Biografi KH. Masyhud Solo

 
Biografi KH. Masyhud Solo
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi Profil KH. Masyhud Solo

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Keluarga
  4. Pendidikan
  5. Mendirikan Pesantren
  6. Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)
  7. Chart Silsilah Sanad

Kelahiran

KH. Masyhud lahir pada tahun 1876 M, di Solo (beberapa sumber menyebutkan tempat lahir di Bonang Lasem Rembang). Beliau merupakan anak pertama dari 4 bersaudara, dari Kiai Qosim

Nama kecilnya yakni Mustahal, yang kemudian berganti menjadi Masyhud saat ia pergi haji dan belajar di Makkah. Nama Mustahal ini pula yang kelak kemudian juga diberikan kepada salah satu putranya, Mustahal Ahmad.

Wafat

KH. Masyhud wafat pada tahun 1950. Jenazah beliau dimakamkan di Pemakaman Tipes Surakarta.

Keluarga

KH. Masyhud melepas masa lajangnya dengan menikahi seorang perempuan asli Kauman Solo. Pada tahun 1912, Kiai Masyhud dikaruniai anak pertama, seorang putri yang kelak akan menjadi tokoh srikandi NU, Mahmudah Mawardi.

Di tahun-tahun berikutnya, menyusul kemudian lahir 4 anak, yang kesemuanya putri. Mereka adalah Mahwiyah, Mahsunah, Mahdumah, dan Mahmulah. Hingga akhirnya, dari istri yang pertama ini total mereka dikaruniai 5 putri.

Setelah sang istri meninggal, Kiai Masyhud menikah lagi dengan Nyai Syuaibah. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai satu-satunya putra yang diberi nama Mustahal Ahmad.

Pendidikan

KH. Masyhud menghabiskan dunia pendidikannya dengan belajar di beberapa pesantren, di antaranya ia pernah nyantri kepada Kiai Kholil Bangkalan. Setelah selesai, Masyhud kemudian berangkat ke Makkah.

“Mbah Masyhud ini pergi ke Mekkah, ulama seangkatan beliau KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisri Syansuri. Satu perguruan. Kalau Mbah Masyhud ini lebih memilih Nahwu Shorof, sehingga disebut ulama spesialisasi nahwu,” terang sang cucu, Chalid Mawardi.

Rupanya, kecintaan Kiai Kholil Bangkalan terhadap ilmu nahwu, khususnya bait-bait dari kitab Alfiyah ibnu Maliki, juga ikut menurun kepada Masyhud.

Selepas menimba ilmu di Makkah, ia pun kembali ke Tanah Air. Ada sebuah kisah yang dituturkan salah satu cucu Kiai Masyhud, Nasirul Umam, di mana ketika Kiai Masyhud pulang dari Makkah ia sempat mampir ke Pesantren Sarang.

“Di Sarang, Mbah Masyhud ninggali kitab, yang kemudian menjadi koleksi perpustakaan di sana,” terang Nasirul Umam.

Mendirikan Pesantren

Setelah mendirikan rumah di daerah Keprabon kelak populer disebut dengan nama Pesantren Al-Masyhudiah, merujuk pada nama sang pengasuh.

Rumah Kiai Masyhud terletak di sebelah timur langgar Keprabon Wetan. Langgar tersebut, pada masa itu juga menjadi tempat tinggal (kos) sekitar 25 santri, termasuk di antaranya Saifuddin Zuhri muda.

Selain menjadi tempat tinggal, langgar tersebut berfungsi sebagai tempat belajar. Mereka belajar bersama, berdiskusi, memusyawarahkan berbagai kebutuhan organisasi pelajar ataupun kebutuhan pribadi.

Sedangkan untuk memperdalam ilmu agama, khususnya dalam pelajaran ilmu Nahwu, para santri tersebut belajar kepada Kiai Masyhud. Para santri yang belajar kepada Kiai Masyhud berasal dari dalam Kota Solo maupun di sekitarnya. Adapun kitab yang dipakai sebagai pedoman adalah Alfiah Ibnu Malik, hingga Kiai Masyhud kadang disebut sebagai “Kiai Alfiah”.

Pada zaman itu, para santri, konon mereka yang hendak khataman kitab Alfiyah, rasanya belum afdol apabila belum sowan dan ditashih oleh Kiai Masjhud. “Ilmu yang ia ajarkan mendapat jaminan mutu,” tulis mantan Menteri Agama RI ini, dalam bukunya Berangkat dari Pesantren.

Santri yang pernah mengaji dengan beliau banyak yang kemudian menjadi tokoh, seperti KH. Maimoen Zubaer, Mbah Liem, KH. Mukhtar Rosjidi, dan lainnya.

Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)

Sejak kelahiran NU pada tahun 1926, beberapa ulama di Kota Solo menyatakan dukungannya kepada organisasi tersebut. Tak terkecuali Kiai Masyhud. Banyak faktor yang akhirnya membuat ia mantap memilih NU sebagai organisasi yang diikuti, selain tentunya ia merupakan murid Kiai Kholil Bangkalan serta sahabat karib Kiai Hasyim Asy’ari.

Sebagai seorang ulama, Kiai Masyhud dikenal memiliki pendirian yang tegas dan teguh terhadap agama. Tokoh NU yang juga mantan Ketua PP GP Ansor KH. Chalid Mawardi, mengenang kakeknya sebagai pribadi yang memiliki sikap keras terhadap kaum penjajah.

“Cara pandang dia (Kiai Masyhud, pen) terhadap pemerintahan Belanda juga konservatif. Misalnya, ia melarang keturunannya untuk menjadi pegawai pemerintahan (Ambtenaar). Karena (Belanda) itu pemerintahan kafir, jadi sederhana sekali. Tidak mau tunduk kepada pemerintahan kafir,” tutur Chalid.

Sikap ini sejalan dengan kebijakan yang telah digariskan oleh organisasi yang ia ikuti, Nahdlatul Ulama (NU), yang kala itu mengambil sikap non-kooperatif terhadap Belanda.

Sikap antipati yang diperlihatkan NU ini dilakukan dalam bentuk simbolik, semisal mengharamkan anggotanya menyerupai (tasyabbuh) orang Belanda dalam hal berpakaian (memakai celana, dasi, topi, dan sepatu).

Pun ketika para kyai membentuk Barisan Kiai, yang ikut dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, Kiai Masyhud pun turut di dalamnya. Sifat pejuang serta komitmennya bersama NU ini kemudian menurun kepada putra-putrinya.

Putrinya yang pertama, Nyai Mahmudah Mawardi menjadi salah satu idola kaum perempuan NU, di mana ia pernah menjadi ketua umum Muslimat NU selama delapan periode (1950-1979). Kemudian, putranya Mustahal Ahmad menjadi tokoh pendiri IPNU, PMII, dan bahkan juga ikut membidani berdirinya IPPNU.

Di Pesantren Al-Masyhudiah ini pula yang pernah menjadi saksi lahirnya salah satu badan otonom di kalangan pelajar putri NU. Beberapa santri putri yang ikut mengaji di tempat tersebut, antara lain, Umroh Machfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, Romlah, dan Basyiroh Saimuri. Mereka inilah yang kelak menjadi para perintis berdirinya IPNU Puteri (sekarang bernama IPPNU).

Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Masyhud Solo dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 01 April 2021, dan terakhir diedit tanggal 06 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya