Pandangan Ahli Fikih tentang Status Kenajisan Anjing

 
Pandangan Ahli Fikih tentang Status Kenajisan Anjing

LADUNI.ID, Jakarta - Video yang belakangan viral yang menampilkan seorang perempuan memasuki sebuah masjid dengan membawa seekor anjing, menjadi perbincangan publik. Hal itu berkaitan dengan pandangan fikih mengenai status anjing

Al-Qur’an sudah menjelaskan, misalnya, ketika menceritakan tentang kisah Ashabul Kahfi bersama anjingnya. Ada pula kisah hikmah yang dimuat dalam kitab Shahih Al-Bukhari tentang kisah seorang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.

Lalu, bagaimana sebenarnya tanggapan para Fuqaha’ (ulama ahli fikih) tentang status kenajisan anjing. Secara garis besar, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat mengenai status anjing. Pertama adalah golongan yang menghukumi anjing sebagai binatag najis. Sementara kedua adalah golongan yang berpendapat bahwa anjing bukan binatang yang najis.

Perbedaan kedua pendapat ini didasari atas sebuah hadis Rasulullah saw.

طُهُورُ إِنَاءِ أحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الكَلْبُ أنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

Sucinya wadah kalian apabila dijilat oleh anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dicampur dengan debu.” (HR. Muslim)

Madzhab Hanafi dan Maliki yang menghukumi suci pada anjing memberikan komentar atas hadis tersebut, bahwasanya yang dibicarakan hanya berkutat pada jilatannya. Tidak secara tegas menghukumi kenajisan anjing. Meskipun berpendapat demikian, kelompok ini tetap mengharuskan membasuh sebanyak tujuh kali dengan campuran debu di salah satu basuhannya terhadap benda yang dijilat anjing sebagai bentuk Ta’abudi (dogmatis).

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN