Hukum Mengkijing Kuburan dan Menancapkan Batu Nisan (bagian 2)

 
Hukum Mengkijing Kuburan dan Menancapkan Batu Nisan (bagian 2)
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Termasuk dari adat atau kebiasaan ahlu waris terhadap kubur dari keluarga atau sanak famili-nya, yaitu menancapkan batu nisan di ujung kubur. Fungsi dari batu nisan itu sendiri, yaitu sebagai penanda atau petunjuk bagi peziarah untuk mengetahui posisi yang tepat dari makam keluarganya yang hendak diziarahi.

Adapun, hukum dari pemasangan batu nisan ini 'Diperbolehkan' oleh Syari'at bahkan disunnahkan, selama tak keluar dari maksud atau fungsi yang telah disebut.

Adapun dalil dibolehkannya hal tersebut, berdasarkan hadits, "Ketika jenazah dari Sayyidina Usman bin Madz'un telah dikebumikan, Rasulullah saw memerintahkan kepada salah seorang sahabat tuk mengambilkan satu batu. Akan tetapi, sahabat tersebut tak kuasa tuk mengangkat batu tersebut. Hingga Rasulullah saw pun menyincing lengan baju beliau, dan mengangkat sendiri batu tersebut untuk ditancapkan di ujung kubur (posisi kepala), lalu berkata:

أعلم بها قبر أخي وأدفن إليه من مات من أهلي»

"(Dengan batu ini) aku mengerti posisi kubur saudara-ku (sesusuan), dan (di tempat itu pula) nantinya akan aku kubur keluargaku." (HR. Abu Dawud, Al-Hafidz Ibn Hajar berkata: Hadits Hasan)

Berdasar dengan hadits ini, Ulama pun berpendapat bahwa pemasangan batu nisan di atas kubur diperbolehkan oleh Syari'at.

Bahkan, Al-Imam Syams Ad-Diin Romly berpendapat bahwa jika dikira butuh akan penulisan nama dan nasab dari mayit, agar tanda kubur lebih presisi (tepat), maka hukumnya 'Boleh' bahkan 'Disunnahkan'.

نعم يؤخذ من قولهم إنه يستحب وضع ما يعرف به القبور أنه لو احتاج إلى كتابة اسم الميت لمعرفته للزيارة كان مستحبا بقدر الحاجة،

"(Dari perkataan ulama atas kesunnahan untuk memberi tanda pada kubur, berupa batu nisan atau selainnya) Jika dibutuhkan untuk menulis nama mayit (di atas batu tersebut), supaya lebih diketahui (makam tersebut secara presisi) oleh para peziarah, maka:disunnahkan, sesuai dengan kebutuhan." (Nihayat Al-Muhtaj, 3/35)

Senada dengan ucapan dari Al-Imam Romli, Al-Imam Sulaiman Al-Bujairimiy (murid beliau) menambahkan:

ومحل كراهة الكتابة على القبر ما لم يحتج إليها، وإلا بأن احتيج إلى كتابة اسمه ونسبه ليعرف فيزار فلا يكره بشرط الاقتصار على قدر الحاجة

"(Dimakruhkan penulisan sesuatu di atas kubur, jika tak ada keperluan yang mendasarinya) Adapun jika diperlukan untuk menulis nama dan nasab dari mayit, dengan tujuan- sebagai penanda makam untuk para peziarah, maka tidaklah dimakruhkan. Dengan menjaga agar tetap sesuai dengan kebutuhan." (Hsy. Bujairamiy, 2/297)

Wallahu A'lam bis Showab.

Oleh: Sibt Umar (Pelajar tingkat 5, Fak. Syari'ah, Univ. Imam Syafii, Mukalla – Hadramaut, Yaman)


Editor: Daniel Simatupang