Memperhatikan dan Mengenali Dunia dengan Baik

 
Memperhatikan dan Mengenali Dunia dengan Baik
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Mengenali dunia dengan baik adalah sumber sekaligus cara menemukan kebahagiaan yang sejati. Dunia itu sarana dan bukan tujuan. Bagi yang memahami hakikatnya, dunia itu laksana meja yang terhampar hidangan yang menarik. Sebagai tamu yang baik dia akan makan sesuai kebutuhan dan berterima kasih kepada tuan rumah. Sebaliknya, yang cinta dunia laksana minum air laut yang tak kenal puas bahkan terus merasa kehausan.

Dunia itu memang harus dihadapi dan bisa dinikmati, tapi harus dengan baik dan benar. Dunia itu penting untuk memelihara serta menjaga jiwa dan raga. Secara ragawi, perlu dipelihara dengan sandang, pangan dan papan. Sedangkan secara rohani, jiwa harus dipelihara dengan ma'rifah (mengenal) dan mahabbah (cinta) kepada Allah SWT. Jadi ragawi dipelihara agar layak dikendarai jiwa ketika di dunia, yang dapat menghantarkan diri pada keselamatan akhirat.

Dunia itu seperti nenek sihir yang bermata hijau dan gigi bertonjolan. Terkadang terlihat layaknya gadis cantik yang menghipnotis orang untuk menyukainya. Dan ketika dilempar ke neraka, nenek sihir itu berteriak mana para pecinta dunia yang menggemariku.

Perhatikanlan firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 86 berikut ini:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا بِالْاٰخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُوْنَ ࣖ

“Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azabnya dan mereka tidak akan ditolong.”

Allah SWT menegaskan bahwa kehidupan di dunia itu tidaklah berharga sama sekali dibandingkan dengan akhirat. Karenanya, sangat tidak dibenarkan jika seorang hamba memilih kehidupan dunia daripada akhirat. Hal ini bukan berarti tidak peduli sama sekali dengan kehidupan di dunia, melainkan sekadarnya saja, dan orientasinya adalah tetap untuk kebaikan kelak di akhirat.

Jika kita menyadari, pada sisi lain, tipuan dunia itu seperti kapal yang singgah di sebuah pulau dengan hamparan hutan yang lebat. Ketika penumpang turun dari kapal terdapat tiga kelompok yang berlainan sikap, yang digambarkan sebagai berikut:

1. Orang yang bijak akan cepat kembali ke kapal dengan mendapati tempat yang kosong dan nyaman (Mukmin)

2. Orang yang menghabiskan waktu agak lama sibuk menikmati keindahan hutan (Mukmin tapi terpedaya)

3. Orang yang berjalan lebih jauh dan sibuk dengan barang bawaan yang penuh beban (Orang yang terperdaya dan kafir)

Sekarang kita tinggal memahami dan mengambil sikap yang terbaik sebagaimana petunjuk Allah SWT. Tentunya dengan tidak terperdaya kehidupan di dunia yang hanya sementara itu, tetapi senantiasa bersemangat dalam menjalani kehidupan dengan kebaikan-kebaikan yang kelak disiapkan sebagai bekal di akhirat. 

Semoga kita termasuk golongan pertama yang arif dan bijaksana dalam menyikapi kehidupan dunia ini. Kita harus menaklukkan hasrat diri kita terhadap dunia fana ini untuk menggapai kebaikan akhirat yang abadi. Dengan demikian, semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung, yang merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (sa'adatun fid daroin). []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 22 September 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Rakimin Al-Jawiy (Dosen Psikologi Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Editor: Hakim