Pantaskah Kita Mengucap Aku Mencintaimu Lillahi Ta’ala?

 
Pantaskah Kita Mengucap Aku Mencintaimu Lillahi Ta’ala?

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak diksi dan kata yang bukan diletakkan pada tempatnya. Pengucapan dalam interaksi sehari-hari pun terdapat banyak kata tetapi dengan pemahaman yang keliru. Akibatnya, kata-kata yang diucapkan tidak sesuai dengan makna yang dikehendaki.

Hal ini juga berlaku bagi kata-kata yang diucapkan orang dengan mengutip ayat Al-Qur’an yang berbahasa Arab. Seringkali orang mengutip kata dan kalimat dalam Al-Qur’an yang hanya berdasarkan pada pengertian pada terjemahan bahasa Indonesianya. Padahal, bahasa Arab yang tedapat pada Al-Qur’an banyak yang memiliki arti berbeda dibanding terjemahannya.

Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Prof Dr Quraish Shihab bahwa, bahasa Al-Qur’an banyak memiliki makna terjemahan yang berbeda dengan makna aslinya. Sebagian contoh yang sangat populer di kalangan orang Islam adalah penyebutan kata “mendirikan shalat”.

Dalam kata mendirikan shalat (aqiimu as-shalat) ini, sebagaimana Prof Quraish Shihab jelaskan, Al-Qur’an tidak berkata mendirikan shalat, tetapi kata “aqiimu as-shalat” salah satu maknanya adalah melaksanakan dengan sempurna sesuai syarat dan rukunnya. Akibat dari kesalahan mengartikan itulah, banyak orang yang shalat tetapi tidak melaksanakan aqiimu as-shalat.

Pemisalan lain adalah kata “aatuz as-zakat” atau menunaikan zakat. Dalam kata ini, Al-Qur’an tidak sekadar mengartikan menunaikan zakat, tetapi lebih dari itu, kata aatu adalah berarti “antar”, sehingga mengandung pengertian: antarlah zakat itu, sempurnakan itu zakat.

Contoh yang juga sangat populer dan banyak didengar di kalangan umat Islam (terutama kalangan milenial) adalah kata-kata: “aku mencintaimu lillahi ta’ala”. Prof Quraish Shihab mendefinisikan bahwa kata “lillahi ta’ala” adalah berarti “sesuai dengan ketentuan dan tuntutan Allah subhanahu wa ta’ala”. Bagaimana ketentuan Allah? Yakni, jangan berlebih dalam mencinta dan jangan berkurang. Karena itu, kalimat “aku mencintaimu lillahi ta’ala” dalam pandangan Prof Quraish Shihab, belum tentu merupakan kalimat yang benar.

Lebih lanjut, dalam bukunya yang berjudul Kosakata Keagamaan, Makna dan Penggunaannya, Prof Quraish Shihab memberikan penegasan bahwa kekuatan kata atau kalimat itu terletak pada isi dan buah yang dihasilkannya.

Oleh karena itulah, dalam pemakaian istilah-istilah agama Islam terutama yang terdapat dalam Al-Qur’an harus digunakan pada tempatnya. Sebab, banyak kosa kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dan kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari tetapi kita sendiri tidak paham pengertiannya.

Dengan demikian sudah saatnya kita hati-hati dalam penggunaan bahasa yang terdapat dalam Al-Qur’an, sebab di dalamnya terdapat makna yang belum banyak kita ketahui karena ilmu kita yang terlalu sedikit dan dangkal. Adapun tulisan ini merupakan penjelasan dari Prof Quraish Shihab mengenai kosakata yang belum dipahami secara benar, tetapi biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak makna yang lebih luas dan lebih dalam yang ada di dalam Al-Qur’an tetapi tidak kita ketahui. Jalan keluarnya, kita harus menanyakan kepada kalangan yang memang ahli, seperti ulama, mufasir dan sebagainya.

Akhirnya, melalui tulisan ini semoga dapat memberikan pencerahan kepada para pembaca bahwa untuk memahami Al-Qur’an tidak semudah hanya membaca terjemahannya. Aamiin.