Hukum Menikah di Bulan Muharram Menurut Prof. Quraish Shihab

 
Hukum Menikah di Bulan Muharram Menurut Prof. Quraish Shihab
Sumber Gambar: istockphoto, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan Prof. Quraish Shihab ditanya tentang pernikahan yang dilaksanakan di Bulan Muharram. Sebagian umat Islam merasa keberatan jika di bulan yang dikenang dalam sejarah terjadinya pembantaian Sayyidina Husein, justru diperingati dengan penuh suka cita, kegembiraan dalam sebuah pernikahan.

Di dalam Buku M. Quraish Shihab​ Menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui, sebelum menjawab, beliau bercerita tentang pernikahannya yang ternyata juga dilaksanakan di Bulan Muharram. Prof. Quraish mengaku bahwa ketika itu pun ada yang menganjurkan agar pernikahannya dimajukan atau ditunda sehingga tidak terjadi di Bulan Muharram. Tetapi pernikahannya tetap dilangsungkan dan semuanya sepakat menolak usul tersebut.

Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa Mufti Mesir, Syaikh Hassanin Makhluf pernah menjawab secara singkat pertanyaan tentang larangan menikah di Bulan Muharram. Syaikh Hassanain Makhluf menyatakan dengan tegas di dalam kumpulan fatwanya, “ini tidak ada dasarnya dalam agama dan bahwa penadapat itu adalah bagian dari kebodohan orang-orang awam.”

Sedangkan Syaikh Mahmud Syaltut, Mantan Pemimpin Tertinggi Al-Azhar Mesir, menguraikan secara panjang lebar persoalan ini dalam kumpulan fatwanya. Ulama kenamaan ini mengingatkan bahwa Bulan Muharram adalah satu dari empat bulan Haram (mulia) yang tentu saja tidak sempit hati jika bulan ini diadakan di dalamnya suatu kebaikan, kalau enggan berkata bahwa bulan ini menyambut segala macam kebaikan. Tentu saja perkawinan atau pernikahan adalah salah satu kebaikan yang menonjol.

Syaikh Mahmud Syaltut juga menyatakan bahwa kepercayaan yang keliru tentang Muharram lahir dari orang-orang yang didorong oleh ide tentang adanya waktu sial, padahal ide ini ditolak dengan tegas oleh Islam. Keyakinan ini juga disuburkan oleh kelompok yang berkabung melampaui batas.

Bahwa bersedih mengenang wafatnya Imam Husain r.a yang terbunuh mengenaskan pada Bulan Muharram adalah wajar. Tetapi kesedihan itu tidak harus dijadikan alasan untuk melarang atas nama agama atau budaya, terkait pelaksanaan perkawinan di Bulan Muharram. Apalagi masa berkabung yang diajarkan agama adalah tiga hari, kecuali bagi istri yang suaminya wafat, masa tunggu dan berkabungnya adalah selama empat puluh sepuluh hari.

Dengan demikian, pada akhirnya pilihan tanggal dan bulan pernikahan berpulang pada yang akan menikah sambil mempertimbangkan berbagai faktor. Sebab pernikahan adalah sesuatu yang mulia. Jangan sampai kemuliaan itu terhalang oleh sesuatu yang tidak baik. Wallahu ‘Alam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 Oktober 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim