Karomah Mbah Dalhar Watucongol saat Muktamar NU ke-14 di Magelang

 
Karomah Mbah Dalhar Watucongol saat Muktamar NU ke-14 di Magelang
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – KH Achmad Chalwani, Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah suatu ketika pernah menceritakan kisah Kiai Siraj Payaman dan Kiai Nahrowi Dalhar (Mbah Dalhar Watucongol) pada saat Muktamar NU ke-14 pada tahun 1939.

Kiai Siraj Payaman dan Kiai Nahrowi Dalhar merupakan dua ulama besar pada zamannya, masing-masing memiliki kelebihan dan karomah yang berbeda. Kiai Siraj Payaman memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh Kiai Nahrowi Dalhar, yaitu pandai berpidato. Kiai Siraj juga pergi ke berbagai daerah seperti Purworejo, Kudus, dan Semarang hanya untuk berpidato, dan ayat yang selalu beliau sampaikan adalah Alif Lam Mim yang membuat semua hadirin menjadi tenang.

Sedangkan Kiai Dalhar merupakan sosok yang pendiam, jarang berbicara, dan tidak pernah berpidato layaknya Kiai Siraj. Hingga suatu ketika datang seorang santri kepada Kiai Siraj dan bertanya suatu hal kepadanya, “Kiai, kenapa panjenengan banyak bicara dan suka pidato di mana-mana? Kalau Kiai Dalhar mengapa pendiam, tidak pernah berpidato? Bagaimana perbedaannya?”

Dengan sangat takzim dan rasa hormat yang begitu besar kepada Kiai Dalhar, Kiai Siraj menjawab pertanyaan tersebut tanpa menampakkan kekurangan Kiai Dalhar dalam berpidato, di sisi lain karena beliau berdua merupakan wali Allah.

Kiai Siraj berkata, “Kamu jangan berani-berani dengan Kiai Dalhar ya. Kiai Dalhar itu mondok di Makkah di atas 22 tahun. Ilmu dari Makkah diboyong semua ke tanah Jawa. Ibarat tempat air (bejana) airnya penuh, tidak keluar suaranya, itu Kiai Dalhar.”

Namun, saat Muktamar NU ke-14 di Magelang Kiai Dalhar pernah berpidato di podium. Saat itu Mbah Wahab Chasbullah, Mbah Bisri Syansuri, dan para ulama lainnya mendaulat Kiai Dalhar untuk berpidato di depan Muktamirin. Pada saat berpidato inilah Kiai Dalhar menunjukkan karomahnya dengan pidato singkat yang beliau sampaikan, “Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Sapa wilujeng sedaya (pada selamat semua)? Panjenengan lak NU to? (Anda semua NU kan)? Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.”

Ternyata dari sepenggal kalimat yang beliau sampaikan, menjadi sebuah motivasi yang sangat besar. Masyarakat di sekitar Magelang, Purworejo, Boyolali, Temanggung, Wonosobo berduyun-duyun masuk NU. Sehingga membuat NU semakin meluas dan semakin besar.

Lahumul Fatihah

Cerita dari KH. Achmad Chalwani Nawawi (pengasuh pondok pesantren an-Nawawi, Berjan, Gebang, Purworejo)

Disadur dari Ngaji Online


Editor: Daniel Simatupang