Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Berkarir? Berikut Penjelasan Nyai Hj. Luluk Farida

 
Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Berkarir? Berikut Penjelasan Nyai Hj. Luluk Farida
Sumber Gambar: Capture/YT Luluk Farida Muchtar

Laduni.ID, Jakarta – Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa, baik laki-laki mapupun perempuan, memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya dalam mencapai ridha Allah SWT, mendapatkan surga, dan mendapatkan pahala.

Hal tersebut disampaikan oleh Nyai Hj. Luluk Farida Muchtar, Pembina Yayasan Pesantren PPAI Darun Najah Malang dalam unggahan Youtube pribadinya (25/9/2021), saat menjelaskan Kitab Uqudulujain karya Imam Nawawi Al Bantani.

Beliau menambahkan, baik laki-laki maupun perempuan dapat memasuki pintu surga mana setelah hubungannya dengan Allah baik, hubungan dengan orang terdekat (keluarga, suami, anak), dan hubungan dengan dirinya sendiri pun baik (menjaga diri).

“Jadi, pintu surga itu karena gak ada batasannya, maka setiap manusia diberi hak oleh Allah, dianugerahi akal, kalbu, dan nafsu untuk menimbang mana yang maslahat, mana yang baik, mana yang mafsadat, mana yang tidak baik. Sehingga pintu surga itu sesuai dengan kapasitasnya yang mana yang dipilih,” tutur beliau.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32)

Nyai Luluk Farida menjelaskan apa yang dimaksud dengan “bagian dari apa yang diusahakan”. Menurut beliau, bagian tersebut bisa termasuk pahala akhirat, pahala dunia, atau malah sebaliknya seperti dosa yang tetu keduanya memiliki konsekuensi logisnya.

“Kalau di akhirat dapat surga, kalau di dunia mungkin dapat kebahagiaan, prestise (wibawa), pengakuan sosial, kebutuhan; manusiawi dicintai, disayangi, dikagumi. Itu dari mana? Dari perilaku masing-masing,” jelas Nyai Luluk.

Beliau menegaskan, baik laki-laki maupun perempuan dapat memilih bahagia atau menderita, mencapai surga atau neraka, pahala atau dosa dengan perbuatannya sendiri dalam mengusahakannya. Sebab hal tersebut bukanlah pemberian, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan.

“Bukan (diberi), tapi iktasab, itu perjuangan. Bentuk perjuangan, butuh tindakan, proses berfikir, proses memutuskan, menimbang, akhirnya memutuskan lalu melakukan tindakan raga. Kemudian setelah mempertimbangkan, memutuskan ‘kalau gitu akan memutuskan mengambil langkah A dan melakukan A,’” jelas Bu Nyai.

Beliau memberikan contoh dalam kaitannya dengan rumah tangga. Apakah seorang istri akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga?

“Inikan butuh pertimbangan. Nah, ketika itu hubungan suami-istri, maka keputusan tidak bisa hanya diambil oleh satu orang sepihak saja, perlu iktisab (usaha/diusahakan) tadi” tegas Nyai Luluk.

Karena dalam rumah tangga ada suami dan istri, sedang posisi suami adalah qawwamuna ‘alannisa, harus membuat perempuan berdiri tegak makin kuat, maka mana yang terbaik dapat diputuskan bersama.

Dalam surat lain Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 97)

Baik laki-laki maupun perempuan, lanjutnya, diberi Allah fitrah potensi yang sama untuk membuat keputusan hidup jalannya sendiri.

“Di mana, kebahagiaan itu tidak datang tiba-tiba, tapi kebahagiaan itu perlu diperjuangkan,” pesan beliau.

Dalam rumah tangga juga harus diperjuangkan bersama, suami harus bahagia dan membahagiakan, begitu juga istri harus bisa bahagia dan membahagiakan. Selain itu, baik suami atau istri, barangsiapa yang dapat menebar banyak maslahat-manfaat maka dialah yang paling banyak meraup pahala. Bukan terpaku pada status suami atau istri, laki-laki atau perempuan, tapi siapa yang lebih banyak memberi kemaslahatan dan kebermanfaatan itulah yang terbaik.


Editor: Daniel Simatupang