Biografi KH. Achmad Shiddiq, Rais ‘Aam PBNU 1984

 
Biografi KH. Achmad Shiddiq, Rais ‘Aam PBNU 1984
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Kiprah di Nahdlatul Ulama

4.    Karir-Karir
5.    Pecinta Seni
6.    Karya-Karya
7.    Chart Silsilah Sanad
8.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Achmad Shiddiq yang nama kecilnya Achmad Muhammad Hasan, lahir pada Hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 H / 24 Januari 1926 M di Jember – Jawa Timur. Beliau adalah putra bungsu KH. Shiddiq dari lbu Nyai Hj. Zaqiah (Nyai Maryam) binti KH. Yusuf.

Kyai Achmad ditinggal ayahnya pada usia 8 tahun. Dan sebelumnya pada usia 4 tahun, Kyai Achmad sudah ditinggal ibu kandungnya yang wafat ditengah perjalanan di laut, ketika pulang dari menunaikan ibadah haji.

Jadi, sejak usia anak-anak, Kyai Achmad sudah yatim piatu. Karena itu, Kyai Mahfudz Shiddiq kebagian tugas mengasuh kyai Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Kyai Abdullah yang masih berumur 10 tahun. Ada yang menduga, bahwa Kyai Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan gaya berpikir kakaknya (KH. Mahfudz Shiddiq).

Kyai Achmad memiliki watak sabar, tenang dan sangat cerdas. Wawasan berfikirmya amat luas baik dalam ilmu agama maupun pengetahuan umum.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Achmad Shiddiq menikah pada 23 Juni 1947 M dengan seorang wanita bernama Nyai Sholihah binti KH. Mujib dari pernikahannya, beliau dikaruniai 5 putra-putri di antaranya:

  1. Mohammad Farid Wajdi (Jember),
  2. H. Mohammad Rafiq Azmi (Jember),
  3. Fatati Nuriana (istri Mohammad Jufri Pegawai PEMDA Jember),
  4. Mohammad Anis Fuaidi (wafat sewaktu kecil),
  5. Farich Fauzi (pengasuh pondok pesantren Al-Ishlah Kediri).

Namun istrinya meninggal tahun 1955 M. Kemudian, beliau menikah kembali dengan Nyai Hj. Nihayah. Dari pernikahannya dengan Nyai Nihayah beliau dikaruniai 8 putra-putri, diantaranya:

  1. Asni Furaidah (isteri Zainal Arifin, SE.)
  2. H. Moh. Robith Hasymi (Jember)
  3. H. Mohammad Syakib Sidqi (Dosen di Sumatra Barat)
  4. Mohammad Hisyarn Rifqi (suami Tahta Alfina Pagelaran, Kediri)
  5. Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, BA (istri Drs. Nurfaqih, guru SMA Jember).
  6. Nida, Dusturia (istri Tijani Robert Syaifun Nuwas bin KH. Hamim Jazuli)
  7. Mohammad Balya Firjaun Barlaman (pengasuh PP. Al Falah Ploso Kediri)
  8. Mohammad Muslim Mahdi (wafat kecil).

1.3 Wafat
Kepulangan KH. Achmad Shiddiq dari Muktamar Yogyakarya, KH. Achmad sakit Diabetes Melitus (kencing manis yang parah). KH. Achmad dirawat di RS. Dr. Sutomo, Surabaya.

“Tugasku di NU sudah selesai”, kata KH. Achmad Shiddiq pada rombongan PBNU yang membesuknya di RS Dr. Sutomo, Ternyata isyarat itu benar. KH. Achmad Shiddiq wafat pada tanggal 23 Januari 1991 M, dan dimakamkan di kompleks makam Auliya, Tambak Mojo, Kediri. Di makam itu juga sudah dimakamkan 2 orang Auliya sebelumnya. “Aku seneng di sini besok kalau aku mati dikubur sini saja”, wasiat KH. Achmad pada istri dan anak-anaknya. Walaupun berat hati karena jauh dari Jember, keluarganyapun merelakannya sebagai penghormatan pada bapak yang sangat di cintainya.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Kyai Achmad Shiddiq mengawali belajarnya kepada ayahnya sendiri, KH. Shiddiq, Kiai Shiddiq dalam mendidik terkenal sangat ketat (strength) terutama dalam hal shalat. ayahnya wajibkan semua putra-putranya shalat berjama’ah 5 waktu. Selain mengaji pada ayahnya, Kyai Achmad juga banyak menimba ilmu dari KH. Machfudz, banyak kitab kuning yang diajarkan oleh kakaknya,

Sebagaimana lazimnya putra Kyai, lebih suka bila anaknya dikirim untuk ngaji pada Kyai- Kyai lain yang masyhur kemampuannya. Kyai Mahfudz pun mengirim Kyai Achmad menimba ilmu di Tebuireng dibawah bimbingan KH. Hasyim Asy’ari. Semasa di TebuirengKH. Hasyim Asy'ari melihat potensi kecerdasan pada Kyai Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh KH. Hasyim.

Kyai Achmad dan beberapa putra-putra Kyai dikumpulkan dalam satu kamar. Pertimbangan tersebut bisa dimaklumi, karena para putra Kyai (dipanggil Gus atau lora atau Non) adalah putra mahkota yang akan meneruskan pengabdian ayahnya di pesantren, sehingga pengawasan, pengajaran dan pembinaannya pun cenderung dilakukan secara khusus lain dari santri umumnya.

Pribadinya yang tenang itu, menjadikan Kyai Achmad disegani oleh teman-temannya. Gaya bicaranya yang khas dan memikat sehingga dalam setiap khitobah, banyak santri yang mengaguminya. Selain itu, Kyai Achmad juga seorang kutu buku/ kutu kitab (senang membaca).

Di pondok Tebuireng itu pula, Kyai Achmad berkawan dengan KH. Muchith Muzadi. Yang kemudian hari menjadi mitra diskusinva dalam merumuskan konsep-konsep strategis, khususnya menyangkut ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Muhammad Shiddiq (ayah),
  2. KH. Mahfudz Shiddiq (kakak),
  3. Hadratusyekh KH. Hasyim Asy’ari,
  4. KH. Wahid Hasyim.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Kiprah di Nahdlatul Ulama
Di Nahdlatul Ulama sendiri, kiprah KH. Achmad Shiddiq bermula di Jember. Tak berapa lama, KH. Achmad sudah aktif di kepengurusan tingkat wilayah Jawa Timur, sehingga di Nahdlatul Ulama saat itu ada 2 bani Shiddiq yaitu: KH. Achmad dan KH. Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi NU wilayah berikutnya, pasangan kakak beradik tersebut dikesankan saling berkontribusi dan selanjutnya KH. Achmad Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU Jawa Timur

KH. Achmad Siddiq terpilih sebagai Rais Aam PBNU pada Muktamar Ke-27 NU di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur pada tahun 1984 M. beliau ditunjuk bersama KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum PBNU oleh KH As'ad Syamsul Arifin selaku Ahlul Halli wal Aqdi.

Tetapi KH. Achmad merasa tidak puas dengan kiprahnya selama ini. Panggilan suci untuk mengasuh pesantren (tinggalan KH. Shiddiq) menuntut kedua Shiddiq tersebut mengadakan komitmen bersama. Keputusannya adalah KH. Abdullah Shiddiq lebih menekuni pengabdian di NU Jawa Timur, sedangkan KH. Achmad Shiddiq mengasuh pondok pesantren.

4. Karir-Karir
Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan KH. Achmad Shiddiq sangat dekat hubungannya dengan KH. Wahid Hasyim. Bahkan ketika KH. Wahid Hasyim memegang jabatan ketua MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, KH. Achmad juga yang dipercaya sebagai sekretaris pribadinya.

Bagi KH. Achmad Shiddiq, tidak hanya ilmu dari KH. Hasyim Asy’ari yang diterima, tetapi juga ilmu dan bimbingan KH. Wahid Hasyim direnungkannya secara mendalam. Suatu pengalaman yang sangat langka, bagi seorang santri.

Ketokohan KH. Achmad terbaca masyarakat sejak menyelesaikan belajar di pondok di Tebuireng, KH. Achmad Shiddiq muda mulai aktif di GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia) Jember. Kariernya di GPII melejit sampai di kepengurusan tingkat Jawa Timur, dan pada Pemilu 1955, KH. Achmad terpilih sebagai anggota DPRD sementara di Jember.

Perjuangan KH. Achmad dalam mempertahankan kemerdekaan ’45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan Executive Pemerintah Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan Nazarudin Lathif (Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh “Soedarman, Patihnya R. Soenarto dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati.

Selain itu, KH. Achmad juga berjuang di pasukan Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947. Saat itu Belanda. melakukan Agresi Militer yang pertama. Belanda merasa kesulitan membasmi PPPR, karena anggotanya adalah para Kyai. Agresi tersebut kemudian menimbulkan kecaman internasional terhadap Belanda sehingga muncullah Perundingan Renville.

5. Pecinta Seni
KH. Achmad Shiddiq termasuk ulama yang berpandangan moderat dan unik sebagai tokoh NU dan Kyai, beliau tidak hanya alim tetapi juga memiliki apresiasi seni yang mengagumkan. beliau tidak hanya menyukai suara Ummi Kultsum, bahkan juga suka suara musik Rock seperti dilantunkan Michael Jackson.

“Manusia itu memiliki rasa keindahan, dan seni sebagai salah-satu jenis kegiatan manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan penilaian agama (Islam). Oleh karena itu, apresiasi seni hendaknya ditingkatkan mutunya. Apresiasi seni itu harus diutamakan mutu dari seni yang hanya mengandung keindahan menuju seni yang mengandung kesempurnaan, lalu menuju seni yang mengandung keagungan,” kata KH. Achmad Shiddiq.

Selanjutnya KH. Achmad memberikan penjelasan sebagai berikut, Seni itu sebaiknya:

  1. Ada seni yang diutamakan seperti sastra dan kaligrafi.
  2. Ada seni yang dianjurkan seperti irama lagu dan seni suara.
  3. Ada seni yang dibatasi seperti seni tari.
  4. Ada seni yang dihindari seperti pemahatan patung dan seni yang merangsang nafsu

Dalam memberikan nama untuk anak-anak-nya, KH. Achmad senantiasa mengkaitkan calon nama yang bernuansa seni dengan pengabdian atau peristiwa-penstiwa penting. Seperti kelahiran putranya yang lahir bersamaan dengan karirnya sebagai anggota DPR Gotong-Royong, yaitu Mohammad Balya Firjaun Barlaman, demikian juga Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, lahir bertepatan dengan konferensi Asia Afrika.

6. Karya-Karya
KH. Achmad Siddiq juga menuangkan gagasannya dalam bentuk karya tulis yang telah diterbitkan, antara lain:

  1. Pedoman berpikir Nahdlatul Ulama (FOSSNU Jatim, 1969),
  2. Khittah Nahdliyyah (terbit pertama di Jember, April 1979),
  3. Islam Pancasila dan Ukhuwah Islamiyah (wawancara dengan Fahmi D. Saifuddin, LTNNU, 1985),
  4. Pemikiran KH. Achmad Siddiq (Aula, 1992),
  5. Al-Hajj Ahmad Shiddiq Al-Maulud fi Jimbar,
  6. Dzikru Al-Ghafilin liman Ahabba an Yasraha maa Al-Auluya wa Ash-Shalihin Majmuah,
  7. Achmad Shiddiq Al-Aurad fi Al-Ma'had Al-Islami Ash-Shiddiqi Majmu'ah (1412 H).

7. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Ahmad Shiddiq dapat dilihat DI SINI.

8. Referensi
WONG JEMBER.COM,
NU Online.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 23 Januari 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 23 januari 2024

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya