Biografi KH. Husein Muhammad

 
Biografi KH. Husein Muhammad
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Nasab

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru

3.    Penerus
3.1  Anak-Anak
3.2  Murid-Murid

4.    Jasa, Karya dan Karier
4.1  Jasa
4.2  Karya
4.2  Karier

5.    Kisah Teladan
5.1  Sosok Feminis
5.2  Kiai Pembela Perempuan

6.    Pengabdian
6.1  Mengasuh Pesantren
6.2  Pengabdian di NU

7.    Penghargaan
8.    Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1    Lahir
KH. Husein Muhammad atau yang kerap disapa dengan panggilan Buya Husein lahir pada tanggal 9 Mei 1953, di Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari delapan bersaudara, dari pasangan KH. Muhammad bin Asyrofuddin dan Nyai Hj. Ummu Salma Syathori.

Ayahanda beliau, KH. Muhammad adalah putra H. Asyrofuddin dan Zainab, menurut keterangan bahwa Asyrofuddin adalah seorang keturunan Gujarat India yang hijrah ke Semarang. Adapaun saudara-saudara KH. Husein Muhammad diantaranya:

  1. KH. Hasan Thuba Muhammad, pengasuh PP. Raudlah at Thalibin Tanggir Jawa Timur.
  2. Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, pengasuh Pesantren Dar al Qur`an Kebon baru Arjawinangun Cirebon.
  3. Ny. Hj. Ubaidah Muhammad, pengasuh Pesantren Lasem Jawa Tengah.
  4. KH. Mahsun Muhammad M.A, pengasuh Pesantren Dar al Tauhid Cirebon.
  5. Ny. Hj. Azzah Nur Laila, pengasuh Pesantren HMQ Lirboyo Kediri.
  6. KH. Salman Muhammad, pengasuh Pesantren Tambak Beras Jombang Jawa Timur.
  7. Ny. Hj. Faiqoh, pengasuh Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Husein Muhammad menikahi Nyai. Hj. Lilik Nihayah Fuadi. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai 5 orang putra-putri.         

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

KH. Husein Muhammad memulai pendidikannya dengan belajar di SD-SMP di Pesantren Dar al-Tauhid, Arjawinangun, Cirebon. Setelah selesai, beliau melanjutkan pendidikannya dengan belajar di SMA Aliyah di Pesantren Lirboyo, Kediri. Kemudian, beliau kembali melanjutkan studi (S1) di Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) Jakarta, Ciputat, tahun 1973-1980.

Di tahun 1980-1983, Buya Husein kembali melanjutkan studinya di Kajian Khusus Arab di Al-Azhar Kairo, Mesir. Di tempat ini, beliau mengaji secara individual pada sejumlah ulama Al-Azhar.

2.2 Guru-Guru Beliau
Guru-guru beliau saat menuntut ilmu adalah:

  1.  KH. Mahrus Ali Lirboyo 
  2.  Dosen-dosen di PTIQ Jakarta Pusat 
  3.  Guru-guru di Universitas Al-Azhar Mesir

3.  Penerus Beliau

3.1 Ana-anak
Ana-anak beliau yang kelak menjadi penerusnya, adalah:

  1. Hilya Auliya 
  2. Layali Hilwa
  3. Muhammad Fayyaz Mumtaz
  4. Najla Hammaddah
  5. Fazla Muhammad 

3.2 Murid-murid
Murid-murid yang menjadi santri-santri beliau adalah:

  1. Santri di Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun
  2. Santri di Pesantren Pemberdayaan Kaum Perempuan Puan Amal Hayati

4.  Jasa, Karya, dan Karir Beliau

4.1 Jasa-jasa Beliau
Buya Husein yang kerap menyuarakan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, Ia mendirikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat untuk isu-isu Hak-hak Perempuan, antara lain Rahima, Puan Amal Hayati, Fahmina Institute dan Alimat (2001). Hingga akhirnya mengatarkan beliau menjadi Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, pada tahun 2007.

Selain itu, Buya juga lantang bersuara tentang pluralisme, demokrasi dan hak asasi manusia,  membuat Ia bersama KH. Marzuki Wahid, KH. Faqihuddin Abdul Kodir, KH Afandi Mochtar mendirikan Perguruan Tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) di Cirebon (2008).

4.2 Karya-karya Beliau
Ada sekitar 10 lebih karya yang telah ditulis oleh Buya Husein. Salah satu bukunya yang banyak digunakan sebagai referensi aktivis perempuan adalah:

  1. Fiqh Perempuan,
  2. Refleksi Kiyai atas Wacana Agama dan Gender
  3. Islam Agama Ramah Perempuan
  4. Ijtihad Kiyai Husein
  5. Upaya Membangun Keadilan Gender
  6. Dawrah Fiqh Perempuan (modul pelatihan)
  7. Fiqh Seksualitas
  8. Fiqh HIV/AIDS”
  9. Mengaji Pluralisme Kepada Maha Guru Pencerahan
  10. Mengarungi Sufisme Gus Dur

4.3 Karier Beliau

  1. KH. Husein Muhammad Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun
  2. Pada bulan November 2000 KH. Husein Muhammad Mendirikan Fahmina Institute
  3. Pada tahun yang sama (2000) Mendirikan Pesantren Pemberdayaan Kaum Perempuan Puan Amal Hayati bersama Sinta Nuriyah A. Wahid, Mansour Fakih, dan Mohammad Sobari
  4. Pada tahun 2000 juga, beliau mendirikan RAHIMA Institue
  5. Mendirikan Forum Lintas Iman
  6. Mendirikan majalah Mubadalah
  7. Mendirikan majalah Swara Rahima

5.  Kisah Teladan

5.1 Sosok Kiai Feminis
KH. Husein Muhammad adalah salah satu dari sedikit ulama laki-laki yang banyak mencetuskan pemikiran-pemikiran kritis berbasis teks agama dan kitab-kitab kuning sebagai upayanya membela hak-hak perempuan dan membedah pemapanan relasi timpang.Tokoh-tokoh feminis lain yang sepemikiran di antaranya: Lies Marcoes, Wardah Hafidz, Masdar F Mas’udi, Margot Badran, Asma Barlas, Amina Wadud, Fatima Mernissi, Lois Lamya al-Faruqi.        

Di antara para feminis yang bergelut di dunia muslim, terdapat pertentangan antara pihak yang menyatakan bahwa teks kitab al-Qur’an sendiri merupakan akar masalah dari ketimpangan gender, dengan pihak yang menyatakan bahwa teks dalam kitab suci umat Islam tersebut merupakan teks yang sesungguhnya membebaskan perempuan.

M Nuruzzaman dalam bukunya Kiai Husein Membela Perempuan (2005), memaparkan dengan jelas hasil analisisnya terhadap apa yang diperjuangkan KH. Husein Muhammad. Tidak ada sama sekali pemikiran-pemikiran KH. Husein Muhammad yang bisa dipandang berasal dari sesuatu yang “asing” atau eksternal Islam, sebagaimana yang sering dituduhkan pada pemikiran feminisme Islam.

KH. Husein Muhammad adalah pengusung yang konsisten dengan prinsip-prinsip dasar Islam, yaitu keadilan (‘adalah), musyawarah (syûrȃ), persamaan (musȃwah), menghargai kemajemukan (ta’addudiyah), toleran terhadap perbedaan (tasȃmuh), dan perdamaian (ishlȃh). Selama ini tampaknya, seperti yang diamati oleh Nuruzzaman, aktivis gerakan feminis terlalu didominasi oleh mereka yang berlatar
belakang sekular. Maka latar belakang KH. Husein Muhammad yang berasal dari kalangan pesantren, membuat signifikansiperjuangannya menjadi kuat.
Tentu saja, pandangan-pandangan KH. Husein Muhammad yang dituangkan dalam karya terkenalnya Fiqh Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Keagamaan dan Gender, mengundang protes dari kalangan yang merasa keberatan dengan isinya. Tapi hingga kini, mereka yang merasa keberatan itu, belum ada yang sanggup menulis bantahan atas karya-karyanya (yang memang sulit dibantah).

5.2 Kiai Pembela Hak Perempuan
Tak seorangpun meragukan kegigihan perjuangannya dalam membela hak perempuan. Bahkan, tidak segan mengkritik buku ataupun kitab yang dinilai mendiskrimanikan perempuan. Bersama Forum Kajian Kitab Kuning, Selama tiga tahun ia mendikusikan isi dan meneliti kembali kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Uqud al Lujain fi Huquq al Zaujain. Walhasil, ia menemukan 33 % hadis Maudhu’, 22 % hadis Dhoif, sisanya ada yang Hasan dan Sahih, namun dari sisi matan masih diperdebatkan. Penelitian itu terbit dengan judul Ta’liq wa Takhrij Syarh Uqud al Lujain (LkiS, Yogyakarta, Tahun 2001).

Lengkaplah sudah. K.H. Husein Muhammad mampu membuktikan kepada publik, bahwa ia menjadi tokoh lantaran Keihlasan dan konsistensinya dalam memilih jalan hidup. Ia terus membela perempuan dan tidak pernah beralih ke dunia lain yang mungkin lebih banyak memberikan materi.

Apa yang dimiliki Husein Muhammad semua mendukung citranya bergelut di dunia Gender. Belum nampak sosok yang lain seperti KH. Husein Muhammad yang peduli dengan Gender. Kalaupun ada, mungkin hanya sosok semangatnya saja yang menonjol, tetapi belum tentu dedikasinya. Kalau Husein Muhammad, semua yang ada pada dirinya memang betul-betul medukung untuk membela perempuan.

Sehingga tidak heran jika Moch. Nur Ichwan mensejajarkan Husein Muhammad dengan feminis internasional seperti Qasim Amin, Tahir Haddad di Tunisia, Asghar Ali Angineer di India, dan Nasr Hamid Abu Zayd di Mesir. Tak usah heran pula jika Ulil Abshar Abdalla menjulukinya dengan “Pemulung kebenaran terpinggirkan”.

6. Pengabdian

6.1 Mengasuh Pondok Pesantren
Setelah selesai belajar di al-Azhar Kairo, pada tahun 1983, Buya Husein kembali ke Indonesia, beliau melanjutkan estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun yang didirikan oleh kakeknya, KH. Syatori (tahun 1933).

6.2 Pengabdian di Nahdlatul Ulama (NU)

  1. Wakil Rais Syuriyah NU cabang Kabupaten Cirebon, 2001.
  2. Ketua Dewan Tahfidz PKB kabupaten Cirebon, 2002.

7.  Penghargaan

  1. Beliau menerima penghargaan Bupati Kabupaten Cirebon sebagai Tokoh Penggerak, Pembina dan Pelaku Pembangunan Pemberdayaan Perempuan (2003), penerima Award (penghargaan) dari Pemerintah AS untuk “Heroes To End Modrn-Day Slavery”, tahun 2006.
  2. Selama tujuh tahun sejak 2010 namanya tercatat dalam “The 500 Most Influential Muslims” yang diterbitkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Center.
  3. Dapat Gelar Doctor Honor Causa di Semarang pada tahun 2019

8.  Referensi

      https://mubadalah.id/

 


 

Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 20 Januari 2021, dan terakhir diedit tanggal 05 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya