Menerima Imbalan dari Orang yang Sakit

 
Menerima Imbalan dari Orang yang Sakit

LADUNI.ID, Sudah menjadi kebiasaan jika ada seseorang yang mengobati saudara atau keluarga kita, maka kita wajib memberi imbalan/ upah bagi yang mengobatinya.

Akan tetapi bolehkah meminta imbalan uang bila kita mengobati orang sakit melalui doa dan ayat-ayat suci Al-Qur'an menurut hukum islam ?

Mendengar ceramahnya Habib Novel Alaydrus sewaktu mengisi acara khatmul quran di Madrasah Murottilil Quran Jet Tempur, beliau mengatakan "SANGAT SANGAT BOLEH" menerima / meminta imbalan uang bila kita mengobati orang sakit melalui doa dan ayat-ayat suci Al-Qur'an. BOLEH karena termasuk akad JU’ALAH (upah, komisi) atau akad IJAARAH (sewa jasa). Keterangan diambil dari :

قال الزركشي ويستنبط منه جواز الجعالة على ما ينتفع به المريض من دواء أو رقية وإن لم يذكروه وهو متجه إن حصل به تعب وإلا فلا أخذا مما يأتي شرح م ر

Berkata az-Zarkasyi “darinya dapat diambil kesimpulan bolehnya menarik upah dari hal yang dapat bermanfaat bagi orang sakit baik berupa obat atau ruqyah (pengobatan dengan doa-doa secara syar’i) bila mengobatinya terdapat kesulitan bila tidak maka tidak boleh. [ Hasyiyah al-Bujairomi III/238, Majmuu’ ala al-Muhaddzab XV/116, Hasyiyah ar-ramli II/439, Nihayah al-Muhtaaj V/465 ].

تجوز الجعالة على الرقية بالجائز كالقرآن ، والدواء كتمريض مريض وعلاج دابة

Boleh mengambil upah dari pengobatan ruqyah memakai hal yang dilegalkan seperti (bacaan) alQuran dan obat semacam untuk menyembuhkan orang sakit atau untuk mengobati binatang ternak. [ Bughyah al-Mustarsyidiin I/350 ].

( فَرْعٌ ) تَجُوزُ الْجَعَالَةُ عَلَى الرُّقْيَةِ بِجَائِزٍ كَمَا مَرَّ وَتَمْرِيضِ مَرِيضٍ وَمُدَاوَاتِهِ ، وَلَوْ دَابَّةً ثُمَّ إنْ عَيَّنَ لِذَلِكَ حَدًّا كَالشِّفَاءِ وَوُجِدَ اسْتَحَقَّ الْمُسَمَّى وَإِلَّا فَأُجْرَةَ الْمِثْلِ .

[ CABANG ] Boleh mengambil upah dari pengobatan ruqyah memakai hal yang dilegalkan seperti keterangan yang lalu dan menyembuhkan / mengobati orang sakit meskipun (yang sakit) binatang ternak. Bila upahnya ditentukan berupa hal tertentu dan si sakit berhasil disembuhkan maka ia berhak mendapatkan upah (yang ditentukan) sedang bila kesembuhannya tidak didapatkan maka ia hanya berhak mendapatkan ujrah mitsli (upah wajah atas sebuah jasa). [ Tuhfah al-Muhtaaj XXVI/468, Hasyiyah al-Jamal VII/508 ].

( قَوْلُهُ لِعَدَمِ الْمَشَقَّةِ ) يُؤْخَذُ مِنْهُ صِحَّةُ الْإِجَارَةِ عَلَى إبْطَالِ السِّحْرِ ؛ لِأَنَّ فَاعِلَهُ يَحْصُلُ لَهُ مَشَقَّةٌ بِالْكِتَابَةِ وَنَحْوِهَا مِنْ اسْتِعْمَالِ الْبَخُورِ وَتِلَاوَةِ الْأَقْسَامِ الَّتِي جَرَتْ عَادَتُهُمْ بِاسْتِعْمَالِهَا

(Keterangan karana tidak terdapat kesulitan) dari sini disimpulkan sahnya mensewakan jasa untuk menolak sihir karena terdapat kesulitan bagi pelakunya (dalam menjalankan profesinya) dengan menulis, membakar kemenyan dan membaca doa-doa yang biasa dilakukan dalam menangani gangguan sihir. [ Hasyiyah al-Bujairomi III/169 ]. Wallaahu A'lamu Bis showaab

Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah