Biografi Teungku Dr. Muhibbudin Waly (Syaikh Muda Waly)

 
Biografi Teungku Dr. Muhibbudin Waly (Syaikh Muda Waly)

Daftar Isi Profil Teungku Dr. Muhibbudin Waly (Syaikh Muda Waly)

  1. Kelahiran
  2. Pendidikan
  3. Mursyid Tarekat
  4. Teladan
  5. Karomah

Kelahiran

Prof. Dr. Tengku H. Muhibuddin Waly lahir pada tanggal 17 Desember 1936 di Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan. Ayahnya bernama Muhammad Waly Al-Khalidy, ibunya Hajjah Rasimah

Ayah beliau adalah sahabat Syaikh Yasin al-Fadany Mekkah. Mereka berdua sama-sama berguru pada Sayyid Ali Al-Maliky, kakek dari Sayyid Muhammad bin Alawy bin Ali Al-Makky al-Maliky al-Hasany.

Karena hubungan itu pula, ulama besar tersebut pernah mengijazahkan seluruh tarekat yang dimilikinya kepada Buya beberapa tahun lalu. Pertemuan berikutnya dengan Syaikh Yasin al-Fadani juga tidak berbeda. Sambil terus memegang tangannya, Syaikh Yasin kemudian memberikan ijazah atas semua hadits Rasulullah yang dikuasainya.

Pendidikan

Syaikh Muhibbudin Waly mengambil gelar doktornya di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Kairo dengan disertasi tentang Pengantar Hukum Islam.

Waktu kuliahnya terbilang singkat yang diselesaikannya tahun 1971. Kini, setelah kesibukannya sebagai anggota DPR RI berakhir tahun 2004 lalu, Buya Muhibbudin Waly lebih banyak mengisi waktunya dengan mengajar tarekat, dan menulis. Saat ini ada beberapa buku tentang Tasawuf dan pengantar hukum Islam yang sedang ditulisnya, sambil menyempurnakan buku ensiklopedi Tarekat yang diberi judul Kapita Selecta Tarekat Shufiyyah.

Waktu senggangnya juga dimanfaatkan untuk “meramu” tiga buah kitab yang diharapkan akan jadi pegangan para murid dan umat Islam pada umumnya. Tiga kitab tersebut adalah Tafsir Waly (Tafsir al-Quran), Fathul Waly (Syarah dari kitab Jauharatut Tauhid) dan Nahjatuh an-Nadiyah ila Martabat as-Shufiyyah (Sebuah kitab di bidang ilmu Tasawuf).

Sebagai pewaris darah pujangga-pujangga Minangkabau, kemahirannya dalam menulis syair pun tak perlu diragukan lagi. Belum lama ini beliau mengijazahkan syair tawasul tarekat, yang digubahnya sendiri dalam dua bahasa Arab dan Melayu, kepada murid-murid tarekatnya. Syair yang cukup panjang ini menceritakan tentang proses perjalanan suluknya, yang diselingi dengan doa tawasul kepada para pendiri tarekat-tarekat besar dan guru-guru yang dimuliakannya.

Kini, di usianya yang terbilang senja, Buya mengaku tidak lagi sekuat dulu dalam berkhidmah pada agama, nusa dan bangsa. Namun demikian beliau tetap berusaha melayani umat. Karena itu ia membagi jadwal kegiatan bulannannya menjadi tiga. Bulan pertama Buya tinggal di Jakarta, bulan kedua ia habiskan di Aceh dan bulan ketiga Tengku Muhibbudin melayani undangan ke daerah-daerah lain.

Mursyid Tarekat

Teungku Dr. Muhibbudin Waly belajar tarekat pertama kali dari ayahnya, yang membimbingnya meniti tarekat Naqsyabandiyah. Namun karena takzim, setelah dianggap cukup, ayahnya menyerahkan pengangkatan anaknya menjadi mursyid kepada gurunya, Syaikh Abdul Ghoni al-Kampary. Ahli Ushul Fiqh Saat itu di pesisir timur utara pulau Sumatera, ada dua orang guru mursyid besar yang tinggal di daerah Riau.

Keduanya termasyhur min jumlatil aulia, termasuk golongan wali-wali Allah, yaitu Syaikh Abdul Ghoni Kampar yang murid-muridnya kebanyakan adalah para ulama dan Syaikh Abdul Wahhab Rokan yang murid-muridnya adalah orang-orang awam. Belakangan Buya Muhibbudin Waly juga mendapat ijazah irsyad, menjadi guru mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dari ulama kharismatik KH. Shohibul Wafa’ Tajul ‘Arifin (Abah Anom) pengasuh Pesantren Suryalaya dan Tarekat Naqsyabandiyah Haqqaniyah dari guru besarnya Syaikh Muhammad Nadzim Al-Haqqany.

Teladan

Syaikh Muda Waly selalu mengajarkan untuk menjaga silaturahmi dan selalu belajar kepada para alim ulama memang sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging, bahkan hingga kini. Buya menceritakan nasihat ayahandanya, “Jika kau bertemu dengan orang alim, jangan pernah berdebat. Cukup dengarkan nasihatnya, bertanya seperlunya, minta doa dan ijazahnya lalu cium tangannya.”

Karomah

Syaikh Muda Waly juga mewarisi kharisma dan karomahnya. Konon beliau pernah memindahkan anaknya dari Minangkabau ke Aceh dalam sekejap mata.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya