Kisah Mus'ab bin 'Umair, Pemuda Mekkah yang Gigih Pertahankan Panji Rasulullah

 
Kisah Mus'ab bin 'Umair, Pemuda Mekkah yang Gigih Pertahankan Panji Rasulullah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Nabi Muhammad SAW memiliki banyak sahabat dari berbagai kalangan, di antara mereka itu bernama Mus’ab bin ‘Umair, pemuda Makkah yang berparas tampan, gagah, dan sangat dimanja oleh kedua orangtuanya.

Orangtua Mus’ab bin ‘Umair yang kaya raya tak segan mengeluarkan hartanya untuk kepentingan sang anak, sehingga membuat Mus’ab menjadi salah satu sahabat yang tampil dengan pakaian bagus dan parfum mahal.

Ternyata hal tersebut tidak membuat Mas’ub tak bahagia, kekosongan spiritual membuatnya pergi mencari tujuan untuk hidupnya. Hingga datanglah ia ke Dar Arqam bin Abi al-Arqam, markas Dakwar Rasul di Makkah dan bergabung Bersama para santri Rasulullah SAW.

Mus’ab menyadari bahwa dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad lah yang membuat dirinya bahagia, kekosongan spiritual yang dirasakan sebelumnya telah diisi dengan kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Hidup Mus’ab berubah total setelah menjadi bagian dari dari kehidupan Rasulullah, ia menjalani kehidupan yang kemudian menjadi kiblat bagi para darwisy.

Suatu saat, ketika Umar bin Abdul Aziz membangun sebuah masjid, pikirannya menerawang jauh pada kehidupan Rasulullah SAW. Setelah itu beliau bercerita tentang salah seorang sahabat nabi yang memiliki kecintaan yang sangat besar kepada Allah dan Rasul-Nya, sahabat tersebut bernama Mus’ab bin ‘Umair.

Suatu ketika saat Nabi Muhammad SAW sedang duduk-duduk bersama para sahabat, Mus’ab bin ‘Umair datang kepada beliau. Mus’ab mengenakan sepotong namirah (kain selimut bergaris) yang disambung dengan kulit hewan yang telah kering dan menyusut.

Sahabat-sahabat yang lain hanya mampu menampakkan kasih simpatik dan menundukkan kepala tanpa bisa berbuat lebih untuk memuliakan penampilannya.

Setelah itu Mus’ab memberi salam kepada baginda nabi, lalu nabi menjawab salam Mus’ab dan memuji dirinya dengan baik. Rasulullah SAW berkata,

“Alhamdulillah, semoga Allah membalik dunia berikut para penghuninya. Sungguh, aku telah melihat dia, saat di Makkah tak ada seorang pemuda pun yang lebih mendapatkan limpahan kasih sayang dari kedua orangtuanya melebihi dia. Namun, cintanya akan kebaikan telah memaksanya meninggalkan itu semua, demi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Ketika pergi berperang, Mas’ud sangat setia membawa panji Rasulullahb SAW dan mengibarkannya. Tugas itu ia emban saat Perang Badar dan Perang Uhud. Ketika Perang Uhud berlangsung yang awalnya di dominasi oleh pasukan Rasulullah, Mas’ud bin ‘Umair tak memiliki sedikitpun ketakutan menghadapi pasukan musuh.

Namun tak lama perahanan pasukan nabi berhasil dilumpuhkan oleh pasukan musuh, sehingga membuat sebagian pasukan nabi mundur.

Beberapa sahabat nabi yang masih bertahan memberika sedikit perlawan kepada pasukan musuh, salah satunya Mus’ab bin ‘Umair. Sangat disayangkan, tangan kanan Mus’ab ditebas oleh musuh yang membuat panji yang dipegangnya jatuh.

Lalu ia ambil panji itu dengan tangan kiri, dan ditebasnya lagi tangan Mus’ab oleh musuh yang membuat panji yang dipegangnya jatuh. Tak menyerah, Mus’ab mengambil panji itu dengan kedua lengannya dan mendekapnya di dada.

Melihat kegigihan Mus’ab menjaga panji Rasulullah SAW, Ibn Qami’ah lalu menghujamkan tombaknya tepat di dada Mus’ab bin ‘Umair yang seketika membuat Mus’ab bersama panji yang dipertahankannya, dan gugur setelahnya.

Setelah perang usai, banyak terlihat pasukan dan sahabat-sahabat nabi yang gugur. Semua yang gugur saat itu mendapat perhatian dari Nabi Muhammad SAW, termasuk Mus’ab bin ‘Umair.

Sahabat Mus’ab bin ‘Umair dimakamkan hanya berkafankan namirah yang ia kenakan sebelumnya, yang jika ditarik menutupi kakinya maka kepalanya terbuka, begitupun sebaliknya. Rasulullah SAW lalu memerintahkan sahabat yang lain untuk menutupi kepalanya dan menutup bagian kakinya dengan menggunakan idkhir (alang-alang).

Kemudian Nabi Muhammad SAW memberikan sambutan atas kematian sahabat dekatnya ini, beliau membacakan salah satu ayat dalam surat Al-Ahzab:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

Artinya: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. Mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)

Setelah itu Rasulullah SAW bersabda,

“Saya telah melihatmu di Makkah, dan di sana tak ada seorang pun yang lebih lembut baju riasnya dan lebih bagus model potongan rambutnya (limmah, rambut yang melebihi batas cuping telinga) melebihi dirimu. Tapi, kini engkau kusut kepala dan (hanya dibungkus) kain burdah.” (Ibn Sa’d, Aṭ-Ṭabaqat Al-Kubra)

Pemenuhan kepuasan spiritual seringkali harus ditempuh dengan pengorbanan. Mereka inilah sebenar-benarnya pecinta Tuhan dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, mengorbankan kepuasan spiritual demi pemenuhan nafsu duniawi yang fana.


Sumber:

1. Disadur dari tulisan Gus Abdul Ghafur Maimoen

2. Al-Sayyid, Kamal. Kisah-kisah Terpuji Sahabat Nabi.

Penulis: Daniel Simatupang

Editor: M Iqbal Rabbani