Biografi KH. Hasan Bisri Syafi'i, Pendiri Pesantren At-Tarbiyyah, Karawang

 
Biografi KH. Hasan Bisri Syafi'i, Pendiri Pesantren At-Tarbiyyah, Karawang
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mengajar di Madrasah
3.2  Kiprah di Nahdlatul Ulama
3.3  Mendirikan Pesantren

4.    Chart Silsilah Sanad
5.    Referensi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Hasan Bisri Syafi'i lahir pada tanggal 12 Desember 1947 di Kampung Poponcol, Desa Ciwulan, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Beliau merupakan putra bungsu dari lima bersaudara, dari pasangan Mama KH. Syafi'i dan Umi Hj. Aminah. 

Dari pihak ayah, KH. Hasan Bisri Syafi'i adalah putra dari KH. Syafi'i bin Mbah Jausin bin Mbah Nakiin bin Mbah Jasiun (Aki Kidul) yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat. Sementara dari pihak ibu, KH. Hasan Bisri Syafi'i bin Umi Hj. Aminah binti One binti Uyut Arfin bin Tol Asimun bin Eyang Sugiri bin Pangeran Jayakarta (seorang bangsawan dari Jakarta).

Saudara-saudara beliau di antaranya:

  1. Nyai Maemunah,
  2. Nyai Juwairiyah (wafat 1990),
  3. KH. Bunyamin Syafi'i (wafat 2016),
  4. Hj. Yoyoh Badriyah (wafat 1983).

1.3 Riwayat Keluarga
Pada tahun 1969, ketika masih nyantri di Cipasung, beliau dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang gadis dari Jatiragas, Jatisari, putri keempat seorang pengusaha beras H. Abdul Majid dengan Hj. Siti Zaenab, bernama Neng Lilis Mardliyyah.

Namun setelah akad nikah berlangsung Kyai Hasan diharuskan berangkat lagi ke Cipasung untuk melanjutkan mondok. Tradisi ini pada zaman itu lumrah terjadi yang dikenal dengan kawin gantung.

Dari pernikahannya ini beliau memiliki enam orang putra dan putri, di antaranya:

  1. Hj. Heli Muflihah (lahir 1971)
  2. KH. Ahmad Ruhyat Hasby (lahir 1973)
  3. Hj. Yeti Ruhiati Hasanah (lahir 1974)
  4. KH. Ahmad Zamakhsyari (lahir 1976)
  5. Hj. Ema Maemunah (lahir 1980)
  6. Hj. Euis Muthmainnah (lahir 1986)

1.4 Wafat
KH. Hasan Bisri Syafi’i wafat pada hari Ahad Subuh tanggal 26 Februari 2017.

2.   Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1 Pendidikan
Di masa kecil, Kyai Hasan belajar Al-Qur’an langsung dari ayahnya sendiri, yakni Mama KH. Syafi'i yang dikenal sebagai Kyai kampung yang rajin mengajar di masjid dan majelis taklim At-Tarbiyyah yang didirikannya. Kyai Hasan mengenyam pendidikan formal hanya sampai kelas 5 SR (Sekolah Rakyat) saja.

Sekitar tahun 1960, Kyai Hasan diutus ayahnya mengikuti jejak saudara sepupunya yaitu KH. Romli untuk berangkat mondok di Pesanten Cikuya, Bandung yang diasuh oleh Mama KH. Toha. Salah seorang teman seangkatannya di pesantren ini adalah almarhum KH. Ahmad Syahid, Qori internasional pendiri Pesantren Al-Falah Cicalengka, Bandung.

Kyai Hasan kecil tidak lama menimba ilmu di Cikuya, hanya kurang lebih satu tahun. Di akhir tahun 1961, kemudian diantar oleh ayahnya ke Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Di Cipasung inilah Kyai Hasan kecil menjadi santri cukup lama, sekitar delapan tahun. Di bawah asuhan KH. Ruhiat dan KH. Moh. Ilyas Ruhiat serta para kyai lainnya, beliau belajar berbagai disiplin ilmu agama.

Di Cipasung ini jugalah beliau mulai bersentuhan dengan jam'iyyah Nahdlatul Ulama yang kelak membesarkan namanya. Selama menjadi santri Cipasung beliau sudah mulai aktif di IPNU Cabang Tasikmalaya.

Kyai Hasan juga tercatat pernah mondok di sebuah Pesantren Qira'at di Pandeglang Banten, dan di Pesantren Buntet yang diasuh oleh KH. Abdullah Abbas Buntet Cirebon.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Syafi'i (ayah),
  2. Mama KH. Toha (Pesantren Cikuya, Bandung),
  3. KH. Ruhiat,
  4. KH. Moh. Ilyas Ruhiat,
  5. KH. Abdullah Abbas Buntet Cirebon.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.2 Mengajar Di Madrasah
Karena aktivitasnya di partai politik ini, KH.Hasan sempat merasakan rezim Orde Baru waktu itu, rumah yang diberikan oleh mertuanya di Susukan, Surkalim, Kecamatan Banyusari diserang dan dirusak oleh masa partai penguasa.

Ayahandanya, Mama KH. Syafi'i menganjurkan beliau untuk membawa istri dan anak-anaknya kembali ke tanah kelahirannya di Kampung Poponcol, Desa Ciwulan. Maka sejak itulah beliau bermukim di kampung itu, untuk membantu ayah dan kakaknya, KH. Bunyamin Syafi'i dalam mengembangkan majelis taklim dan madrasah diniyah yang sudah lama berdiri.

Di balik sebuah peristiwa pasti ada hikmah tertentu yang ingin dikehendaki Allah untuk setiap hamba-Nya, demikian pula dengan KH. Hasan, peristiwa 1977 ini akhirnya mengembalikan beliau ke tempat aslinya, yaitu sebagai seorang ustadz yang mengajar di madrasah dan majelis taklim (saat itu belum berdiri pondok pesantren).

Sebagai santri yang pernah malang-melintang di berbagai pesantren, beliau kemudian sering mengisi pengajian di berbagai tempat sebagai penceramah. Orang kemudian mengenalnya sebagai kyai. Beliau sering mengisi berbagai acara pengajian dari satu panggung ke panggung lain. 

3.2 Kiprah di Nahdlatul Ulama
Bagi warga NU Karawang, nama KH. Hasan Bisri Syafi'i sangat dikenal. Beliau adalah pemimpin NU dari daerah yang dulu terkenal sebagai lumbung beras. Meskipun sekarang telah tiada, tapi anak cucunya tetap menjadi pengabdi ke masyarakat dan NU, turut serta dalam menegakkan dan menghidupkan Islam Ahlussunah wal Jamaah.

Selain itu, atas permintaan dari mertuanya, pada tahun 1970 KH. Hasan mukim di Jatiragas. Beliau diberi kepercayaan untuk mengelola sebuah pabrik penggilingan padi milik mertuanya ini. Naluri dan jiwa seorang santri aktivis tidak bisa dilepaskan dari pribadinya.

Walaupun ditugaskan menjalankan bisnis beras, KH. Hasan tetap menyempatkan waktu untuk aktif sebagai kader Ansor di Karawang dan sempat menjadi wakil sekretaris PPP Cabang Karawang. Bahkan tahun 1977, sempat menjadi jurkam partai yang merupakan fusi dari beberapa ormas Islam termasuk di dalamnya NU.

Selain itu, di tengah kesibukannya menjadi guru Madrasah Diniyah, KH. Hasan aktif di organisasi yang sangat dicintainya, yakni NU. Tahun 1982, dipercaya menjadi Wakil Sekretaris PCNU Karawang selama dua periode. Setelah itu dipercaya menjadi sekretaris selama dua periode.

Yang perlu menjadi catatan, KH. Hasan semasa menjadi Wakil Sekretaris dan Sekretaris ini berkeliling ke seluruh kecamatan yang ada di Karawang, dengan mengendarai sepeda motor tua, yang sering mogok di tengah jalan.

Beliau tak mengambil uang dari PCNU, melainkan merogoh koceknya sendiri yang disisihkannya dari amplop ceramah. Beliau mendatangi satu per satu pengurus NU untuk membagikan surat undangan yang berada di berbagai pelosok Karawang.

Beliau juga berkeliling untuk membentuk MWC dan ranting NU di seluruh kecamatan dan desa di Karawang. Jadi terbentuknya seluruh MWC dan ranting NU di karawang adalah jasa besar KH. Hasan Bisri Syafi'i.

Tidak jarang aktivitas beliau mendapat intimidasi dari penguasa yang memang waktu itu tidak menyukai NU. Bahkan rapat NU di aula sebuah kecamatan yang ia adakan pernah dibubarkan seorang Camat.

Ketika Orde Baru tumbang, keran demokrasi yang semula tersumbat mulai terbuka lebar. Para kyai NU pun tidak ketinggalan, mereka mendirikan sebuah partai sebagai wadah kaum Nahdliyin untuk menyalurkan aspirasi politiknya, yaitu partai untuk menyalurkan aspirasi politiknya, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sebagai kader NU militan, beliau pun tampil merespons anjuran Kyai NU ini. Dengan beberapa tokoh NU, beliau segera mendirikan PKB di Karawang. Beliau dipercaya untuk menjadi ketuanya. KH. Hasan menjadi anggota DPRD Karawang hasil pemilu tahun 1999.

Selama menjadi anggota dewan ini Kiai Hasan sangat berkontribusi untuk kemajuan NU Karawang. Kecintaanya kepada NU, tidak luntur sedikit pun. Ia aKH.irnya memilih kembali berkhidmah di NU sebagai ketua tanfidziyah hasil Konpercab Cikampek 2003. Ia menjabat ketua PCNU ini selama dua periode.

3.3 Mendirikan Pesantren
Sebagai seorang lulusan pesantren, pada tahun 1985, beliau mengembangkan majelis ta'lim At-Tarbiyah milik ayahnya. Kyai Hasan mendirikan pondok Pesantren Attarbiyyah yang beliau Kembangkankan di tahun 2000 menjadi yayasan, saat  menjadi anggota dewan. Bersama putra keduanya Kyai Ahmad Ruhyat Hasby, dan putra keempatnya Kyai Ahmad Zamakhsyari Hasby, beliau mendirikan SMP Islam Attarbiyyah tahun 2001 dan SMK NU Attarbiyyah tahun 2014.

Tahun 2011, KH. Hasan ditinggalkan wafat oleh istri tercintanya Nyai Hj. Lilis Mardliyyah, istri yang menemaninya selama 42 tahun lebih. Sepeninggal istrinya beliau sering sakit-sakitan, dan mulai mengurangi aktivitasnya di luar. Beliau banyak menghabiskan waktu untuk mengajar ibu-ibu, bapak-bapak di majelis taklim serta santri di Pesantren Attarbiyyah.

Dalam diri KH. Hasan mengalir darah kyai NU juga politisi. Untuk yang pertama, kepada putra keduanya Kyai Ahmad Ruhyat Hasby yang kini melanjutkan perjuangannya sebagai pengasuh Pesantren Attarbiyyah, dan di NU sebagai Ketua PCNU Karawang. Sementara darah politiknya mengalir deras kepada putra keempatnya KH. Ahmad Zamakhsyari yang kini menjadi Ketua DPC PKB Karawang yang selanjutnya mengantarkannya menjadi Wakil Bupati Karawang.

4. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Hasan Bisri Syafi'i.

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: NU Onlibe Jabar.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 12 Desember 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 26 Februari 2024.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya