Biografi KH. Muhammad Sanusi

 
Biografi KH. Muhammad Sanusi
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Metode Pengajaran
3.2  Melawan Penjajahan

4.    Karya-Karya
5.    Chart Silsilah Sanad

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Markab atau yang akrab dipanggil KH. Muhammad Sanusi atau Mbah Sanusi lahir pada malam Jum’at, 12 Rabi’ul awal 1322 H / 12 Januari 1904 M. di Desa Winduhaji, Kuningan, Jawa Barat. Beliau merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara, dari pasangan KH. Agus Ma’ani bin Kyai Aki Natakariya dengan Ibu Nyai Asnita binti Kuwu Kyai Kauri.

Adapun saudara-saudara beliau diantaranya: Aminah (meninggal dunia saat usia 8 tahun), Mir’ati (meninggal dunia saat berusia 6 tahun), Sarpan (Abdur Rahim), Zaenab, Suknasih, Kasem (meninggal dunia saat usia 7 hari). Sedangkan saudara yang se-ayah lain ibu, adalah Kun’ah dan Saodah (meninggal dunia saat usia 5 tahun).

1.2 Riwayat Keluarga
Pada suatu hari KH. Sanusi mendapat panggilan dari KH. Amin Sepuh dan diberi tahu bahwa kyai menjodohkan KH. Sanusi dengan saudari iparnya.

Padahal di rumah, KH. Sanusi pun dijodohkan dengan putri Kuwu bernama Nyai Robi’ah. KH. Sanusi pun mulai dilema. Akhirnya melakukan Shalat Istikhoroh, dan mendapat jawaban bahwa harus menikah dengan apa yang dijodohkan oleh Kyainya.

Maka pada tanggal 10 Syawal 1344 H (1926), KH. Sanusi menikah dengan Nyai Hj. Sa’adah binti KH. Ali bin Kyai Masinah, seorang janda dari Kyai Halif (Desa Lontangjaya). Nyai Sa’adah merupakan kakak ipar dari KH. Amin sepuh dan telah mempunyai seorang putra bernama Atho’illah.

Meskipun secara status KH. Sanusi Sanusi adalah saudara tua KH. Amin Sepuh, namun KH. Sanusi tetap takdzim dan menghormati KH. Amin Sepuh sebagai gurunya. Hingga di kemudian hari KH. Amin Sepuh dijuluki sebagai Kyai Sepuh, dan KH. Sanusi dijuluki sebagai Kyai Anom.

1.3 Wafat
Pada hari Jum’at tanggal 31 Mei 1974 M. bakda Isya’, semua putra-putri Mbah Sanusi dipanggil menghadap ayahnya, dikarenakan ayahnya mengalami sakit yang cukup parah. Sambil menasihati dan memberikan beberapa wasiat, minta dipijiti hingga pukul 23.00 WIB mereka disuruh pulang kembali.

Esok harinya, Sabtu, 1 Juni 1974 M. pukul 08.00 WIB KH. Sanusi kembali memanggil putranya untuk di antarkan ke RSU Gunung Jati Cirebon yang ternyata menurut diagnosa dokter bahwa jantung KH. Sanusi telah pecah. Hingga beberapa saat kemudian, tepatnya pada pukul 12.30 WIB KH. Sanusi menghembuskan nafas terakhirnya.

Menjelang maghrib, jenazah KH. Sanusi dikebumikan di pemakaman keluarga di depan Masjid Jami’ Raudhotu At-Tholibin Pondok Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon, berdampingan dengan makam gurunya, KH. Amin Sepuh.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Pada saat usia 10 tahun, Kyai Sanusi disekolahkan di Volk School (Sekolah Rakyat) yang terletak di Desa Ciporang. Kendati sudah berumur 10 tahun, Kyai Sanusi termasuk murid yang paling kecil. Dalam buku catatan Kyai Sanusi, setiap sore dirinya selalu mengaji di pesantren KH. Ghazali.

Pada masa kecilnya, Kyai Sanusi diberi julukan “anak kecil yang pandai menjawab”, dikarenakan selalu bisa menjawab setiap pertanyaan KH. Ghazali tentang ilmu faraidh (ilmu waris) yang terkenal rumit secara spontanitas dengan benar. Padahal para santri yang lain tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Tanggal 10 Juli 1915 M, Kyai Sanusi menerima surat tanda tamat belajar dari sekolah Ciporang dengan prestasi juara satu.

Setelah tamat Sekolah Rakyat dan tamat pengajian di KH. Ghazali, Kyai Sanusi meneruskan pendidikannya di Sekolah Dinas (Sekolah Calon Birokrat) di Kabupaten Kuningan. Di sekolah inilah Kyai Sanusi mendalami hobi menulisnya hingga beliau pernah memenangkan kejuaraan penulis lagu terbaik.

Tanggal 11 Dzul Qo’dah 1337 H, Kyai Sanusi mulai belajar di pesantren asuhan KH. Damanhuri Pakebon selama kurang lebih 6 bulan, lalu Kyai Sanusi dipindahkan oleh KH. Damanhuri ke Pesantren Sarajaya Karangsembung, Sindanglaut, Cirebon, yang diasuh oleh KH. Zen, karena terlalu pintar di pesantren ini Kyai Sanusi diperlakukan lebih istimewa dengan memperoleh kamar yang juga dihuni oleh Kyai-nya, sehingga setiap saat Kyai Sanusi bisa mensuri tauladani sosok seorang guru.

Baru setengah tahun di pesantren Sarajaya, Kyai Sanusi mendapat kabar ibunda tercintanya sakit dan disuruh pulang. Setelah diberitahu hingga tiga kali masih belum pulang, akhirnya Kyai Sanusi dijemput paksa oleh saudaranya yang bernama Kerta Adiwangsa.

Karena kegigihannya dalam belajar, Kyai Sanusi menolak untuk pulang dan memilih tinggal di pesantren untuk mengaji. Menurut cerita dari Kyai Mudzakir, cucu dari Kyai Sanusi, sampai pada akhirnya pengasuh memerintahkan Kyai Sanusi Sanusi untuk pulang.

“Pulanglah sejenak, masalah panjang-pendeknya umur tidak ada yang tahu. mengenai ngaji, mungkin bisa nambal (dilanjut)”.

Tiga hari sepeninggal ibundanya, Kyai Sanusi memilih berangkat kembali ke pesantren untuk menimba ilmu yang sempat tertinggal. Ujian yang menghalangi Kyai Sanusi dalam belajar tidak cukup hanya itu. Di pesantren, Kyai Sanusi dibenci oleh teman santrinya yang iri dengan Kyai Sanusi. Kejahilannya selalu mengancam keselamatan Kyai Sanusi.

Tak hanya itu, Kyai Sanusi diberikan musibah berupa penyakit kulit yang sangat menjijikan. Kulitnya bernanah dan berbau busuk-amis. Akibat itulah Kyai Sanusi semakin dijauhi oleh seluruh teman-temannya. Apabila saatnya mengaji, Kyai Sanusi selalu dipisah tempatnya di bawah kolong (saat itu langgar berupa rumah panggung yang terbuat dari bilik kayu.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Kyai Sanusi menjadi kaligrafer bayaran. Karya-karyanya sering dijual bahkan hingga sering mendapat orderan karena tulisan Kyai Sanusi (baik arab maupun latin) sangat bagus sekali. Hasil uang yang didapat Kyai selalu digunakan untuk membeli kitab. Bahkan sering pula mengirimkan uang ke rumah untuk kebutuhan sekolah adiknya.

Kendati secara materi telah tercukupi, Kyai Sanusi selalu hidup dalam ke-zuhudan. Bahkan pernah suatu ketika, Kyai Sanusi makan nasi yang dicampur sedikit pasir bersih dengan tujuan menghilangkan rasa nafsu hayawani. Kyai tidak pernah mau makan sebelum beliau hafal setiap mata pelajaran yang beliau pelajari.

Pada Hari Rabu, 4 Sya’ban 1341 H (1922 M) Kyai Sanusi pindah ke pesantren di Pondok Babakan, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat. Jumlah santri saat itu masih 60 orang dengan lurah pondoknya bernama KH. Nawawi dari Majalengka. Sementara pengasuhnya adalah KH. Isma’il, KH. Dawud, KH. Muhammad, dan KH. Amin Sepuh.

Meski sudah sebulan mondok di Babakan, Kyai Sanusi mengalami tidak betah di situ. Karenanya Kyai Sanusi menghadap kyai untuk meminta nasihat.

Adapun nasihatnya berupa “orang mesantren itu sama dengan orang yang bertapa. Kalau tidak kuat menghadapi godaan, tidak akan sukses. Orang yang akan sukses besar tentu godaannya besar pula. Ibarat pohon yang menjulang tinggi, maka akan semakin besar angin yang menerpa. Maka bersabarlah”.

Karena kecerdasan ide dan kepintaran ilmunya, Kyai Sanusi dipercaya menjadi kepala pondok. Diamanahi menjadi kepala pondok membuat banyak menyita waktu Kyai Sanusi karena harus membagi waktu antara mengurus santri dan mengaji.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Ghazali,
  2. KH. Damanhuri,
  3. KH. Zen,
  4. KH. Zakaria,
  5. KH. Amin Sepuh.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Metode Pengajaran
Sewaktu KH. Sanusi mulai mengajar di Pondok Pesantren Babakan tahun 1922 M, dimulailah pengajian nahwu dengan menggunakan sistem tahriran serta diajarkannya tulis-menulis secara kurikulum madrasah. Hal ini belum pernah terjadi di Pondok Pesantren manapun.

Oleh karena itu, banyak tokoh ulama sekitar yang tidak menyetujuinya karena dianggap sistem tahriran seperti bioskop dan sistem madrasah Tasyabbuh dengan penjajah Belanda, karenanya harus dihindarkan.

Sebenarnya tujuan utama KH. Sanusi hanya ingin mengarahkan bagaimana cara belajar yang efektif. beliau berpikir, jika cara itu dihentikan, maka jelas akan berakibat memperlambat kemampuan bernalar, optimalisasi penguasaan isi materi menjadi tidak sempurna.

KH. Sanusi pura-pura tidak mendengar saja dan terus menjalankan keyakinannya dalam membuat program tersebut. Hingga pada suatu hari datanglah sepucuk surat dari kantor POS Jamblang yang ditunjukan kepada beliau. isinya bernada ancaman.

“Sanusi, kamu harus menghentikan sistem pengajian dan madrasah. kalau tidak menurut, mending kamu mampus ke Kuningan!” wassalam, Johar Balarante.

Setelah menerima surat itu, hati KH. Sanusi terenyuh dan sedih. Untuk itu KH. Sanusi berniat mengecek kebenaran surat itu dan sekaligus tabayyun/klarifikasi ke KH. Johar di Balarante. Ternyata sesampainya di Balarante tidak terjadi apa-apa. Bahkan KH. disambut hangat dan dihormati.

Untuk lebih meyakinkan, akhirnya KH. Sanusi memberanikan diri menanyakan langsung kepada beliau, “maaf Rama, apa benar Rama kirim surat ke saya?”. Dijawab oleh KH. Johar “Tidak, apa ada surat? Lewat mana datangnya?” maka beliau pun menjawab, “ada Rama, dari Kantor Pos”.

Kemudian dibacalah surat itu oleh KH. Johar, dan diklarifikasi oleh KH. Johar bahwa beliau tidak pernah mengirimkan surat itu. KH. Johar hanya tidak mengizinkan beliau mengajar dengan sistem seperti orang kafir. Namun, jika tidak ada metode lain, gunakan saja lembaran kertas yang lebar, kemudian ditulisi.

Agar ketika selesai digunakan bisa digulung, dan ketika dibutuhkan lagi bisa dibuka. Menurut KH. Johar, yang terpenting jangan sampai menggunakan papan tulis kapur yang digunakan untuk menulis Al-Qur’an/Hadis. Karena apabila dihapus akan menjadi debu yang beterbangan. Dan apabila diinjak sama artinya menginjak Al-Qur’an.

KH. Sanusi pun menuruti saran KH. Johar. Namun, setelah satu tahun menjalaninya dan dirasa kurang efektif, maka KH. melakukan taktik baru, yaitu tetap membuat papan tulis yang diberi bingkai bentuk asbak bertujuan supaya menjadi wadah bagi debu kapur yang telah dihapus.

Namun demikian, KH. Sanusi tetap tawadhu’ dan mengormati semua Kyai Sepuh meskipun banyak orang tahu bahwa karismatik beliau lebih tinggi daripada para Kyai sepuh lainnya. Sifat tawadhu’ beliau yang patut disuritauladani seperti kepada KH. Amin Sepuh (Adik Iparnya) tetap tidak berani berjalan mendahuluinya, atau sholat di depannya.

Bahkan untuk hal semacam sandal pun jika kebetulan berada di tempat yang sama, KH. Sanusi tidak pernah berada didepan sandal KH. Amin Sepuh dikarenakan rasa takdzim-nya terhadap beliau. Begitulah cerita dari KH. Ali Munir, cucu dari KH. Sanusi yang saat ini menjadi Pengasuh Pesantren Assanusi.

3.2 Melawan Penjajah
Pada zaman perjuangan merebut kemerdekaan, andil KH. Sanusi sangatlah besar. Terutama dalam pengadaan bidang logistik dan persenjataan. KH. Sanusi banyak mengirim pedang panjang, bambu runcing, dan keris kepada para santinya serta pasukan Hizbullah. Tak hanya itu, beliau juga banyak merekrut para pemuda untuk ikut berjuang melawan penjajahan.

Bahkan pernah diceritakan bahwa Hadratussyekh KH. Hasyim ‘Asy’ari bersama Bung Tomo di Surabaya tidak akan menyatakan perang sebelum mendapat restu dari ulama Cirebon, salah-satunya KH. Muhammad Sanusi. Beliau-lah yang mencetuskan resolusi jihad bersama KH. Hasyim Asy’ari dan ikut bertempur bersama Bung Tomo.

KH. Sanusi pun sudah sering keluar-masuk penjara karena hal itu. Perlakukan kurang manusiawi dilakukan para pemberontak terhadap beliau. Pukulan dengan gagang senapan laras panjang kerap kali diterima KH. Sanusi. Akibatnya, beliau agak sedikit condong bila berjalan.

5. Karya-Karya
Dibalik sosok KH. Muhammad Sanusi yang tegas berwibawa dan alim, ternyata beliau adalah seorang penulis yang produktif. Terlihat dari banyaknya buku catatan yang banyak mengupas perjuangan para santri dalam meraih kemerdekaan, sejarah pesantren, hingga riwayat hidup dirinya sendiri.

KH. Sanusi merupakan seorang ulama yang pandai bersyair. KH. Sanusi pun banyak sekali mengarang kitab dari perbagai disiplin ilmu seperti Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Falak, Faraidh, Nahwu, Shorof, Fiqih, Tafsir, Akhlaq, maupun Tasawuf. Kitab-kitab yang ditulis KH. Sanusi merupakan kitab yang bertuliskan Bahasa Jawa Pegon (Bahasa Jawa yang ditulis menggunakan huruf Arab), Bahasa Indonesia, Bahasa Arab.

Karya-karya KH. Sanusi diantaranya:

  1. “Jadwal Shalat Abadi” yang digunakan hampir di semua wilayah III Cirebon (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan). Jadwal shalat abadi ini dibuat pada tahun 1359 H.
  2. “Kitabul Adab fii durusi Al-Awwaliyah fii Al-Akhlaqil Mardhiyah”yang ditulis dalam Bahasa Jawa ini berisi tentang tata krama murid terhadap guru, anak terhadap orang tua, rakyat terhadap pemerintah, tatakrama orang mencari ilmu, tatakrama persahabatan (pergaulan), tatakrama seseorang terhadap dirinya sendiri dan masih banyak lainnya seputar adab.
  3. “Tanwiir Al-Qulub” yang berupa sya’ir berbahasa Jawa tentang aqidah, menjelaskan tentang Ahlu Sunnah wal Jama’ah, surga dan neraka, tauhid, malaikat dan sebagainya.
  4. “Sya’ir Wasiat” yang ditulis dalam bahasa Indonesia, berisi tentang tuntunan untuk mencari ilmu yang benar.
  5. “Kitab At-Tabsyiru wa At-Takhdziru” berupa sya’ir berbahasa Jawa pegon yang mengupas kejadian-kejadian di akhirat seperti nikmat kubur, azab kubur, hisab, syafaat, haudh, dan lain-lain.
  6. “Bisyri Al-Anami bi Fadho.ili Al-Hikami As-Shiyami ‘Alaa Madzahibi Al-A’immati Al-Arbi’atil A’lami.” Kitab ini berbahasa Arab yang menjelaskan seputar ibadah puasa dan keutamaan-keutamaannya.
  7. “Aronu Kalaami fii Syi’ri Al-‘Ilmi An-Nahwi Billughotil Jawiyah” yang berupa syair kitab Jurumiyah Tahriran. Kitab ini ditulis dalam Bahasa Jawa tentang nahwu yang merujuk pada kitab jurumiyah.
  8. “Tadzkirotul Ikhwan” yang ditulis dalam bahasa Arab, membahas seputar aqidah-akhlaq.
  9. “Baabu Al-Jum’ati wa Dzuhri” yang ditulis dalam bahasa Arab, membahas seputar syarat, rukun dan sunnah shalat jum’at dan dzuhur.
  10. “Kitab Fasolatan”, kitab ini membahas seputar do’a-do’a dan niat shalat wajib, panduan shalat sunnah, panduan tahlil dan lain-lain.

6. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Muhammad Sanusi dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

Artikel ini sebelumnya diedit pada tanggal 01 Juni 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 12 Januari 2024.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya