Santri Goes To Papua: Potensi Anak Didik yang Harus Terus Dipupuk

 
Santri Goes To Papua: Potensi Anak Didik yang Harus Terus Dipupuk

LADUNI.ID, Kurwoto-  Banyak sekali benih-benih untuk membangkitkan rasa syukur yang saya dapati selama hampir empat tahunan ini berada di Papua. Selain fenomena-fenomena yang besar, hal-hal remeh temeh pun tak luput ikut berkontribusi.

Di bulan Desember akhir tahun lalu, ketika terbengong sendirian di dalam Madrasah, saya baru "ngeh" dan sadar bahwa dinding-dindingnya ternyata tak satu pun ada hiasannya. Spontan pikiran saya membatin, alangkah baiknya andai dikasih kaligrafi.

"Ah, biar mereka saja, nanti yang membikin," batin saya begitu teringat kekosongan inspirasi setiap kali ada keinginan untuk mengajari mereka suatu kerajinan.

Beberapa malam kemudian, tepatnya hari Sabtu malam Minggu, saya sampaikan hal ini kepada mereka di penghujung mengaji. Karena di hari Minggu mereka libur sekolah, maka malam itu saya memberitahu mereka bahwa besok pagi kita belajar membuat kaligrafi.

"Apa itu, pak guru?" ucap mereka dengan raut wajah yang memang benar-benar tidak tahu.

"Masak kalian tak tau kaligrafi?" respon saya yang sangat heran dan tak percaya bahwa ternyata tidak ada satu pun diantara mereka yang tau.

Dan perlahan tapi pasti, rasa syukur saya bertambah depositonya menyaksikan ini. Lahir di mana dan sebagai anak siapa, memang tidak bisa dipinta. Tapi menyaksikan anak-anak di sini yang belum tau kaligrafi di saat saya sudah mengenalnya ketika seusia mereka, sungguh-sungguh saya heran dan tidak percaya.

"Kaligrafi itu tulisan Arab yang dibuat dengan bagus dan indah," lanjut saya setelah mendengar beberapa anak yang mencoba menebak-nebak apa itu kaligrafi.

"Ah, menggambar saja boleh, pak guru," tawar seorang anak.

"Kaligrafi kan juga menggambar. Cuma kita menggambar tulisan-tulisan Arab,"

Esok harinya, setelah saya membagikan kertas, pensil dan penghapus, saya meminta mereka untuk memperhatikan cara menggambar sebuah kaligrafi yang akan saya lakukan di papan tulis. Begitu jadi, beberapa anak berkomentar pasrah.

"Sulit itu, pak guru. Menggambar rumah boleh," tawarnya.

"Haduh..!! Dicoba dulu. Belum dicoba sudah bilang sulit itu namanya putus asa. Putus asa itu gak boleh," beber saya memotivasi mereka.

Selama mereka mencoba meniru sebuah kaligrafi yang saya gambar di papan tulis, saya pun berkeliling melihat-lihat mereka. Ada yang sepertinya tidak menemui kesulitan, ada juga yang sudah satu jam tidak jadi-jadi (hanya menggores dan dihapus terus-terusan)

Walhasil, beberapa hasil goresan kaligragi mereka pun saya pajang di dinding. Mereka senang, dinding pun tidak terlihat lengang.

Salam.

 

===============================================================

Catatan tambahan:

Anda bisa turut serta membantu dalam bentuk dana untuk pengembangan dakwah Islam di wilayah pedalaman Papua Barat dengan mengirimkan ke:

Rekening bank Mandiri
atas nama Yayasan Dakwah Islam Aswaja
nomor rekening 070.00.0664.8054.
Konfirmasi ke Koordinator SGTP III dengan bapak Aidy Ilmy HP/WA 0812.1011.796.
Mohon menambahkan jumlah transfer dengan akhir digit "99", contoh Rp 500.099;

 Catatan:
1. Kami tidak memungut biaya administrasi dan menyalurkan keseluruhan dana ke kegiatan di Papua Barat.
2. Untuk mengunjungi lokasi dapat menghubungi koordinator di tempat dengan ustadz Agus Setyabudi di HP./WA. 0852.2774.8441.
3. Bangunan Madrasah Diniyyah Al-Ibriz Iru Nigeiyah di kompleks pemukiman suku Kokoda di Kurwato adalah sumbangan dari kegiatan SGTP I-III.
4. Yayasan Dakwah Islam Ahlussunnah wal Jamaah memperoleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor AHU: 0028651.AH.01.04.

#SantriGoesToPapua #PPMaswaja #LTNPBNU #MuslimPapua #SukuKokodaKurwato