Kiai As'ad, Kiai Jazuli Tattango dan Maulid Nabi

 
Kiai As'ad, Kiai Jazuli Tattango dan Maulid Nabi
Sumber Gambar: Bangsa Online/KHR As'ad Syamsul Arifin bersama Menteri Agama RI Orde Baru Alamsjah Ratu Perwiranegara.

Laduni.ID, Ngawi – Suatu ketika, saat Kiai As’ad Syamsul Arifin muda tengah pergi ke sebuah acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bersama sang guru, dalam perjalanan beliau mendapati sang guru merasa bahagia dan sesekali tersenyum kecil.

Melihat senyum sang guru yang terpancar sepanjang jalan, Kiai As’ad memberanikan diri bertanya apa yang membuat sang guru bahagia.

“Nak, coba lihat pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang itu, mereka tampak bahagia karena menyambut Maulid Nabi,” jawab sang guru.

Kisah di atas diceritakan oleh Kiai Afifudin Muhajir yang diceritakan langsung oleh Kiai As’ad, dan guru yang dimaksud oleh Kiai As’ad adalah Kiai Jazuli Tattango, Sumenep, seorang sufi dan mursyid thariqah Naqsabandiyah-Qadiriyah pada masanya.

Dalam berbagai literatur keislaman, seorang sufi memang memiliki cara pandang berbeda dalam memahami kehidupan. Sufi memandang segala sesuatu menggunakan mata kepala (ainul bashor) dan menggunakan mata hati (ainul bashiroh). Sehingga tak jarang dijumpai seorang sufi yang lebih bijak dalam memahami suatu permasalahan dalam kehidupan.

Dalam Ihya' Ulumiddin Imam Al-Ghazali pernah berkata:

‏الذين يعجزون عن قراءة الأسطر الإلهية المكتوبة على صفحات الموجودات بخط إلهى لا حرف فيه ولا صوت الذى لا يدرك بعين البصر بل بعين البصيرة.

“Orang-orang yang tidak mampu membaca garis-garis ketuhanan yang tertulis dengan “tinta” Allah SWT, yang terdapat dalam lembaran-lembaran tanpa huruf dan tanpa suara, yang hanya bisa dijangkau dengan mata hati bukan dengan mata kepala.”

Misalnya saja dalam hal Maulid Nabi Muhammad SAW, sebagaimana Kiai Jazuli Tattango memandang Maulid Nabi dengan cara berbeda. Seorang sufi pun memandang Maulid bukan pada diperbolehkan atau tidaknya, melainkan dari sisi yang tak pernah disangka-sangka oleh orang pada umumnya.

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki pernah berkata,

“Tidak layak seseorang yang berakal bertanya, ‘Mengapa kalian memperingati maulid?’ Karena seolah-olah ia bertanya, ‘Mengapa kalian bergembira dengan adanya kelahiran Nabi?’”

Semoga kita semua dapat meneladani akhlak para sufi dan mendapat syafaat dari baginda Nabi Muhammad SAW. Amin.

Disadur dari Ulama Nusantara


Editor: Daniel Simatupang