Makna Memuliakan Dzurriyyah Nabi Muhammad SAW dalam Pesan Mbah Moen dan Kisah Seorang Syarifah

 
Makna Memuliakan Dzurriyyah Nabi Muhammad SAW dalam Pesan Mbah Moen dan Kisah Seorang Syarifah
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - KH.Maimoen Zubair adalah sosok ulama yang sangat mencintai bangsa dan negara Indonesia. Kecintaan ini tidak lain adalah wujud cintanya kepada Nabi Muhammad SAW. Sepak terjang hidup beliau meneladani laku Baginda Nabi Muhammad SAW. Mbah Moen mencintai umat Islam sebagaimana diteladankan oleh Nabi. Memandang mereka dengan pandangan kasih sayang. Lebih dari itu, beliau juga sangat memuliakan dan mencintai dzurriyyah Nabi Muhammad. Dalam banyak kesempatan, beliau selalu berpesan kepada para santri agar juga memuliakan para keturunan Nabi Muhammad SAW.

Dalam kenangan banyak santri, KH. Maimoen Zubair pernah berpesan tentang memuliakan dzurriyyah Nabi Muhammad. Beliau berpesan kira-kira seperti berikut ini: "Mulyakke dzurriyyah Nabi iku ora kerono kesholehan utowo kengalimane, ananging kerono iku keturunane Kanjeng Nabi. Yen dzurriyyah Nabi iku ngalim, utowo sing diarani ithrotur rasul, mongko dobel olehe kito kudu mulyakke". (atau sebagaimana penuturan aslinya Mbah Moen).

“Memuliakan dzurriyyah Nabi itu bukan karena kesholehannya atau kealimannya, tetapi karena itu adalah keturunan Kanjeng Nabi. Kalaupun dzurriyyah Nabi itu seorang yang alim atau yang disebut ithratur rasul, maka kita justru double dalam memuliakannya.”

Selain pesan tersebut, ada beberapa pesan lain yang sempat dicatat oleh para santri dan selalu dipegang erat, di antaranya adalah berikut ini:

1. Keturunan Rasulullah SAW itu ada yang kelihatan dan ada yang tidak kelihatan. Sedangkan yang tidak kelihatan lebih banyak jumlahnya.

2. Tidak akan terjadi Hari Kiamat jika masih ada ulama, dan sekalipun ulama habis tetap tidak akan terjadi Hari Kiamat selama masih ada keturunan Rasulullah SAW.

3. Kita wajib memuliakan keturunan Rasulullah SAW. Jika sampai tidak memuliakan keturunan Rasulullah SAW, hati-hati kelak bisa jadi meninggal dalam keadaan su'ul khotimah (mati tidak dalam keadaan muslim).

Kalau kita membaca kisah-kisah hikmah, pesan ini selaras dengan satu kisah inspiratif dan mengharukan tentang seorang Syarifah (wanita keturunan Rasulullah SAW).

Alkisah, ada seorang Syarifah yang menjadi janda sebab ditinggal wafat suaminya. Syarifah ini hidup dengan tiga orang anak perempuan.

Suatu hari, karena tak ada yang bisa dimakan, Syarifah tersebut terpaksa meminta pertolongan kesana kemari untuk memenuhi kebutuhannya dan tiga orang anaknya.

Sampai pada satu kesempatan ia melihat seorang guru besar Islam beserta para muridnya sedang dalam suatu halaqah. Pada saat itu Syarifah mendatangi guru besar Islam itu dan memberi tahu perihal keadaannya yang membutuhkan bantuan. Namun, saat itu guru besar itu justru bertanya: "Berikan aku bukti bahwa engkau adalah seorang syarifah," sambil memalingkan wajahnya tidak ke arah Syarifah.

Syarifah itu hanya bisa menggelengkan kepala dan sedih. Ia tidak bisa memberikan bukti perihal dirinya seorang keturunan Nabi Muhammad.

Karena sikap tidak peduli guru besar itu, maka Syarifah itu pun pergi dengan tangan hampa.

Syarifah itu terus berusaha mencari bantuan dari orang yang berkemampuan. Karena keadaan yang sangat mendesak, meski harus meminta, ia terpaksa harus melakukannya.

Lalu ia melihat ada seorang saudagar kaya yang sedang duduk.

Syarifah itu lalu bertanya kepada khalayak: "Siapa orang itu?"

Maka dijawab: "Dia adalah seorang saudagar Majusi (penyembah matahari) yang menjadi pengurus kota ini."

Dengan sangat terpaksa Syarifah lalu meminta bantuan kepada saudagar Majusi tersebut. Tak disangka, orang itu ternyata sangat baik hatinya. Ia berkenan membantu Syarifah dan anak-anaknya. Lalu mempersilakan Syarifah dan anak-anaknya agar berkenan untuk bermalam di rumahnya dan bersedia menikmati makanan yang lezat. Saat itulah mereka serta menginap dalam keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Pada suatu malam, guru besar Islam bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat Hari Kiamat, dan melihat ada istana megah luar biasa di surga.

Kaum muslimin masuk surga atas perintah Rasullullah SAW. Akan tetapi Rasulullah berpaling muka atas sang guru besar Islam tersebut.

Sang guru itu lalu bertanya: "Ya Rasulullah, kenapa engkau enggan memandangku padahal aku muslim?"

Maka Rasulullah SAW menjawab: "Berikan aku bukti bahwa dirimu adalah memang seorang muslim!"

Guru itupun panik luar biasa. Kemudian Rasulullah SAW berucap: "Ingatkah engkau di dunia pernah berkata sedemikian pada cucuku."

Akhirnya sang guru terbangun dari tidur dan menangis dahsyat. Lalu bergegaslah ia menyuruh muridnya mencari Syarifah ke seluruh penjuru kota.

Alhasil, kemudian guru itu tahu bahwa Syarifah yang dicarinya ada di tempat saudagar majusi. Sang guru pun bergegas ke sana. Saat bertemu saudagar majusi, sang guru berucap: "Wahai fulan, tolong serahkan Syarifah itu padaku. Aku hendak memuliakan beliau."

Saudagar Majusi menolak dan tidak mau menyerahkan Syarifah itu.

Kemudian sang guru besar memaksa saudagar Majusi dan menawarkan sejumlah harta yang besar agar sang Syarifah diserahkan padanya. Tapi saudagar Majusi tetap menolak. Akhirnya sang guru besar bercerita perihal mimpinya pada saudagar Majusi.

Tetapi, tak disangka ternyata Saudagar itu juga bercerita: "Ketahuilah wahai guru besar. Sesungguhnya istana yang sangat megah yang kau lihat dalam mimpi itu kepunyaanku. Itu sebagai hadiah kecil yang diberikan padaku karena aku telah menolong sang Syarifah serta anak-anaknya. Dan ketahuilah bahwa aku, istriku, anak-anakku, serta semua yang ada di rumahku telah bersaksi: ‘Laa Ilaha Illallah wa Anna Muhammadar Rasulullah.’ Kami masuk Islam lantaran keberkahan yang dibawa Syarifah. Dan di dalam mimpi Rasulullah berkata padaku: ‘Sesungguhnya engkau telah ditakdirkan sebaga muslim beserta keluargamu’."

Sang guru besar itu pun menangis terisak-isak dan sangat menyesali perbuatannya. Tak dinyana hal yang dianggap sepela itu ternyata berdampak sangat besar.

Tetapi kisah ini juga mengandung pesan agar kita mempunyai perangai yang penuh kasih sayang kepada siapapun. Apalagi kepada dzurriyyah Nabi Muhammad SAW. Sebab orang yang mempunyai kasih sayang kepada sasama akan mendapatkan rahmat Allah SWT. Sebagaimana perangai yang diteladankan Baginda Nabi Muhammad SAW. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim