Kajian Kitab Sohih Bukhori dan Muslim di Pesantren Tebuireng

 
Kajian Kitab Sohih Bukhori dan Muslim di Pesantren Tebuireng
Sumber Gambar: dok. pribadi/Ilham Zihaq

Laduni.ID, Jakarta – Belum banyaknya para ulama di Nusantara yang memberikan perhatian penuh terhadap kajian hadis pada abad ke-20. Hingga datangnya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari, seorang santri dari Muhaddis Nusantara yang memiliki reputasi tinggi di Timur Tengah. Sedangkan Hadratussyaikh sendiri belajar kitab Sohih Al-Bukhari kepada tiga guru:

1. Syaikh Mahfudz At-Tarmasi

2. Syaikh Syuaib Abdurrahman Ad-Dakali As-Siddiqi

3. Syaikh Nawawi Al-Bantani

Hadratussyaikh belajar kepada Syaikh Mahfudz dengan dua metode, metode sama' (bandongan), dan qiro'ah (sorogan). Saat sorogan kitab Sohih Bukhori kepada Syaikh Mahfudz, Hadratussyaikh menghabiskan waktu sekitar 3 tahunan. Mulai dari tahun 1317 H hingga tahun 1319 H. Dari sini muncul kemusykilan, tahun 1317 H jika dikonversi ke masehi menjadi tahun 1899 M. Sedangkan tahun itu, tahun berdirinya pesantren Tebuireng. Wallahu A'lam.

Hadratussyaikh belajar Sohih Bukhori kepada Syaikh Syuaib bin Abdurrahman As-Sidiqi Ad-Dakali tidak ditemukan data kapan beliau mengaji kepadanya. Hanya saja sanad Sohih Bukhori melalui Syaikh Syuaib tergolong sanad 'Aly dibanding sanad jalur Syaikh Mahfudz At-Tarmasi. Sanad Syaikh Syuaib, melalui 18 perawi. Hadratussyaikh perawi ke-19. Sedangkan sanad Syaikh Mahfudz, melalui 23 perawi. Hadratussyaikh menempati perawi ke-24.

Namun demikian, Syaikh Mahfudz tetap menjadi guru utama (Umdah) Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari. Banyak hal beliau berakibat kepada Syaikh Mahfudz, dan banyak sanadnya melalui jalur Syaikh Mahfudz. Hingga murid-muridnya diminta saat di Makkah untuk menimba ilmu kepada Syaikh Mahfudz At-Tarmasi.

Tidak ada data pasti, mulai kapan Hadratussyaikh membaca Kitab Sohihain di pesantren Tebuireng. Yang pasti sejak zaman dahulu, ketika bulan puasa (Ramadhan) tiba, para santri dari berbagai pelosok Tanah Air berduyun-duyun ke Tebuireng untuk ikut mengaji kitab Shahih Bukhari kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, yang memang juga dikenal sebagai salah seorang ulama ahli hadis.

Salah satu tokoh NU dan mantan Menteri Agama RI, KH Saifuddin Zuhri, mengatakan,

“Orang yang pernah melihat sendiri, cara Hadratussyaikh membaca Al-Bukhari mengatakan bahwa beliau sebenarnya telah hafal seluruh isi kitab ini. Seolah-olah sedang membaca kitab karangannya sendiri!” (Zuhri, 1974: 152)

Aboebakar Atjeh dalam buku Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim (2015) mepaparkan sedikit gambaran suasana ngaji pasanan di Tebuireng kala Hadratussyaikh masih hidup.

“Ia (Hadratussyaikh, red) selama bulan puasa memberi kuliah istimewa mengenai ilmu hadis karangan Al-Bukhari dan Muslim. Kedua kitab hadis yang penting ini harus khatam dalam sebulan puasa itu dan oleh karena itu, jadilah bulan ini suatu bulan yang penting bagi kiai-kiai bekas muridnya di seluruh Jawa. Dalam bulan puasa, bekas murid-muridnya yang sudah memimpin pesantren di mana-mana, biasanya memerlukan datang tetirah ke Tebuireng, tidak saja untuk melanjutkan hubungan silaturahmi dengan gurunya, tetapi juga untuk mengikuti seluruh kuliah istimewa mengenai hadis Al-Bukhari dan Muslim guna mengambil berkah dan tabaruk,” (Atjeh, 105-106).

Menurut pengakuan dari Gus Qoyyum, peserta pengajian Sohihain yang diasuh oleh Hadratussyaikh, bukan hanya dari golongan NU saja, melainkan juga diikuti oleh golongan Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Selain itu, golongan jin dari Bagdad juga ikut menyimak penjelasan dari Hadratussyaikh. Hingga Hadratussyaikh berpesan, "Jangan ngaji di bawah beduk, sebab itu tempatnya jin yang ikut ngaji."

Akhir kata, mengutip dawuh dari Kiai Mustain Syafii, "Kalian yang setiap hari menghabiskan waktu untuk mempelajari hadis, semoga di akhirat nanti bisa satu majelis dengan Rasulullah," amin ya Rabbal’alamin.

Tabik,

Oleh: Ilham Zihaq


Editor: Daniel Simatupang