Saudi Mengaku Sebagai Penyandang Dana Penyebaran Wahabisme Selama Perang Dingin

 
Saudi Mengaku Sebagai Penyandang Dana Penyebaran Wahabisme Selama Perang Dingin

LADUNI.ID, Jakarta - Arab Saudi mengaku sebagai penyandang dana penyebaran Wahhabisme ke seluruh dunia atas permintaan negara-negara Barat untuk membantu melawan Uni Soviet selama Perang Dingin.

Wahabisme, sebuah paham yang mengajak umat Islam kembali ke ajaran Quran dan Hadis, Gerakan Wahhabi dimulai sebagai gerakan revivalis di wilayah terpencil nan gersang di Najd. Dengan runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah setelah Perang Dunia I, dinasti Al Saud menjadi penyokong utama Wahhabisme, dan menyebar ke kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Setelah penemuan minyak di dekat Teluk Persia pada tahun 1939, Kerajaan Saudi memiliki akses terhadap pendapatan ekspor minyak, pendapatan yang tumbuh hingga miliaran dollar. Uang ini - digunakan untuk menyebarkan dakwah wahhabi melalui buku, media, sekolah, universitas, masjid, beasiswa, beasiswa, pekerjaan bagi para jurnalis, akademisi dan ilmuwan Islam  hal ini memberikan Wahhabisme sebuah "posisi kekuatan yang unggul" dalam Dunia Islam global. (Wikipedia)

Pengakuan tersebut langsung disampaikan oleh Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman, kepada Washington Post saat melakukan lawatan ke Amerika Serikat yang dimulai Selasa, 20 Maret 2018, pekan lalu.

"Sekutu Barat mendesak negaranya untuk berinvestasi dalam wujud masjid dan madrasah di luar negeri selama Perang Dingin. Tujuannya, untuk mencegah perambahan pengaruh Uni Soviet kini Rusia di negara-negara Muslim, Ujarnya"

Putra Mahkota berusia 32 tahun ini menambahkan, Arab Saudi sempat kehilangan jejak atas upaya tersebut, "Tapi kami harus mendapatkannya."

Menurutnya, pendanaan untuk penyebaran Wahhabisme saat ini kebanyakan berasal dari "yayasan" yang berbasis dari Saudi, bukan dari pemerintah kerajaan. Wawancara media Amerika Serikat (AS) dengan Pangeran Mohammed selama selama 75 menit itu berlangsung pada 22 Maret 2018,ketika dia mengakhiri perjalanannya di Amerika Serikat.

Topik diskusi lain termasuk klaim media-media AS bahwa Mohammed bin Salman memiliki penasihat senior Gedung Putih, Jared Kushner, "di sakunya" juga dibahas.

Mohammed bin Salman membantah laporan bahwa ketika dia dan Kushner yang juga menantu Presiden Donald Trump—bertemu di Riyadh pada bulan Oktober, dia menerima lampu hijau dari Kushner untuk operasi anti-korupsi besar-besaran. Menurut Mohammed, penangkapan massal itu adalah masalah dalam negeri dan telah dikerjakan selama bertahun-tahun.

Baginya, akan "benar-benar gila" jika berdagang informasi rahasia dengan Kushner dengan mempertaruhkan kepentingan Saudi. Dia menegaskan bahwa hubungannya dengan Kushner berada dalam konteks pemerintahan yang normal. Hanya saja dia mengakui telah berteman dengan Kushner yang lebih dari sekedar mitra.

Pangeran Mohammed juga mengaku memiliki hubungan baik dengan Wakil Presiden Mike Pence dan pejabat lain di Gedung Putih.