Memori Indah Rasulullah SAW Bersama Sayyidah Khadijah

 
Memori Indah Rasulullah SAW Bersama Sayyidah Khadijah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ulama mendefinisikan arti cinta sebagai sebuah ketergantungan sang pecinta kepada sang kekasihnya. Cinta bukanlah suatu yang terlarang dalam syariat selama masih dalam koridor syariat. Karena cinta adalah fitrah.

Kisah dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW membuktikan akan contoh dan teladan bagi umatnya untuk meraih cinta nan hakiki, yaitu cinta karena Allah SWT. Kecintaan yang berdasar atas syariat bukan karena hawa nafsu atau syahwat. Tidak lain itu ada hakikat cinta yang terjalin antara Rasulullah SAW dan Sayyidah Khadijah.

Sayyidah Khadijah merupakan istri pertama dari Rasulullah SAW yang sangatlah beliau cintai. Kecintaan Rasulullah SAW sangat dalam kepadanya, hingga kepergian Sayyidah Khadijah pun membuat Rasulullah SAW bersedih, dan bahkan saat itu disebut sebagai “'Amul Huzn” (Tahun Kesedihan)

Jika kita telisik kisah cinta yang terjalin antara Rasulullah SAW dengan Sayyidah Khadijah, kita akan temukan makna keautentikan sebuah cinta. Cinta yang saling berbalas cinta.

Awal mula kisah cinta ini dimulai, di mana Sayyidah Khadijah lah yang memulai terlebih dahulu untuk mengungkapkan rasanya. Ketika ia dibuat melayang melihat keindahan akhlak dan kejujuran Rasulullah SAW. Begitu juga, sama halnya Rasulullah SAW sangat mencintai sosok istrinya, dengan sedalam-dalam cinta, bahkan cinta tersebut masihlah terkenang dalam relung hati Rasulullah SAW setelah Sayyidah Khadijah harus terlebih dahulu menghadap Sang Kuasa.

Marilah kita mencoba menyelam ke dalam lautan cinta tersebut dengan menyimak sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah:

 كان النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذا ذكَرَ خَديجةَ أَثْنى عليها، فأحسَنَ الثناءَ، قالت: فغِرْتُ يومًا، فقُلْتُ: ما أكثرَ ما تذكُرُها حَمراءَ الشِّدْقِ، قد أبدَلَكَ اللهُ عزَّ وجلَّ بها خَيرًا منها، قال: ما أبدَلَني اللهُ عزَّ وجلَّ خَيرًا منها، قد آمَنَتْ بي إذ كفَرَ بي الناسُ، وصدَّقَتْني إذ كذَّبَني الناسُ، وواسَتْني بمالِها إذ حرَمَني الناسُ، ورزَقَني اللهُ عزَّ وجلَّ ولَدَها إذ حرَمَني أولادَ النِّساءِ

"Setiap kali disebut nama 'Khadijah' di hadapannya (Rasulullah SAW), Ia selalu memujinya dan meluapkan memori indah bersamanya. (Suatu ketika) Aku pun (Aisyah) merasa cemburu dan marah atas hal tersebut, hingga aku berkata, ‘(Wahai Rasulullah SAW) Untuk apa kau selalu mengingat perempuan Quraisy tua (Khadijah). Sungguh kau telah mendapatkan sosok pengganti yang lebih baik (bermaksud dirinya sendiri)."

Setelah mendengar ucapan tersebut, sontak Rasulullah SAW pun meluapkan rasa cinta dan memori indah yang terpendam di dalam lubuk hatinya. Kisah cintanya yang ia arungi bersama sosok Sayyidah Khadijah. Rasulullah SAW kemudian bersabda:

“Sungguh tidak! wahai Aisyah. (Tak ada yang mampu menggantikan sosok Khadijah di hatiku). Ia lah orang yang pertama kali mengimani syariat yang aku bawa, ketika orang-orang masih dalam jurang kekufuran. Ia lah orang yang pertama kali patuh dan mempercayaiku, ketika orang-orang masih mendustakanku. Ia lah sosok yang rela menghabiskan harta, dan menginfakkannya demi perjuanganku, ketika orang-orang memblokade keluarga dan pengikutku. Ia lah sosok ibu dari semua anak-anakku, ketika (Allah SWT) tak mengkaruniakan hal tersebut kepada selainnya.”

Kemudian Sayyidah Aisyah pun sadar bahwa keutamaan Sayyidah Khadijah di mata Rasulullah SAW sangatlah mulia. Sebuah cinta yang terjalin erat setelah melalui lika-liku, pahit manisnya kehidupan. Sosok istri yang setia menemani Rasulullah SAW ketika kaumnya mencampakkannya. Sosok istri yang menguatkan Rasulullah SAW ketika kaumnya mendustakannya.

Hingga akhirnya, cinta tersebut masihlah melekat erat di lubuk hati Rasulullah SAW walau raga telah terpisah dengan istri tercinta. Disebutkan sebuah riwayat dalam Kitab At-Thabaqat:

 جَاءَتْ خَوْلَةُ بِنْتُ حَكِيْمٍ، فَقَالَتْ: يَا رَسُوْل الله كَأَنِّي أَرَاكَ قَدْ دَخَلْتَكَ خُلَّةٌ لِفَقْدِ خَدِيْجَةَ، قَالَ: أَجَلْ كَانَتْ أُمَّ الْعِيَالِ وَرَبَّةَ الْبَيْتِ

“Suatu ketika Khoulah bin Al-Hakim bertanya kepada Rasulullah, 'Wahai Nabi, sungguh aku melihat raut muka (kesedihan serta kerinduan) yang terpancar dari wajahmu (atas kepergian Khadijah).' Rasulullah menjawab, ‘Sungguh benar. Dia lah sosok ibu yang sayang terhadap keluarga, dan perawat rumah.’” (HR. Ibn Sa'ad)

وَعِنْدَهُ أَيْضًا مِنْ مُرْسَلٍ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرَ قَالَ: وَجَدَ صَلَّى الله عَلَيْه وَسَلَّم عَلَى خَدِيْجَةَ حَتَّى خَشِيَ عَلَيْهِ حَتَّى زَوَّجَ عَائِشَةَ

"Diriwayatkan dari sahabat Ubaid bin U'mair ia bertutur, 'Sungguh Rasulullah SAW merasa sangat kehilangan setelah ditinggal wafat oleh istrinya, hingga (rasa tersebut sedikit terkikis) ketika Ia menyunting Sayyidah A'isyah.'" (HR. Ibn Sa'ad)

Sungguh indah ketika dua insan memadu cinta, melewati susah senangnya kehidupan bersama, dalam bahtera rumah tangga yang halal (pernikahan). Sungguh tepatlah jika kesetiaan dan prinsip berpegang teguh atas komitmen itu dilandaskan seperti yang diteladankan oleh Rasulullah SAW di dalam rumah tangganya. Demikianlah umat Islam harus mencontohnya. Wallahu A'lam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 17 September 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Sibt Umar

Editor: Hakim