Wisata Ziarah dan Berdoa di Makam Kyai Modjo Minahasa

Memperoleh Donasi Sebesar : Rp 0. Donasi Sekarang
 
Wisata Ziarah dan Berdoa di Makam Kyai Modjo Minahasa

Sekilas Sejarah

Kyai Modjo adalah putera pasangan Iman Abdul Ngarip, seorang ulama di Desa Baderan, dan R.A Mursilah yang adalah saudara perempuan Sri Sultan Hemangkubuwono III. Karena Diponegoro adalah putera HB III, itu berarti Kyai Mojo adalah sepupunya. Meski demikian Kyai Mojo disapa paman oleh Diponegoro untuk menghormatinya.

Kyai Mojo adalah ulama sakti yang menjadi penasehat spiritual Pangeran Diponegoro yang mengobarkan perang Jawa melawan pasukan kolonial Belanda pada 1825 - 1830, dan bergabung sejak hari pertama pasukan Pangeran Diponegoro berada di Goa Selarong.

Pada 17 November 1828, terjadi penangkapan di desa Kembang Arum, Jawa Tengah oleh Belanda. Kyai Madja dibawa dan diasingkan ke Batavia kemudian diasingkan kembali ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Selama masa pengasingannya, Kyai Madja mendirikan kampung Jawa Tondano di Minahasa dan menjadi awal masuknya Agama Islam di Minahasa.

Di Tondano ia menyalurkan ilmu kesaktiannya yaitu ilmu kanugaran yang dipelajarinya di Ponorogo, kepada pengikutnya dalam bentuk ilmu bela diri. Ilmu bela diri ini lah yang kemudian menjadi cikal bakal pencak silat. Kyai Madja wafat di tempat pengasingan pada tanggal 20 Desember 1849 diusia 57 tahun.

 

Lokasi Makam

Makam Kyai Modjo, satu-satunya makam di dalam kompleks yang memiliki undakan sembilan. Di dekat cungkup Makam Kyai Modjo terdapat cungkup Makam KH Hasan Maulani atau Eyang Lengkong, karena berasal dari Desa Lengkong, Garawangi, Kabupaten Kuningan. Kyai Hasan, yang oleh orang Kuningan disebut ”Eyang Menado”, ditangkap Belanda pada 1837 lalu dibawa ke Ternate. Dari sana dipindahkan ke Kema, dan tiga bulan kemudian dibawa ke Kampung Jaton. Komplek Makam Kyai Modjo di Desa Wulauan, Kecamatan Tolimambot, Minahasa, Sulawesi Utara.