Khutbah Jumat: Urgensi Pesan Takwa

 
Khutbah Jumat: Urgensi Pesan Takwa

KHUTBAH I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِتَرْكِ الْمَنَاهِيْ وَفِعْلِ الطَّاعَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَآبِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْـتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (١٦)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosannya, khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jamaah untuk senantiasa bersyukur pada Allah swt atas segala anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt, bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladani.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Di antara banyak ajaran Islam, ajaran takwa harus selalu dipesankan dan diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena pesan takwa itu sangat vital, menjadi salah satu rukun bagi keabsahan khutbah dan salat jumat yang dilaksanakan. Dan ditegaskan Imam al-Mubârakfȗrî (1283-1383 H), dalam kitabnya Tuhfat al-Ahwadzî bi-Syarh Jâmi‘ al-Tirmîdzî (Juz VI, hlm. 104), “Fainna al-taqwâ asâs al-dîn, wa-bihi yurtaqâ ilâ marâtib al-yaqîn, karena sungguh takwa adalah pondasi agama, yang dengannya seseorang diangkat kepada tingkat-tingkat keyakinan. Dengan takwa itulah banyak hikmah yang sungguh penting yang diraih bagi orang-orang yang bertakwa (muttaqîn).

Apa sejatinya makna takwa? Syaikh Mushthafâ Dîb al-Bughâ dan Syaikh Muhyiddîn Mistȗ dalam kitab al-Wâfî fî Syarh al-Arba‘în al-Nawawiyyah (hlm. 214) menjelaskan makna takwa dan urgensi pesan atau wasiat takwa: “Wasiat Takwa:

Takwa adalah melaksanakan semua perintah dan menjauhi semua larangan. Ketakwaan ini merupakan perintah syar’i. Rasulullah, dalam memberikan pesan, senantiasa menitikberatkan masalah ketakwaan, karena bagi siapa pun yang komitmen dengannya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ketakwaan juga merupakan pesan Allah terhadap orang-orang terdahulu dan juga terhadap kita semua.

Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang meneguhkan ajaran takwa. Di antaranya termaktub dalam surat Âli ‘Imrân, al-Tâghabȗn, al-Ahzâb, al-Thalâq, dan al-Anfâl, sebagai berikut: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS Âli ‘Imrân (3) ayat 102).

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (١٦)

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Tâghabȗn [64]: 16).

Sembilan Poin Penting Hikmah Takwa

Berdasarkan dua kitab syarah Riyâdh al-Shâlihîn, kitab populer, karya Imam al-Nawawî (w. 676 H), pertama Kitâb Dalîl al-Fâlihîn li-Thuruq Riyâdh al-Shâlihîn (Juz I, hlm. 308-309) karya al-‘Âlim al-‘Allâmah Muhammad Bin ‘Alân al-Shadîqî al-Syâfi‘î al-Asy‘arî al-Makkî (w. 1057 H) dan Nuzhat al-Muttaqîn Syarh Riyâdh al-Shâlihîn min Kalâm Sayyid al-Mursalîn, (hlm.), karya Syaikh Mushthafâ Sa‘îd al-Khîn dan Syaikh Mushthafâ al-Bughâ berserta tim penulis, dengan mendasarkan pada ayat-ayat sebagaimana dikemukakan di atas dan ayat-ayat lainnya beserta kandungan maknanya, setidaknya dapat disaringkan 9 (sembilan) poin penting dalam peneguhan ajaran takwa, sebagai berikut:

Pertama, takwa harus selalu menghiasi kehidupan seorang mukmin yang mempunyai akal sehat, dalam ucapan maupun perbuatan. Dengan kata lain seorang mukmin harus senantiasa menghiasi dirinya dengan takwa. Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang sarat dengan takwa. Ibadah haji tentu harus dilandasi dengan ketakwaan. Dan takwa harus dijadikan bekal dalam berhaji. Dalam sebuah ayat mengenai haji, Allah memerintahkan: “Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepadaKu wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. al-Baqarah [2]: 197)   

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Kedua, takwa menjadi penyebab seseorang selamat dari musibah, dan pembuka pintu rizki yang halal (QS. al-Thalâq [65]: 2-3).

Ketiga, Hati orang yang bertakwa akan dibersihkan, dan pikirannya pun menjadi jernih pula, sehingga ia dapat mengikuti yang hak (kebenaran), dan menjauhi yang batil;

Keempat, takwa menjadi syarat diterimanya amal ibadah, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Mâ’idah [5]: 27). Kelima, takwa menjadi ukuran pemuliaan peninggian derajat manusia di sisi Allah Taala, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa....” (QS. al-Hujurât [49]: 13).

Keenam, takwa menjadi faktor penyebab keselamatan di akhirat. Firman Allah SWT: “Selanjutnya, Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalamnya (neraka) dalam keadaan tersungkur.” (QS. Maryam [19]: 72).

Ketujuh, takwa menjadi syarat masuk ke dalam surga dan kekal di dalamnya. Firman-Nya: “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,” (QS. Âli ‘Imrân [3]: 133)

Kedelapan, puncak dari takwa adalah mendapatkan kecintaan dan kasih sayang Allah (mahabbatullâhi Ta‘âlâ wa-muwâlâtuhu), sebagaimana firman-Nya: “Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa” (QS. Âli ‘Imrân [3]: 76; al-Taubah [9]: 4, dan 7).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Kesembilan, dengan takwa dilenyapkan ketakutan dan kesedihan (intifâ’ al-khauf wa-al-khuzn), firman-Nya: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya (bagi) para wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih.” (QS. Yȗnus [10]: 62), dan dicapainya kegembiraan di dunia dan akhirat (hushȗl al-bisyârah fî al-dunyâ wa-al-âkhirah), serta tercapainya keberuntungan yang besar (al-fauz al-‘azhîm), sebagaimana firman-Nya: “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (ketetapan dan janji) Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. Yȗnus [10]: 64)

Fujȗr dan Taqwâ

Dalam Al-Qur’an Al-Karim disebutkan bahwa Allah SWT mengilhamkan fujȗr dan taqwâ ke dalam jiwa manusia (nafs): “lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,” (al-Syams [91: 8). Arti fujȗr, sebagaimana dikemukakan oleh al-Râghib al-Ashfihânî (343-502 H/954-1108 M), dalam kitabnya al-Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân, hlm. 483, bermakna mencabik-cabik tabir agama (syaqq sitr al-diyânah). Orang yang berdusta atau berbohong dinamakan fâjir, karena kedustaan itu bagian dari fujȗr. Fujȗr yang telah diilhamkan oleh Allah Taala kepada jiwa manusia adalah potensi kerusakan fitrah. Sungguhpun demikian, Allah SWT pun telah mengilhamkan taqwâ kepada manusia, yang berarti menjaga diri. Jadi, potensi fujȗr (kejahatan) harus terus dikekang dan dikendalikan; sedangkan potensi takwa yang telah ada dalam diri kita itu harus terus dijaga dan ditumbuhkembangkan dengan sebaik-baiknya agar takwa itu benar-benar menghiasi perilaku kita dalam semua sendi kehidupan dan di manapun kita berada. Pesan Rasulullah SAW: “Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada…!” (HR. at-Tirmîdzî dari Abȗ Dzarr R.a.).

Semoga kita menjadi muttaqîn. Amîn…

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، َأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

______________________
Oleh: Dr. Ahmad Ali MD, M.A.