Evolusi Kelompok Teror: Belajar dari Kesalahan Kelompok Lain

 
Evolusi Kelompok Teror: Belajar dari Kesalahan Kelompok Lain
Sumber Gambar: FB/AltoL

Laduni.ID, Jakarta – Kelompok-kelompok yang memakai teror sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan politik kekuasaan mereka adalah kelompok yang sebenarnya belajar dari keberhasilan, dan kekurangan kelompok pendahulunya. Proses pembelajaran ini terlihat dalam evolusi kelompok Taliban-AQ-ISIS-Neo-Taliban.

Taliban adalah kelompok bersenjata yang muncul pada periode perang Mujahiddin di Afghanistan pada periode 1979 - 1989. Di saat perang selesai, terjadi kekosongan pemerintahan di Afghanistan yang diperebutkan oleh berbagai faksi-faksi bersenjata yang dulunya disatukan oleh musuh bersama mereka, yaitu Uni Soviet. Dalam pertarungan ini, kelompok Taliban berhasil menguasai dan mendominasi pemerintahan di Afghanistan.

Taliban yang sejatinya hanya ingin menguasai Afghanistan belajar bahwa keberadaan kelompok-kelompok bersenjata, khususnya para Mujahiddin asing, harus diakomodir jika mereka ingin memerintah dengan gangguan domestik yang minimum. Untuk itulah maka Taliban menerima dan memberi tempat bagi Maktab Al-Khidamat pimpinan Osama bin Laden untuk memakai wilayah Afghanistan sebagai safe-haven. Maktab al-Khidamat ini yang kemudian berevolusi menjadi Al-Qaida.

Ternyata, Taliban ada kekurangannya dan Al-Qaida pun belajar dari kekurangan Taliban dimaksud. Bagi AQ, Taliban tidak akan mampu menciptakan kekhilafahan global jika mereka hanya bercokol di Afghanistan saja, padahal pasca perang Mujahiddin, semangat untuk menciptakan kekhilafahan global lagi tinggi-tingginya.

Untuk itu maka AQ di bawah pimpinan Osama bin Laden lantas mulai melebarkan sayapnya keluar, dengan mempergunakan aksi-aksi terornya. Aksi bom di Kedubes AS di Nairobi, Kenya, dan aksi bom yang menghantam kapal perang AS di Teluk Aden, Yemen, merupakan hasil belajar AQ dari Taliban tentang bagaimana melebarkan sayap operasi teror sebagai salah satu alat untuk menunjukkan eksistensi secara global, dan untuk menciptakan kekhilafahan global. Termasuk di dalamnya adalah dengan mendirikan Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia. Ini adalah evolusi AQ yang belajar dari Taliban.

ISIS yang sejatinya berdiri sebagai cabang AQ di Mesopotamia, alias Irak akhirnya memisahkan diri dari AQ dan menjelma menjadi kelompok teror terbesar dan paling kaya di dunia pada masa jayanya.  Bagi ISIS, ada beberapa kekurangan AQ yang harus disempurnakan.

Yang pertama adalah AQ dengan konsep kekhilafahan global ternyata membingungkan bagi orang yang ingin hijrah dan mendukung AQ karena AQ tidak punya wilayah termasuk ibukotanya. AQ tidak punya struktur pemerintahan, dan tidak pernah mempraktikkan model pemerintahan ala khilafah yang diidamkan itu.

Yang kedua adalah AQ tidak mampu berevolusi dalam menjaring dukungan dari kelompok anak-anak muda, dan keluarga-keluarga yang ingin merasakan bagaimana tinggal di daerah khilafah dan mendedikasikan dirinya bagi pembangunan sebuah kekhilafahan.

Kekurangan-kekurangan inilah yang dipelajari oleh ISIS dan membuat mereka mencaplok wilayah di Iraq dan Suriah dan menjadikannya sebagai wilayah kekhilafahan. ISIS terbukti berhasil menarik puluhan ribu orang untuk berhijrah ke Raqqa maupun Mosul yang dipropagandakan ISIS sebagai surga dunia di mana fasilitas modern tersedia dalam sistem pemerintahan khilafah, dengan tetap menerapkan hukuman dan teror sebagai cara untuk mengontrol warganya. Ini adalah evolusi dari hasil pembelajaran ISIS dari AQ.

Ternyata, ISIS pun melakukan banyak kesalahan dan kekurangannya sehingga dengan cepat mereka berhasil dikalahkan oleh koalisi negara-negara modern di dunia. Kesalahan-kesalahan ini dipelajari oleh Taliban yang baru-baru saja kembali merebut Afghanistan pasca kekosongan keamanan akibat ditariknya pasukan AS dari Afghanistan.

Kesalahan terbesar ISIS adalah mereka menciptakan musuh terlalu banyak dan terlalu cepat. Ini sebenarnya kunci dari kekalahan ISIS. Di saat mereka menguasai wilayah di Iraq dan Suriah, mereka terlalu gegabah untuk melakukan 'force projection' lewat aksi-aksi teror yang terjadi di berbagai belahan dunia. Akibatnya, negara-negara besar akhirnya ditarik untuk bersatu melawan ISIS baik di dalam daulah islamiyah buatan ISIS maupun melawan jaringannya di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia.

Kesalahan kedua adalah bahwa pemerintahan absolut dengan sistem Khilafah itu tidak relevan lagi di jaman sekarang ini. Kepemimpinan tunggal dan absolut yang dipraktikkan ISIS adalah model yang usang karena akan melahirkan perlawanan internal yang luar biasa. Terbukti bagaimana peta afiliasi dukungan suku-suku di Iraq-Syria ke ISIS yang berubah secara terus menerus.

Pasca munculnya kembali Taliban di Afghanistan beberapa hari belakangan ini dan keberhasilannya menguasai Kabul, jelas terlihat ada praktik dan narasi-narasi yang berbeda antara Taliban sekarang, alias Neo-Taliban, dengan ISIS, AQ maupun Taliban versi perang Mujahiddin tahun 79-89.

Neo-Taliban sekarang lebih mengedepankan diplomasi, terbukti dengan upaya-upaya dialog yang dilakukan, baik secara terbuka, maupun negosiasi-negosiasi tertutup di belakang layar. Taliban juga lebih berhati-hati dalam memilih musuhnya. Jelas terlihat bagaimana proses pengambilalihan kekuasaan yang dilakukan oleh Taliban terjadi tanpa ada gerakan untuk mencari dan membunuh orang-orang asing, khususnya dari negara-negara barat.

Neo-Taliban juga belajar dari ISIS bahwa sistem kekhilafahan adalah sistem usang yang sudah tidak kontekstual lagi dan sangat rentan pemberontakan. Untuk itu maka neo-Taliban merubah model Daulah Islamiyah ke model Islamic Emirates of Afghanistan di mana perbedaan suku-suku dan klan di Afghanistan diakui dan diakomodir.

Saya yakin, akan ada beberapa hal yang akan terjadi di Afghanistan pasca munculnya Neo-Taliban ini:

Yang pertama adalah dunia akan menikmati 'bulan madu' perubahan sikap yang ditunjukkan oleh Neo-Taliban ini. Sama seperti ISIS yang mulai menunjukkan wajah aslinya ketika mereka sudah punya kontrol, maka Neo-Taliban akan menunjukkan wajah aslinya paling lambat satu tahun dari sekarang.

Yang kedua adalah neo-Taliban akan membenahi struktur pemerintahan uni emirat-nya. Ini akan jauh lebih sulit karena ketiadaan musuh bersama. Bukan tidak mungkin kita akan melihat pembunuhan demi pembunuhan tokoh-tokoh pemerintahan neo-Taliban ketika suku dan klan merasa dibohongin, atau ketika mereka mulai 'dipakai' untuk melawan keberadaan Islamic State di Khorasan alias ISIS di Afghanistan.

Jadi, hold your horses, or camels. Masih banyak yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.

Oleh: Alto Lugher


Editor: Daniel Simatupang