Undip Semarang Ciptakan Tangan Bionik untuk Difabel

 
Undip Semarang Ciptakan Tangan Bionik untuk Difabel

LADUNI.ID, Semarang - Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mengembangkan sebuah teknologi bonik yang sangat berguna untuk difabel. Teknologi tersebut adalah tangan bionik. Tangan buatan tersebut bisa disetel kepekaan sensornya cukup dengan telepon seluler.

Ketua Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUI PT) Teknologi Kesehatan Center for Bio Mechanics, Bio Material, Bio Mechatronics, and Bio Signal Processing (CBIOM3S) Undip, Rifky Ismail mengatakan bahwa risetnya tersebut sudah dimulai sejak tahun 2015 dan menghasilkan tangan bionic.

"Kita sebenarnya mulai riset sejak 2015. Riset tangan robot pelan-pelan ubah jadi tangan bionik. Sudah punya 4 jenis produk tangan bionik, ini yang keempat. Ada Asta Bionic Hand, Bimo Bionic Hand, Albiondi Bionic Hand dan Bionic Hand 2020," Rifky Ismail, sebagaimana dikutip Laduni.id dari laman detikcom, Selasa (4/2).

Dia juga menjelaskan bahwa selain itu ada juga menggunakan enceng gondok untuk bagian lengannya atau soket. Hal itu dilakukan untuk menekan harga karena ternyata enceng gondok bisa setara fiber jika sudah diolah.

"Di Rawa Pening eceng gondok jadi gulma kita ingin agar tidak diposisikan jadi gulma. Jadi kita manfaatkan dalam soket tangan bionik," jelas Rifky.

Beberapa pengembangan sejak generasi pertama hingga keempat, lanjut Rifky, tidak hanya pada teknologi namun juga kenyamanan penggunanya. Rifky mencontohkan dari ukuran sudah lebih pas dengan tangan orang Indonesia.

"Data yang digunakan data orang Indonesia. Yang Asto kebesaran, ternyata berpengaruh kepada kepercayaan diri kalau ukuran tangan kanan dan kiri beda," terangnya.

PUI PT Teknologi Kesehatan CBIOM3S Undip dibantu Perusahaan startup Karya Mandiri Diponegoro yang dipimpin oleh Gilar Pandu. Menurut Pandu, kecanggihan tangan bionik yang baru itu salah satunya terletak pada kemudahan pengaturan setelan yang bisa disesuaikan dengan mudah lewat ponsel berbasis Android.

"Lewat aplikasi di Android bisa setting tingkat kepekaan. Misal badan tidak fit kan kepekaan sensor berubah, jadi pengguna bisa atur sensitivitas sensornya," jelasnya.

Saat ini pengembangan masih terus dilakukan. Rifky, Pandu, dan pihak yang membuat tangan bionik di Undip berharap akan ada riset untuk membuat sensor sendiri, karena saat ini baru bisa diperoleh dengan impor. Sedangkan bahan-bahan lainnya mayoritas membuat sendiri mulai dari soket, komponen jari jemari, dan lainnya. Mereka juga memanfaatkan printer 3D untuk membuat tangan bionik.

Bukan hanya kepekaan sensor, Pandu juga menjelaskan bahwa pengguna juga bisa menentukan gerakan sesuai rangsangan pengguna ke sensor. Ia mencontohkan pengguna bisa mengatur agar satu jari saja yang menunjuk karena fungsinya untuk menyalakan lampu.

Sehingga tangan bionik buatan Undip tersebut bisa digunakan berbagai aktivitas. "Ada gerakan default, tapi bisa juga seting gerakan," ujarnya.

Tangan bionik buatan Undip itu ternyata sudah banyak diminati. Tahun 2019 sudah ada 7 tangan bionik yang digunakan penyandang disabilitas. Terkait harga, Pandu tidak bisa menjelaskan detail karena harga menyesuaikan dengan permintaan pengguna.

"Kalau perbandingan dengan buatan UK, itu di sana harga bisa Rp 700 juta kita jauh di bawahnya. Untuk teknologinya bisa dibilang sama," pungkasnya.