Profil

Keberadaan Pondok Pesantren Darul Quranil Karim bermula dari perbincangan secara informal yang dilakukan oleh Dr.KH. Safwan Mabrur, MA Al-Hafidz dengan dr. Targhib, S.BS, Sony Sumarsono, Bapak Susilo, Bapak Qomarudin, Bapak Khozin di rumah mereka secara bergiliran. Pembahasan berlanjut dengan melibatkan tokoh-tokoh lain selain pemrakarsa yakni Bapak Bapak KH. Dr. Sofwan Mabrur dan dr. Targhib, S. BS, mereka adalah Sony Sumarsono, Bapak Susilo, Bapak Qomarudin, Bapak Achmad Khozin, Bapak Tarno, Bapak Fatikhul, Bapak Isna, Ibu Rahmini, Bapak Suwito NS, Bapak Suparjo, Bapak Safrudin Aziz.

Pembahasan tersebut menyepakati didirikannya Yayasan Pondok Pesantren Darul Quranil Karim. Nama pesantren tersebut atas usulan KH. Safwan dengan mempertimbangan fokus kegiatan pesantren ini yang akan lebih intens mendidik para santri terkait dengan al-Quran, baik menghafal, memahami, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan pesantren maupun di luar pesantren.

Pesantren ini awalnya menempati lokasi seluas 2 hektar, tanah wakafkan dari dr. Targhib, S. BS. Tanah tersebut kemudian berkembang menjadi 4 hektar. Kegiatan penting pertama yang disepakati oleh pengurus yayasan adalah pembangunan masjid di lingkungan pesantren. Pembangunan masjid dimulai dari silaturrahim dengan masyarakat setempat yang telah memiliki masjid dan mushalla sebagai sarana beribadah. Silaturrahim sebenarnya telah dilakukan sejak lama sebelum ada rencana pembangunan masjid.

Masjid menjadi program penting untuk memulai kegiatan pesantren ini. Dengan biaya patungan dari para donatur antara lain dr. Targhib, S. BS, mereka adalah Sony Sumarsono, Bapak Susilo, Bapak Qomarudin, Bapak Chozzin, Bapak Tarno akhirnya pembangunan selesai dan diresmikan. Ada sekitar 700 pengunjung yang berasal dari masyarakat sekitar Setelah pesantren dan yayasan terbentuk, maka pengurus merencanakan berbagai kegiatan di Pesantren. Terpikirlah pendirian madrasah atau lembaga pendidikan yang kegiatannya tersistemkan.

Pengurus Yayasan Bidang Pendidikan mendapatkan amanah untuk mempersiapkan segala hal yang terkait dengan pembukaan madrasah ini. Bidang pendidikan yang dimotori Dr. Suwito NS bersama teman-teman STAIN Purwokerto yang sekarang telah beralih status menjadi IAIN sejak Desember 2014 mencoba menjajagi kemungkinan pembukaan lembaga pendidikan yang dimaksud tersebut.

Di antara peserta rapat adalah Dr. Fauzi, M. Ag, Dr. Suparjo, MA, Safruddin Aziz, M. Pd. I., Dr. Nurkholis, M. Pd., Dr. H. Saefuddin, Muhammad Halim, M. Pd. Dan tentunya didampingi oleh pengasuh pesantren yakni KH. Dr. Sofwan Mabrur, MA. Rapat seringkali dilaksanakan setelah shalat ashar di Masjid Darun Najah IAIN Purwokerto. Pembahasan dimulai dari model pesantren seperti apa yang akan dipilih dan kurikulum seperti apa yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran.

Dengan berbagai pengalaman yang telah ada seperti Madrasah Tsanawiyah Yanbu’a di Kudus atau Madrasah Al-Fatih di Hambalang, Bogor dan berbagai pengalaman pendidikan di tempat lain, model Madrasah Tahfidz yang dikembangkan di Pesantren Daqu adalah Madrasah yang mengonsentrasikan diri pada Tahfidz al-Quran sebagai pelajaran inti pada kurikulumnya dan mapel madrasah seperti Aqidah, Ibadah Akhlak, Sirah Nabawiyah, Pengetahuan Umum (Matematika, IPA, IPS), dan Bahasa sebagai wujud implementasi dari pembelajaran al-Quran.

Dengan demikian, lulusan yang diharapkan setelah belajar selama 3 tahun di Madrasah Tahfidz Pesantren Daqu Karang Tengah, siswa diharapkan memiliki hafalan al-Quran 30 juz secara lancar dan baik, didukung dengan pegetahuan agama dan pengetahuan umum yang telah distandarkan oleh pemerintah.
Pengasuh
Dr. KH. Muhammad Saufan Al Hafizh

Pendidikan

Pendidikan Formal

1. SDI Darul Quran

Pendidikan non Formal

1. Tahfidzul Qur'an
2. Madrasah Diniyah
3. Majelis Musyawarah
4. TK
5. Kerja Paket B

 BACA JUGA:   Hukum Menjamak Shalat Karena Tuntutan Pekerjaan Menurut Prof. Habib Quraish Shihab