perbuatan Zina

 
Hukum Menikahi Seorang Perempuan yang Pernah Melakukan Perbuatan Zina
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Hukum menikahi seorang perempuan yang pernah melakukan perbuatan zina merupakan topik yang sensitif dalam hukum Islam. Dalam pandangan agama Islam, perbuatan zina dianggap sebagai salah satu dosa besar yang harus dihindari. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum menikahi seorang perempuan yang pernah melakukan perbuatan zina.

Sebagian ulama berpendapat bahwa menikahi seorang perempuan yang pernah melakukan perbuatan zina adalah tidak diperbolehkan. Mereka berpegang teguh pada prinsip bahwa pernikahan harus didasarkan pada kejujuran, kesucian, dan ketulusan. Dalam hal ini, masa lalu seorang individu memiliki dampak yang signifikan terhadap kepercayaan dan kehormatan dalam pernikahan.

Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa menikahi seorang perempuan yang pernah melakukan perbuatan zina masih dapat diperbolehkan dalam beberapa kondisi tertentu. Mereka berargumen bahwa setiap orang berhak atas kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Selama perempuan tersebut telah bertaubat dengan sungguh-sungguh dan menunjukkan kesungguhan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, pernikahan dapat menjadi jalan untuk memberikan kesempatan kedua.

Namun demikian, penting untuk diingat bahwa keputusan untuk menikahi seorang perempuan yang pernah melakukan perbuatan zina harus dipertimbangkan dengan matang. Ini melibatkan evaluasi secara seksama terhadap kejujuran, ketulusan, dan niat baik dari kedua belah pihak. Lebih dari itu, perlunya konsultasi dengan ulama atau penasihat agama dapat membantu untuk memahami konsekuensi serta implikasi moral dari keputusan tersebut. Dalam semua hal, niat untuk menjalankan ajaran agama dan mencari ridha Allah harus menjadi landasan utama dalam mengambil keputusan tersebut.

Akan tetapi ada sebuah pendapat yang membolehkan menikah dengan orang yang telah berzina asalkan telah bertaubat, karena tidak boleh menikahi wanita pezina yang sudah dikenal umum perbuatan buruknya, tidak boleh juga menikahi lelaki pezina yang tampak kejelekan dan dikenal umum perbuatannya kecuali bila telah nampak adanya taubat yang benar darinya.

وروي عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( إذا زنى الرجل خرجمنه الإيمان فكان عليه كالظلة فإذا أقلع رجع إليه الإيمان ) رواه أبو داود واللفظ له

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda “Bila seorang lelaki berzina perbuatannya laksana penutup (iman) baginya namun bila dia telah menjauhkan diri dari zina (bertaubat), imannya kembali padanya” (HR. Abu Daud).

وفي رواية للبيهقي قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( إن الإيمان سربال يسربله الله من يشاء فإذا زنى العبد نزع منه سربال الإيمان فإن تاب رد عليه

Dalam sebuah riwayat Imam Baihaqi dikatakan: Rasulullah SAW bersabda: “Iman itu laksana gamis/baju yang Allah kenakan pada hamba-Nya yang dikehendaki, bila seorang berzina lepaslah pakaian tersebut bila dia bertaubat dikembalikan lagi pakaiannya”. (HR. Baihaqi).

ولا يجوز التزوج بالزانية التي اشتهرت بذلك ولا يجوز التزوج من الزاني الذي يتظاهربالفاحشة واشتهر بها إلا إذا ظهرت التوبة الصادقة عليه

“Tidak boleh menikahi wanita pezina yang sudah dikenal umum perbuatannya, tidak boleh juga menikahi lelaki pezina yang tampak kejelekan dan dikenal umum perbuatannya kecuali bila telah nampak adanya taubat yang benar darinya”. [Al-Fiqh ‘Ala Madzaahib Al-Arba’ah V/60].

Menikahi orang yang pernah berbuat zina hukumnya boleh/ sah tapi makruh, karena dengan berzina ia termasuk kategori orang fasiq:

.ومما يكره من الأنكحة نكاح من لم يحتج الى الوطئ مع فقده الاهبة____ و نكاح الفاسقة وبنت الفاسق. الشرقاوي ٢/٢٤٨قوله و دينة أى نكاح المرأة الدينة التي وجدت فيها صفة العدالة أولى من نكاح الفاسقة ولو بغير نحو الزنا. اعانة الطالبين ٣/٢٧٠

Juga bisa dengan ta'bir yang ini juga:

.يجوز نكاح الحامل من الزنا سواء الزاني وغيره و وطؤها حينئذ مع الكراهة. بغية المسترشدين ص ٢٠١

Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar