Hukum Shalat Jamaah Tapi Berbeda Niat antara Makmum dan Imam

 
Hukum Shalat Jamaah Tapi Berbeda Niat antara Makmum dan Imam
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Shalat berjamaah merupakan salah satu amal ibadah yang dihukumi sunn ah muakkad (sunah yang sangat dianjurkan), bahkan sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif).

Dalam pelaksanaan shalat berjamaah terdapat aturan yang telah ditentukan oleh hukum fiqih, seperti kriteria pengangkatan seorang imam dan kewajiban makmum untuk mengikuti seluruh gerakan imam.

Namun terkadang terjadi satu praktik bedanya niat shalat makmum dan shalat imam. Misalnya terdapat seorang yang sedang melakukan shalat sunnah ba'diyah atau shalat qadha, kemudian datanglah seseorang untuk melakukan shalat berjamaah sebagai makmumnya dengan cara menepuk pundak orang yang sedang shalat tadi dengan niat shalat fardhu. Lalu bagaimanakah hukum shalat dalam kondisi seperti ini? Sah atau tidak shalatnya orang yang bermakmum tadi?

Mengenai persolan tersebut, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab. Namun dalam hal ini akan dielaskan dari sudut pandang ulama Syafi'iyah. Dalam hal berniat shalat jamaah seperti contoh di atas, misalkan orang yang shalat pertama berniat shalat munfarid (sendirian), sedangkan orang yang datang kemudian bermakmum dan berniat shalat berjamaah. Dalam hal ini kewajiban niat berjamaah hanya diwajibkan kepada makmum sedangkan imam tidak diwajibkan untuk niat shalat berjamaah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Kifayatul Akhyar berikut ini:

وَصَلَاة الْجَمَاعَة مُؤَكدَة وعَلى الْمَأْمُوم أَن يَنْوِي الْجَمَاعَة دُوْنَ الْإِِمَامِ 

"Shalat Jamaah hukumnya sunnah muakkadah. Makmum wajib berniat jamaah sementara imam tidak wajib."

Pada dasarnya, niat menjadi imam dalam shalat berjamaah hukumnya adalah sunnah, kecuali dalam shalat Jumat, maka niatnya adalah wajib. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab berikut ini:

يَنْبَغِي لِلْإِمَامِ أَنْ يَنْوِيَ الْإِمَامَةَ فَإِنْ لَمْ يَنْوِهَا صَحَّتْ صَلَاتُهُ وَصَلَاةُ الْمَأْمُومِينَ وَالصَّوَابُ : أَنَّ نِيَّةَ الْإِمَامَةِ لَا تَجِبُ، وَلَا تُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الِاقْتِدَاءِ وَبِهِ قَطَعَ جَمَاهِيْرُ أَصْحَابِنَا، وَسَوَاءٌ اقْتَدَى بِهِ رِجَالٌ أَمْ نِسَاءٌ ، لَكِنْ يَحْصُلُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ لِلْمَأْمُوْمَيْنِ، وَفِيْ حُصُوْلِهَا لِلْإِمَامِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ

"Selayaknya imam niat menjadi imam, jika ia tidak niat menjadi imam, maka sah shalatnya dan shalatnya makmum. Yang benar adalah bahwa niat imamah tidaklah wajib, dan niat imamah tidaklah disyaratkan untuk keabsahan bermakmum, pendapat ini telah ditetapkan oleh Jumhur Mazhab Syafi'iyah, tidak disyaratkan niat imamah tersebut, baik makmumnya para pria, maupun makmumnya para wanita, meskipun demikian mereka tetap mendapatkan fadhilah berjamaah. Tetapi mengenai imam mendapatkan fadhilah jamaahnya atau tidak, ada tiga pendapat, (tidak mendapat fadhilah jamaah, mendapat fadhilah jamaah, mendapat fadhilah jamaah jika tahu dan lalu pasang niat imamah)."

Jika kondisinya ternyata orang yang shalat pertama niatnya melaksanakan shalat sunnah, lalu orang yang datang bermakmum niatnya shalat fardhu atau misalkan orang yang sedang shalat fardhu lainnya bermakmum kepada orang yang sedang shalat fardhu yang lain seperti imam berniat shalat Ashar dan makmum berniat shalat Dzuhur, maka hukum shalat seperti itu hukumnya diperbolehkan dan sah. Berikut penjelasan Imam Nawawi terkait hal itu dalam Kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab:

وَيَجُوزُ أَنْ يَأْتَمَّ الْمُفْتَرِضُ بِالْمُتَنَفِّلِ وَالْمُفْتَرِضُ بِمُفْتَرِضٍ فِي صَلَاةٍ أُخْرَى لِمَا رَوَى جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " كَانَ يُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عشاء الْآخِرَةَ ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فِي بَنِي سَلِمَةَ فَيُصَلِّيَ بِهِمْ " هِيَ لَهُ تَطَوُّعٌ وَلَهُمْ فَرِيضَةُ الْعِشَاءِ وَلِأَنَّ الِاقْتِدَاءَ يَقَعُ فِي الْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ وَذَلِكَ يَكُونُ مَعَ اخْتِلَافِ النِّيَّةِ

"Boleh seorang yang shalat fardhu bermakmum kepada orang yang shalat sunnah, dan orang yang shalat fardhu bermakmum kepada orang yang shalat fardhu dalam shalat yang lain berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Mu’adz r.a. melakukan shalat Isya’ di waktu akhir bersama Rasulullah SAW, kemudian ia mendatangi kaumnya di Bani Salimah, lantas menjadi imam shalat bersama mereka, shalat itu baginya (hukumnya) merupakan shalat sunnah, sementara bagi mereka merupakan shalat fardhu Isya’, di samping itu karena bermakmum tersebut terjadi dalam perbuatan-perbuatan yang dzahir, padahal perkara itu berbeda niatnya."

Kesimpulannya adalah bahwa dalam mazhab Syafi'i perbedaan niat shalat antara imam dan makmum seperti contoh di atas adalah sah secara mutlak shalat jamaahnya. Jadi meskipun imam shalat sunnah dan makmum shalat fardlu, imam shalat Dzuhur dan makmum shalat Ashar hukumnya sah. Wallahu A'lam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 21 September 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim