Cryptocurency yang Diperbolehkan Syariat (Bagian 4)

 
Cryptocurency yang Diperbolehkan Syariat (Bagian 4)
Sumber Gambar: Ilustrasi/Karolina Grbowska - Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Pembahasan panjang di atas (sebelumnya) adalah tentang jenis kripto yang tidak wajar. Saya sebut tidak wajar sebab harganya tidak mempunyai patokan manfaat riil yang jelas. Sebagai mata uang ia tidak mempunyai underlying asset yang jelas dan melabrak regulasi. Sebagai aset ia juga tidak mempunyai manfaat yang nyata. Karena itu wajar bila ada pihak yang memberi vonis haram pada "harta ghaib" satu ini. Dalam bahasa umum, kata haram berarti "dilarang".

Namun bagaimana dengan versi kripto yang tidak demikian? Beberapa jenis kripto dibuat berdasarkan aset yang nyata di alam nyata. Beberapa lainnya dibuat berdasarkan harga uang yang nyata, dolar misalnya. Untuk yang seperti ini tidak masalah secara fikih.

Dalam putusan LBM PWNU Jatim yang menghebohkan itu pun ada klausul, “Cryptocurrency yang memiliki nilai penjamin aset seperti Tether dan sebagian dari Etherium, berlaku sebagai maal duyun sebagaimana Hasi Keputusan Bahtsul Masail PWNU di Bejagung Tuban.”

Maksudnya adalah tidak bermasalah dianggap sebagai aset/komoditas. Klausul yang merupakan rincian pembahasan (tafshil) ini kerap tidak dibaca oleh media sehingga masyarakat yang membaca naskahnya menyangka LBM PWNU menyamaratakan semua kripto lalu menjatuhkan vonis haram pada seluruhnya.

Demikian juga apabila nanti di masa depan pemerintah membuat versi kriptonya sendiri yang terjamin keberlakuan, patokan harga dan segala macam detail lainnya. Andai ini terjadi, maka tidak masalah sebab perlindungan hukum dari pemerintah akan menghilangkan semua kemusykilan di atas, akan tetapi apa bedanya dengan mata uang digital (e-money) yang juga sudah dikeluarkan pemerintah? Secara filosofis, cryptocurrency dibuat dengan tujuan menghancurkan desentralisasi atau dengan kata lain dibuat untuk membuat sistem keuangan yang terdesentraslisasi alias peer to peer (orang ke orang).

Tujuan filosofis ini akan hilang ketika pemerintah ikut campur terlalu jauh dalam urusan kripto, sehingga saya menduga ini tidak akan dibiarkan terjadi. Andai, lagi-lagi kita berandai-andai, bahwa di masa depan struktur mata uang terdesentralisasi ini betul-betul menjadi pola baru yang berlaku di seluruh dunia dan diterima tanpa menimbulkan mafsadah, maka peluangnya untuk menjadi halal sangat besar. Kita lihat saja nanti.

Demikian gambaran tentang kripto yang dipermasalahkan hingga dijatuhkan vonis haram oleh beberapa pihak itu. Bila ini dipahami, saya yakin perdebatan soal ini akan jauh lebih singkat dan titik temu (atau titik pisah) antara pro dan kontra segera terurai, meskipun butuh waktu yang tidak singkat untuk memahami gambaran ini seutuhnya, bahkan sekedar mengkhatamkan artikel saya ini saja sudah lumayan lama.

Jadi, bagi pihak yang bersikukuh bahwa kripto halal alias direstui syariat, maka silakan menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam gambaran dan sudut pandang di atas. Kalau sekedar menjelaskan bahwa Bappebti merestuinya, bahwa masyarakat menganggapnya sebagai aset yang mahal, bahwa Amerika menerimanya, bahwa ia mempunyai blockchain yang tidak bisa ditembus, dan seterusnya yang tidak sesuai dengan inti perdebatan, maka percuma dan tidak akan selesai. Silakan berpendapat dan beradu argumen, tetapi pastikan kedua pihak mempunyai gambaran dan perspektif yang sama tentang objek yang dibahas.

Semoga bermanfaat.

Jember, 25-11-2021

Oleh: Kiai Abdul Wahab Ahmad


Editor: Daniel Simatupang