Kiai Muda, Pergerakan dan Pencerahan

 
Kiai Muda, Pergerakan dan Pencerahan
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Belakangan kita sedih melihat dan mendengar kabar kematian yang dialami banyak pengasuh-pengasuh pondok pesantren baik karena akibat positif Covid-19 maupun karena penyakit lainnya.

Kiai-kiai pesantren yang wafat terus bertambah hingga rilis terbaru hampir 300 orang, terutama kiai-kiai NU. Kaget, takut dan cemas menjadi padu di jiwa para warga Nahdliyyin. Kiai pesantren jauh lebih punya peranan penting dalam kehidupan umat Islam, mereka ikhlas mengajarkan ilmu-ilmu agama, tulus membina akhlak dan adab terutama terhadap para santri.

Ini dipahami sebagai takdir yang kuasa, apapun penyebabnya kematian itu satu. Pada titik terendah dari perasaan cemas dan khawatir inilah, kiranya segera dimunculkan para pengganti ulama yang wafat tersebut. Untuk kemudian meneruskan perjuangan mengajarkan, membimbing dan membina agama kepada umat.

Soal kemampuan tentu pasti berbeda-beda, yang terpenting ada perasaan tergugah untuk teruskan perjuangan para ulama dan orang tua kita, yaitu mengajarkan ilmu agama, menjalankan syariat agama, dan Istiqomah bersikap, berperilaku mengikuti akhlak Rasulullah SAW.

Tangisan tidak akan berarti jika warisan ilmu mereka tidak sampai diteruskan, dan manaqib mereka tidak dilanjutkan. Generasi ulama muda, secara kemampuan mungkin masih jauh dari kualitas kealimannya ulama sepuh. Tetapi diam tanpa meneruskan adalah suatu kebodohan yang berakibat bodohnya umat, bobroknya akhlak mereka.

Pencerahan, satu tindakan nalar sekaligus tindakan praksis dalam upaya memberikan pengetahuan, menjelaskan kebenaran dan menganjurkan kebaikan. Jika, sudah kehendak alam dan umat membutuhkan, maka adalah keniscayaan bagi ulama muda untuk berkiprah, tanpa perlu menanti usia tua.

Indonesia hari ini adalah darurat ulama yang alim dan soleh. Kita tentu melihat ini dengan cemas, tak enak rasa, dan ketakutan yang amat sangat ketika ulama wafat, itu artinya ilmu diangkat bersamaan wafatnya orang alim.

Merumuskan bagaimana upaya ini bisa terwujud, agar estafet keulamaan dan ke-kiai-an terus berjalan. Setalah meneruskan jejak-jejak tersebut, maka kelanjutannya adalah mewujudkan tindakan pencerahan dan mengajak kebenaran, kejujuran, dan cinta tanah air pada seluruh umat, khusus umat Islam.

Pencerahan sekali lagi tidak dibatasi oleh diferensiasi keyakinan agama, akan tetapi pencerahan yang saya maksud adalah pencerahan yang dilakukan oleh kiai-kiai muda untuk menabur kebaikan, kebenaran yang tercahayai oleh hikmat, haibah dan ma'rifat ilahiyat. 12 bidang ilmu agama Islam adalah pegangan untuk menjadi tolok ukur, untuk menjawab dan menuntaskan soal-soal kebangsaan dan keagamaan.

Bagi Immanuel Kant (Filsuf Jerman) dalam Foundations of the Metaphysics of Morals, pencerahan adalah kebebasan dan dengannya masyarakat harus terus didorong untuk menggunakan kebebasan rasio mereka, baik dalam tradisi berdebat maupun keberanian mengemukakan pendapat.

Meskipun selalu ada ongkos mahal yang harus dibayar, yaitu upaya pembatasan bagi setiap kebebasan. Pembatasan itu dapat saja digelar oleh kesatuan militer atas instruksi penguasa atau bahkan oleh seorang rohaniawan atau agamawan yang gagal memahami spirit.       

Pandangan Kant ini tidak serta merta bahwa pencerahan itu harus disamakan dengan apa yang ia alami saat terjadi Aufklarung di Jerman abad 18 M. Ini adalah pandangan saja, bahwa itu adalah hak manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah agar umat manusia tercerahi oleh nilai agama, akhlaq atau Budi pekerti. Hingga kemanusiaan akan menjadi tingkatan paling atas sebagai subjek dan objek, sekaligus sebagai pelaku peradaban.

Dalam Al-‘Aql wa al-Tanwîr fî al-Fikr al-‘Araby al-Mu‘âshir, Qadhâyâ wa Madzâhib wa Syakhshiyyât, Ibnu Rusyd, dari Andalusia Spanyol menumbuhkan semangat rasionalitas untuk mencapai sebuah pencerahan.

Sebagaimana ungkapannya, “Tidak akan ada pencerahan tanpa akal rasio, karena ia menunjukkan, membuktikan dan menghukumi kebenaran sebagaimana kompas yang digunakan manusia untuk menunjukkan arah dalam perjalanan di tengah padang pasir. Akal rasio adalah sinar, cahaya dan keyakinan, maka tidak akan mungkin kita bisa mencapai sebuah pencerahan tanpa menggunakannya.”

Dua filsuf beda zaman ini, untuk sementara menjadi rujukan dari apa yang kita perlukan dalam hal ini, tindakan kongkrit agar upaya pencerahan sebagai kelanjutan perjuangan ulama kita yang telah tiada bisa diwujudkan.

Sebagai kalimat akhir, kekhawatiran dan kecemasan adalah alasan utama dari suatu kemunduran hidup. Sementara bentangan cakrawala hidup masih luas dan panjang. Kaum sarungan seluruh Indonesia, bangkitlah.

Serang 7 Desember 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang