Makna Filosofi Pacul Menurut Sunan Kalijaga

 
Makna Filosofi Pacul Menurut Sunan Kalijaga
Sumber Gambar: muspera.menlhk.go.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Wejangan Sunan Kalijaga tentang "Pacul" yang diberikan kepada Ki Ageng Sela sangat menarik untuk dikaji. Wejangan yang nampaknya sederhana itu bermakna sangat dalam.

Pacul yang dianggap sebagian besar masyarakat sepele dan nylekethe, oleh Sang Guru Sejati di Tanah Jawi tadi lebih dimaknai sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan sendi-sendi kehidupan maupun peradaban bangsa. Selebihnya, selain menjadi simbol perjuangan hidup, pacul atau cangkul juga merupakan kunci utama pembuka pintu rezeki masyarakat agraris.

Pacul, menurut Sunan Kalijaga terdiri dari tiga bagian. Dan di situlah terletak nilai filosofisnya. Pertama, disebut pacul, yakni bagian inti yang terbuat dari lempengan logam. Ada juga yang menyebut “langkir”, karena bagian paling tajam masyarakat Jawa menyebutnya landhep. Kedua, unsur yang disebut “bawak” yaitu lingkaran gelung berlubang tempat kayu pegangan atau doran disematkan. Ketiga, disebut “doran” yaitu batang kayu yang berfungsi sebagai pegangan cangkul.

Jadi bisa disimpulkan, menurut wejangan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Sela, cangkul terdiri dari 3 bagian, yaitu:

1. Pacul (bagian yang tajam)

2. Bawak (lingkaran tempat batang doran)

3. Doran (batang kayu untuk pegangan cangkul).

Dari ketiga bagian ini, terdapat makna filosofis yang sangat berarti. Pertama, pacul dari kata “ngipatake barang kang muncul”, artinya membuang bagian yang mendugul (semacam benjolan yang tidak rata). Sifatnya memperbaiki.

Sebagai umat Islam, kita harus selalu berbuat baik dan selalu memperbaiki hidup kita yang penuh dosa. Maka, seperti halnya pacul yang baik, yaitu kuat dan tajam, kita harus kuat iman, tajam pikiran kita untuk berbuat kebaikan. Jadi, falsafah pacul tersebut mengandung makna ajaran agama yang tinggi nilainya.

Kedua, bawak yang berasal dari kata “obahing awak”, artinya geraknya tubuh. Maksudnya, orang hidup itu wajib bergerak tubuh, untuk menjadi sehat. Arti istilah yang lebih luas, bahwa sebagai manusia kita wajib berikhtiar, seperti halnya bekerja untuk memperoleh nafkah dunia dan bergerak mengerjakan shalat dan berbagai kewajiban untuk memperoleh nafkah batin menyiapkan diri kelak di akhirat.

Ketiga, doran berasal dari kata “donga marang Pangeran”, artinya berdoa kepada Tuhan. Maksudnya, kita manusia sebagai hamba memang harus selalu berdoa kepada Tuhan, yakni Allah SWT. Karena doa ini juga bagian vital dari ibadah. Apalagi shalat lima waktu merupakan kewajiban umat Islam yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus dilaksanakan sepenuhnya.

Selanjutnya kita memahami, bahwa ketiga bagian tadi tidak dapat berdiri sendiri. Untuk dapat difungsikan, ketiganya harus bersatu padu. Itulah sebabnya, dalam wejangan  spiritual Kanjeng Sunan Kalijaga, disebut “Tri-Tunggal”  yakni satu kesatuan dari tiga unsur yang tidak dapat diceraiberaikan.

Demikianlah makna filosofis yang tersirat dari sebuah pacul atau cangkul menurut Sunan Kalijaga. Makna filosofis ini kemudian juga menegaskan bahwa menjadi petani yang beraktivitas selalu bersentuhan dengan pacul, tidak boleh dianggap sebagai pekerjaan remeh. Sebab, tanpa petani, tentu ada yang kurang dalam kehidupan ini. Ketahanan pangan menjadi persoalan yang tidak bisa disepelekan. Karena itu, benarlah apa yang dikatakan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari bahwa petani itu adalah pahlawan negeri. Wallahu A’lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 17 Maret 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Syukron Makmun Kediri

Editor: Hakim