Biografi Abdul Wahid bin Zaid

 
Biografi Abdul Wahid bin Zaid

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat 

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Guru-Guru Beliau

3          Kisah-kisah 
3.1      Dinar Ajaib
3.2      Penyembah Berhala yang Bertaubat

4          Untaian Nasehat 

5          Karomah

6          Referensi

 

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

Abdul Wahid bin Zaid adalah ulama tabiin yang berasal dari Basrah Irak, kelahirannya tidak didokumentasikan, beliau pernah bertemu dan berguru dengan Abu Hanifah dan Hasan al Basri.

1.2       Wafat

Ada yang mengatakan bahwa beliau meninggal pada 27 Safar 170 Hijriah sementara yang lain mengatakan 177 atau 176 atau 186 Hijriah. Makamnya berada di Basrah, Irak.

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1       Guru-guru Beliau

Guru-guru beliau saat mencari ilmu adalah:

  1. Abu Hanifah
  2. Hasan Basri

3          Kisah-kisah

3.1       Dinar Ajaib
Dia memiliki seorang budak yang dia bebaskan darinya dari dinas malam dengan syarat pembayaran satu dinar per malam. Seseorang mengeluh kepadanya bahwa budak itu mencuri mayat orang kafan.

Suatu malam Abdul Wahid diam-diam mengikuti budak yang pergi ke qabrustaan. Di sini budak itu melakukan Namaaz sampai waktu Subuh. Kemudian dia berdoa dan memohon kepada Allah Ta'ala:

“Wahai Guru Besarku! Berikan upah tuan kecilku. ”

Sebuah dinar secara ajaib muncul dan menetap di tangan budak itu. Sementara budak itu pergi, Abdul Wahid tetap bersembunyi.

Setelah kepergian budak itu, Hadhrat Abdul Wahid berwudhu, melakukan dua rakaat Salaatut Taubah dan bertobat atas kecurigaan tak berdasar yang telah ia hibur terhadap budaknya. Dia memutuskan untuk membebaskan budak itu.

Wahyu mengejutkan lainnya mengejutkan Hadhrat Abdul Wahid di pagi hari. Dia tersesat, mencari arah rumahnya. Ketika dia bertanya kepada orang-orang di sekitar, mereka memberi tahu dia bahwa tempat rumahnya (yang disebutkan olehnya) adalah dua tahun perjalanan jauhnya. Dia duduk dengan bingung. Seorang penunggang kuda yang lewat segera berhenti dan bertanya: 'Abdul Wahid, mengapa kamu duduk di sini?' Abdul Wahid menceritakan kisahnya. Penunggang kuda itu berkata:

“Jangan pergi. Dengan kuda yang cepat, dibutuhkan dua tahun untuk mencapai rumah Anda. Budak yang sama akan datang di malam hari. Pergi dengan dia."

Abdul Wahid tidak punya pilihan selain menunggu.

Pada malam hari, budak itu muncul dengan berbagai makanan. Dia memberikan makanan itu kepada Abdul Wahid, dengan mengatakan: “Makanlah dan jangan pernah melakukannya lagi.” Sementara Hadhrat Abdul Wahid sedang makan, budak itu melakukan ibadah. Pagi-pagi seperti biasa, dinar sudah sampai. Dia memberikan kedua dinar itu kepada tuannya yang hanya berjalan beberapa langkah dengan budak itu dan secara ajaib sampai di rumah. Budak itu berkata: 'Anda bermaksud untuk membebaskan saya.' Hadhrat Abdul Wahid segera membebaskan budak yang mengungkapkan rasa terima kasihnya yang mendalam. Sebagai imbalan atas kebebasannya, budak itu memberi Hadhrat Abdul Wahid beberapa kerikil dan menghilang.

Di pagi hari dia menemukan bahwa 'kerikil' adalah permata yang tak ternilai yang dia jual dan bagikan uangnya kepada fuqara. Dengan demikian ia memulai perjalanan meninggalkan dunia.

3.2      Penyembah Berhala yang Bertaubat

Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ketika itu kami naik perahu, angin kencang berhembus menerpa perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau. Kami turun ke pulau itu dan mendapat seorang laki-laki sedang terdiam menyembah patung.”
Kami berkata kepadanya, ‘Di antara kami, para penumpang perahu ini tidak ada yang melakukan seperti yang kamu perbuat.’

Dia bertanya, "Kalau demikian, apa yang kalian sembah?"

Kami menjawab, "Kami menyembah Allah."

Dia bertanya, "Siapakah Allah?"

Kami menjawab, "Dzat yang memiliki istana di langit dan kekuasaan di muka bumi."

Dia bertanya, "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?"

Kami jawab, "Dzat tersebut mengutus seorang rasul kepada kami dengan membawa mukjizat yang jelas, maka rasul itulah yang menerangkan kepada kami mengenai hal itu."

Dia bertanya, "Apa yang dilakukan rasul kalian?"

Kami menjawab, "Ketika beliau telah tuntas menyampaikan risalah-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut ruhnya. Kini utusan itu telah meninggal."

Dia bertanya, "Apakah dia tidak meninggalkan sesuatu tanda kepada kalian?"

Kami menjawab, "Dia meninggalkan kitabullah untuk kami."

Dia berkata, "Coba kalian perlihatkan kitab suci itu kepadaku!"

Kemudian kami memberikan mushaf kepadanya. Dia berkata, "Alangkah bagusnya bacaan yang terdapat dalam mushaf itu."
Lalu kami membacakan beberapa ayat untuknya. Tiba-tiba ia menangis, dan berkata, "Tidak pantas Dzat yang memiliki firman ini didurhakai."
Kemudian ia memeluk Islam dan menjadi seorang muslim yang baik.

Selanjutnya, dia meminta agar diizinkan ikut serta dalam perahu. Kami pun menyetujuinya lalu kami mengajarkan beberapa surat Al-Quran. Ketika malam tiba, sementara kami semua berangkat tidur, tiba-tiba dia bertanya, "Wahai kalian, apakah Dzat yang kalian beritahukan kepadaku itu juga tidur?"

Kami menjawab, "Dia Hidup terus, Maha Mengawasi dan tidak pernah ngantuk atau tidur."

Dia berkata, "Ketahuilah, adalah termasuk akhlak yang tercela bilamana seorang hamba tidur nyenyak di hadapan tuannya."
Dia lalu melompat, berdiri untuk mengerjakan shalat. Demikianlah, kemudian ia qiyamullail sambil menangis hingga datang waktu subuh.

Ketika sampai di suatu daerah, aku berkata kepada kawan-kawanku, "Laki-laki ini orang asing, dia baru saja memeluk Islam, sangat pantas jika kita membantunya."

Mereka pun bersedia mengumpulkan beberapa barang untuk diberikan kepadanya, lalu kami menyerahkan bantuan itu kepadanya. Seketika saja ia bertanya, "Apakah ini?"

Kami menjawab, "Sekadar infak, kami berikan kepadamu."

Dia berkata, "Subhanallah".

Kalian telah menunjukkan kepadaku suatu jalan yang kalian sendiri belum mengerti. Selama ini aku hidup di suatu pulau yang dikelilingi lautan, aku menyembah dzat lain (bukan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sekalipun demikian, dia tidak pernah menyia-nyiakan aku…. Maka bagaimana mungkin dan apakah pantas Dzat yang aku sembah sekarang ini, Dzat Yang Maha Mencipta dan Dzat Maha Memberi rezeki akan menelantarkan aku?’

Setelah itu, dia pergi meninggalkan kami. Beberapa hari kemudian, aku mendapat kabar bahwa ia dalam keadaan sakaratul maut. Kami segera menemuinya, dan ia sedang dalam detik-detik kematian. Setiba di sana, aku ucapkan salam kepadanya, lalu bertanya, "Apa yang kamu inginkan?"

Dia menjawab, "Keinginan dan harapanku telah tercapai pada saat kalian datang ke pulau itu, sementara ketika aku tidak mengerti kepada siapa aku harus menyembah."

Kemudian aku bersandar pada salah satu ujung kainnya untuk menenangkan hatinya, tiba-tiba saja aku tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi melihat taman yang di atasnya terdapat kubah di sebuah kuburan seorang ahli ibadah. Di bawah kubah terdapat tempat tidur sedang di atasnya tampak seorang gadis sangat cantik. Gadis itu berkata, "Demi Allah, segeralah mengurus jenazah ini, aku sangat rindu kepadanya."

Maka aku terbangun dan aku dapati orang tersebut telah mati. Lalu aku mandikan jenazah itu dan aku kafani. Pada malam harinya, saat aku tidur, aku memimpikannya lagi. Aku lihat ia sangat berbahagia, didampingi seorang gadis di atas tepat tidur di bawah kubah sambil menyenandungkan firman Allah.

سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

(Sambil mengucapkan), ‘Salamu ‘alaikum bima shabartum.

Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.

” (QS. Ar-Ra’d: 24)      

4        Untaian Nasehat

Berikut ini adalah Untaian Nasehat Beliau:

  1. Perumpamaan seorang mukmin ibarat seorang bayi berada dalam rahim, ia tidak senang keluar dan bila telah keluar ia tidak senang untuk kembali, begitu juga seorang mukmin bila telah keluar dari dunia.
  2.  Keadaan terbaik bagi seorang hamba terhadap Alloh swt adalah menerima ketentuan-NYA, bila Alloh memanjangkan umurnya didunia untuk taat kepadaNYA pasti hal itu labih ia senangi, bila IA mencabut nyawanya itupun lebih ia senangi.
  3. Tidak seorang hamba diberi materi duniawi kemudian ia masih mencari sesuatu yang lain pasti Alloh akan mencabut darinya rasa kesenangan untuk berkholwat kepadaNYA, dan menggantinya setelah didekatkan ia dijauhkan, setelah kesenangan diganti ketakutan.

5         Karomah

Menjelang akhir hayatnya Hadhrat Abdul Wahid jatuh sakit parah. Dikatakan bahwa dia lumpuh, sehingga tidak bisa berwudhu. Suatu ketika ketika waktu salat, tidak ada seorang pun yang hadir untuk membantunya berwudhu. Dia menjadi sangat gelisah. Dia berdoa dan segera dia sembuh. Dengan demikian ia melakukan shalatnya dengan sangat tenang. Setelah shalat, penyakit itu kembali lagi.

6         Referensi

"Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"

  Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab 

 

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya